7 Tanda Kamu Memiliki Pola Attachment Disorganized yang Sering Tidak Disadari

Hubungan yang sehat dibangun dari rasa aman, kepercayaan, dan konsistensi dalam ikatan emosional. Namun, tidak semua orang tumbuh dalam lingkungan yang memungkinkan hal tersebut. Beberapa individu mengalami pola keterikatan yang membingungkan, di mana keinginan untuk dekat dengan orang lain bercampur dengan rasa takut ditolak atau disakiti. Pola ini dikenal sebagai attachment disorganized, yaitu bentuk keterikatan yang terbentuk akibat pengalaman traumatis atau lingkungan yang penuh ketidakpastian pada masa perkembangan awal.
Pola attachment disorganized sering kali tidak mudah dikenali karena tampak kontradiktif. Seseorang bisa tampak hangat dan mendekat, tetapi pada saat bersamaan juga menarik diri dengan penuh kewaspadaan. Ada dorongan untuk mencari keintiman, tetapi juga rasa takut yang mendalam akan kedekatan tersebut. Kombinasi inilah yang membuat pola ini rumit dan kerap tidak disadari oleh individu yang mengalaminya.
Untuk membangun hubungan yang lebih sehat, langsung saja simak ketujuh tanda kamu memiliki pola attachment disorganized yang sering tidak disadari berikut ini. Cekidot!
1. Merasa ingin dekat, tetapi juga takut pada kedekatan

Salah satu tanda utama pola attachment disorganized adalah adanya kontradiksi dalam perasaan terhadap kedekatan. Di satu sisi, ada keinginan kuat untuk menjalin hubungan intim dan merasa dekat dengan orang lain. Namun, pada saat bersamaan, muncul pula rasa takut yang intens terhadap kemungkinan disakiti, dikhianati, atau ditinggalkan. Hal ini membuat individu sering kali maju mundur dalam membangun hubungan, seolah ingin dekat tetapi sekaligus menjaga jarak.
Ketidakkonsistenan ini berakar dari pengalaman masa lalu yang penuh ketidakpastian, seperti lingkungan yang tidak stabil atau pengalaman traumatis. Pola ini terbawa ke masa dewasa dan tercermin dalam hubungan interpersonal. Seseorang dengan pola ini mungkin akan merasa hangat dan penuh kasih pada satu momen, kemudian tiba-tiba menutup diri atau bahkan bersikap dingin. Pergantian ini membuat hubungan terasa penuh kebingungan, baik bagi dirinya maupun pasangannya.
2. Sulit memercayai orang lain secara penuh

Kepercayaan merupakan fondasi dalam hubungan, tetapi bagi individu dengan attachment disorganized, memberi kepercayaan sepenuhnya bukanlah hal yang mudah. Ada rasa was-was bahwa orang lain bisa saja menyakiti atau meninggalkan. Perasaan ini bisa muncul bahkan tanpa alasan yang jelas, sehingga memengaruhi cara menjalin kedekatan dengan orang lain.
Sulitnya memberikan kepercayaan secara penuh biasanya berasal dari pengalaman ditinggalkan, dikhianati, atau bahkan disakiti pada masa kecil. Ketakutan tersebut terbawa hingga dewasa dan memunculkan perilaku curiga, selalu waspada, serta cenderung menahan diri untuk terlalu terbuka. Akibatnya, hubungan yang dijalani sering kali penuh hambatan karena komunikasi tidak berlangsung secara jujur dan terbuka.
3. Mengalami perubahan emosi yang tiba-tiba

Perubahan emosi yang drastis tanpa sebab yang jelas merupakan tanda lain dari pola attachment disorganized. Emosi bisa bergeser dari kehangatan menjadi kemarahan atau dari rasa nyaman menjadi cemas hanya dalam waktu singkat. Kondisi ini tidak hanya membingungkan orang di sekitar, tetapi juga melelahkan bagi diri sendiri.
Fluktuasi emosi yang cepat ini sering kali berkaitan dengan luka batin yang belum sembuh. Seseorang mungkin belum sepenuhnya mampu mengelola perasaan karena pengalaman masa lalu masih meninggalkan jejak. Akibatnya, respons emosional menjadi tidak stabil dan sulit diprediksi. Hal ini membuat hubungan sosial maupun romantis menjadi penuh ketegangan.
4. Rasa takut ditolak dan ditinggalkan yang sangat kuat

Individu dengan pola keterikatan ini sering membawa rasa takut ditolak atau ditinggalkan yang intens dalam hampir setiap hubungan. Ketakutan tersebut bisa memicu kecenderungan untuk terlalu bergantung pada pasangan atau sebaliknya, menarik diri sebelum hubungan semakin dekat. Dorongan untuk melindungi diri dari rasa sakit justru menghalangi kesempatan untuk merasakan kedekatan yang sehat.
Rasa takut ini biasanya tidak seimbang dengan situasi nyata. Bahkan dalam hubungan yang stabil, seseorang bisa merasa cemas berlebihan bahwa pasangan akan pergi atau berhenti peduli. Akibatnya, ia mungkin berperilaku posesif, mudah cemburu, atau terus mencari kepastian. Sikap ini dapat melelahkan pasangan dan justru meningkatkan risiko konflik.
5. Sering menarik diri saat hubungan mulai dekat

Pola attachment disorganized juga tampak dalam kecenderungan untuk mundur ketika hubungan mulai terasa semakin dekat. Pada awalnya, individu mungkin terlihat terbuka dan hangat, tetapi begitu kedekatan emosional mulai mendalam, muncul rasa cemas dan dorongan untuk menarik diri. Tindakan ini sering kali tidak disadari dan muncul sebagai reaksi otomatis.
Kecenderungan ini berasal dari konflik batin antara keinginan untuk merasakan kedekatan dengan ketakutan terhadap kemungkinan disakiti. Tarik-ulur yang terus berulang dapat menciptakan pola hubungan yang tidak sehat. Pasangan mungkin merasa bingung menghadapi perubahan sikap yang tiba-tiba, sementara individu sendiri juga merasa terjebak dalam siklus yang sulit diubah.
6. Sulit mengatur batasan dalam hubungan

Batasan yang sehat sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan. Namun, bagi seseorang dengan pola keterikatan tidak teratur, batasan sering kali menjadi kabur. Kadang terlalu terbuka hingga merasa kehilangan identitas pribadi, di lain waktu justru terlalu tertutup dan menjaga jarak berlebihan.
Kesulitan dalam menyeimbangkan batasan ini membuat hubungan mudah dipenuhi konflik dan rasa tidak aman. Individu mungkin merasa bingung tentang kapan harus berbagi, kapan harus menahan diri, atau bagaimana menjaga ruang pribadi tanpa terlihat menolak. Kondisi ini tidak jarang membuat hubungan terasa penuh ketidakpastian, baik bagi dirinya maupun bagi orang terdekat.
7. Memiliki pola hubungan yang berulang dan tidak sehat

Salah satu ciri khas dari attachment disorganized adalah kecenderungan terjebak dalam pola hubungan yang sama berulang kali, meskipun menyakitkan. Seseorang bisa saja berkali-kali terlibat dengan pasangan yang penuh konflik atau tidak stabil. Hal ini sering kali bukan karena keinginan sadar, melainkan dorongan bawah sadar yang terbentuk dari pengalaman masa lalu.
Pola ini membuat seseorang sulit keluar dari lingkaran yang tidak sehat. Meski menyadari bahwa hubungan tersebut menyakitkan, tetap ada kecenderungan untuk kembali mengulanginya. Hal ini terkait dengan kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi pada masa lalu, sehingga individu berusaha memenuhinya dalam hubungan saat ini, meskipun dengan cara yang tidak sehat.
Kesadaran akan tanda-tanda ini menjadi kunci awal untuk memulai proses penyembuhan. Dengan memahami diri sendiri, kamu bisa mencari bantuan profesional, membangun strategi pengelolaan emosi, serta belajar membentuk keterikatan yang lebih sehat.