Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Tanda Kamu Terjebak di Hubungan On-and-Off yang Bikin Capek Hati

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)
Intinya sih...
  • Masalah yang sama terus muncul setiap balikan, tanpa penyelesaian yang jelas.
  • Lebih banyak air mata daripada perasaan bahagia, hubungan jadi sumber stres dan kekecewaan.
  • Kamu terus-terusan overthinking, tapi gak pernah dapat jawaban pasti, menguras energi dan kehilangan rasa percaya diri.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Hubungan on-and-off atau putus-nyambung biasanya terlihat dramatis seperti kisah cinta dalam film. Kadang kamu ngerasa gak bisa lepas karena masih ada rasa, tapi di sisi lain, hubungan ini juga bikin kamu terus-menerus mempertanyakan semuanya. Setelah putus, kalian saling rindu. Lalu balikan. Tapi gak lama, masalah lama muncul lagi, dan siklus itu berulang tanpa ujung yang jelas.

Banyak orang pernah ada di posisi serupa, bertahan karena cinta, harapan, atau bahkan cuma takut sendirian. Tapi perlu diketahui juga, hubungan yang sehat seharusnya bikin kamu merasa aman, bukan capek hati terus-terusan. Nah, coba deh cek delapan tanda kamu terjebak dalam hubungan yang bikin kamu capek hati di bawah ini. Siapa tahu sebenarnya kamu sudah terlalu lelah tapi belum punya keberanian buat menyudahi semuanya. Yuk, simak!

1. Masalah yang sama terus muncul setiap balikan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Polina Zimmerman)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Polina Zimmerman)

Salah satu tanda kamu terjebak dalam hubungan putus-nyambung yang bikin capek hati adalah setiap kamu dan pasanganmu putus, alasannya pasti karena masalah yang sama. Misalnya, dia terlalu cuek, kamu merasa gak dihargai, atau kalian sama-sama keras kepala. Tapi setiap kalian balikan, gak ada yang benar-benar dibahas atau diselesaikan. Kalian cuma fokus sama rasa kangen dan momen manis setelah baikan, seolah-olah semua akan baik-baik saja hanya karena kalian masih saling sayang.

Tapi sayangnya, cinta doang gak cukup. Kalau kamu dan pasanganmu gak pernah duduk bareng dan benar-benar ngobrol soal akar masalahnya, hubungan itu cuma akan berputar di tempat. Sama seperti mobil mogok yang terus dipaksa jalan tanpa diperbaiki mesinnya. Lama-lama, bukan cuma hubungan yang rusak, tapi perasaanmu juga ikut hancur.

2. Lebih banyak air mata daripada perasaan bahagia

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alena Darmel)

Dalam sebuah hubungan, wajar kalau ada sedihnya. Tapi kalau hampir setiap minggu kamu nangis, overthinking, dan merasa gak dihargai, itu bukan hubungan yang sehat. Lebih parah lagi, kalau kamu udah gak ingat kapan terakhir kali kalian benar-benar bahagia tanpa drama.

Hubungan seharusnya jadi tempat pulang, bukan sumber stres. Kalau kamu lebih sering merasa lelah, kecewa, atau sendirian meskipun kalian "balikan", mungkin itu karena hubungan ini udah gak membawa kedamaian lagi. Kadang kita terlalu sibuk mempertahankan seseorang sampai lupa mempertahankan diri sendiri.

3. Kamu terus-terusan overthinking, tapi gak pernah dapat jawaban

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alex Green)

Kamu ngerasa cemas setiap hari dan takut hubunganmu putus lagi, takut dia berubah pikiran, atau takut semuanya cuma sementara. Kamu nanya ke diri sendiri berkali-kali: "Kenapa kita terus kayak gini?" Tapi gak pernah ada jawaban pasti. Yang ada cuma perasaan campur aduk yang bikin kamu gak bisa tenang.

Kamu mungkin berharap dia berubah, berharap kalian bisa mulai dari awal. Tapi tanpa kepastian dan komitmen yang jelas, hubungan ini cuma bikin kamu terus bertanya-tanya. Dan overthinking itu lama-lama jadi beban yang nguras energi dan bikin kamu kehilangan rasa percaya diri.

4. Orang terdekatmu sudah capek dengerin cerita tentang hubunganmu

ilustrasi mengobrol dengan sahabat (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi mengobrol dengan sahabat (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Awalnya, teman-teman kamu mendukung. Mereka dengerin semua curhatmu, kasih saran, bahkan nangis bareng kamu. Tapi lama-lama, mereka mulai terlihat jenuh. Setiap kali kamu bilang "Kita balikan lagi kok," mereka cuma jawab dengan anggukan singkat atau senyum canggung. Bahkan ada yang bilang, “Kamu sendiri sih yang gak belajar.”

Mungkin rasanya gak enak, tapi kadang omongan teman itu bisa jadi cermin. Kalau orang-orang yang peduli sama kamu aja udah bisa melihat hubungan ini gak sehat, mungkin kamu juga perlu lebih jujur sama diri sendiri. Jangan sampai kamu menutup mata hanya karena masih berharap.

5. Kamu gak mau putus, tapi juga gak benar-benar bahagia

ilustrasi pasangan (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Yan Krukau)

Setiap kali kamu kepikiran buat benar-benar mengakhiri semuanya, kamu langsung ngerasa bersalah. Bukan karena kamu masih sepenuhnya cinta, tapi karena gak tega ninggalin dia. Kamu takut dia sedih, takut menyakiti dia, atau takut dianggap gak setia. Jadi kamu bertahan, meski hatimu sendiri udah capek banget.

Tapi hubungan yang dipertahankan karena rasa gak tega justru akan menyakiti dua belah pihak. Kamu jadi gak bisa bahagia, dan dia pun terus berada dalam hubungan yang gak tulus. Ingat, mencintai diri sendiri kadang berarti berani bilang cukup pada hubungan yang gak lagi sehat.

6. Gak pernah ada kejelasan, tapi kamu terus ditarik balik

ilustrasi pasangan (pexels.com/Vera Arsic)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Vera Arsic)

Setiap kali kamu mulai move on, dia datang lagi. Entah lewat pesan singkat, story Instagram, atau tiba-tiba ngajak ketemu. Dia bilang rindu, minta kesempatan lagi, atau pura-pura gak terjadi apa-apa. Kamu luluh, lalu balik lagi ke siklus yang sama. Tapi setelah itu? Gak ada kejelasan, gak ada rencana masa depan, cuma status hubungan yang menggantung.

Dia mungkin belum siap melepaskan, tapi juga belum siap berkomitmen. Kamu akhirnya terjebak di tengah: gak sepenuhnya bersama, tapi juga gak bisa benar-benar bebas. Dan itu melelahkan karena kamu terus berharap, padahal yang kamu dapat cuma ketidakpastian.

7. Kamu udah gak tahu lagi siapa dirimu sendiri

ilustrasi seorang perempuan menangis (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi seorang perempuan menangis (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Saking seringnya menyesuaikan diri, mengalah, dan berusaha mempertahankan hubungan ini, kamu mulai kehilangan jati dirimu. Hal-hal yang dulu kamu suka, nilai-nilai yang kamu pegang, bahkan impianmu, semuanya mulai kabur. Kamu lebih sibuk mikirin dia, daripada mikirin apa yang sebenarnya kamu butuhin.

Hubungan yang sehat harusnya bikin kamu berkembang, bukan hilang arah. Kalau kamu udah gak jadi diri sendiri demi menyenangkan pasangan, itu tandanya hubungan ini bukan cuma melelahkan, tapi juga merusak versi terbaik dari dirimu.

8. Kamu bertahan karena takut sendiri, bukan karena cinta

ilustrasi pasangan (pexels.com/Tan Danh)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Tan Danh)

Ini mungkin poin paling menyakitkan, tapi juga paling jujur: kamu gak benar-benar cinta lagi, kamu cuma takut sendiri. Takut harus mulai dari nol, takut gak ada yang nemenin, takut gak ada yang ngerti kamu sebaik dia. Jadi kamu bertahan di hubungan yang kamu tahu gak baik, hanya karena rasa takut itu.

Tapi ketakutan gak akan pernah jadi alasan yang kuat untuk mempertahankan sesuatu. Daripada terus mengikat diri dalam hubungan yang gak membawa kedamaian, lebih baik pelan-pelan belajar berdiri sendiri. Karena saat kamu bisa bahagia sendiri, kamu gak akan lagi takut kehilangan orang yang salah.

Kalau sebagian besar dari tanda-tanda di atas terasa relate banget buat kamu, mungkin sudah saatnya kamu tanya ke diri sendiri apakah kamu benar-benar bahagia di hubunganmu itu. Karena sesulit apapun melepaskan, kamu tetap berhak memilih hubungan yang memberi ketenangan, bukan yang terus bikin kamu mempertanyakan segalanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us