Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak 

Perubahan besar dimulai dari hal kecil

Mungkin kamu pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa apa yang kamu kerjakan hari ini, akan menentukan bagaimana masa depanmu. Bukan isapan jempol belaka, perkara itulah yang menjadi kegelisahan Nada Arini.

Seorang ibu rumah tangga yang akhirnya memutuskan berkomitmen melakukan sustainable living. Tak berhenti di situ, ia pun membangun 'Sustainable Indonesia' dengan menggerakkan banyak orang agar menjaga bumi demi kebaikan generasi penerus bangsa.

Perjalanan dan perjuangannya untuk hidup lebih sustainable atau berkelanjutan dituangkan melalui Sustainable Indonesia. Apa yang sudah dilakukan Nada Arini dalam menciptakan dampak bagi lingkungannya?

1. Keresahannya terhadap masa depan anak-anak menjadi salah satu tonggak komitmen untuk hidup berkelanjutan

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (dok. Nada Arini)

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), tercatat masih ada 4 juta ton sampah per tahun yang tidak terkelola dengan baik. Bahkan 37.6 persen di antaranya merupakan limbah rumah tangga. Bayangkan, seberapa besar dampaknya untuk lingkungan sekitar?

Sebagai seorang ibu, Nada tentu memikirkan nasib anak-anaknya. Dulu, ia menganut kebiasaan kaum urban yang sekadar tahu tapi tidak tergerak.

"Padahal zaman dulu temen-temen (komunitas home schooling anak_red) awareness-nya udah kayak gitu. Kita suka ngadain bincang-bincang. Suka ngadain nonton bareng dokumenter yang ada hubungannya sama sampah, tapi tetep aku gak tergerak. Jadi kalau di komunitas, aku ikutan minim sampah. Tapi pulang, balik lagi (gak konsisten)," ujarnya.

Namun, trip menuju Bantar Gebang bersama anak-anak membukakan matanya bahwa sampah itu hanya berpindah tempat. Tidak bergerak, apalagi hilang dan justru menimbulkan pencemaran yang luar biasa.

"Aku ke sana sama anak-anakku. Aku ngebayangin, 'Waduh, kalau aku gak berubah, anak-anak ntar gimana ya?'. Sekarang anak orang terdampak, mungkin suatu saat anak-anakku yang terdampak gara-gara aku," resahnya.

Berkaca dari itu, Nada mulai merefleksikan diri bahwa mungkin selama ini, banyak orang berada di posisi yang sama dengan dirinya. Sesederhana tahu informasi soal isu lingkungan, sering membicarakannya dan melihat di media sosial, tapi tidak melakukannya.

Lantas, mengapa bisa seperti itu? Perempuan yang pernah mengikuti Computer Science Program di Monash University ini berpendapat bahwa selama ini kaum urban dikelilingi oleh hal-hal yang bersih. Di rumah, kantor, sekolah, rata-rata bersih sehingga kita tidak secara langsung melihat dampaknya.

2. Bersama dengan dua Co-Founders lainnya, terciptalah Sustainable Indonesia yang bertujuan mengedukasi masyarakat

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable (dok. Nada Arini)

Salah satu trigger terbesar di balik terciptanya Sustainable Indonesia adalah fenomena paus mati karena makan plastik. Dari berita itu, Nada memandang apa gunanya melakukan perubahan pada diri sendiri tanpa mengajak orang lain? Bukankah semakin banyak orang yang bergerak, maka dampaknya bisa diminimalisir?

"Kalau kita gak ngajak orang, cuma kita yang ngerjain, kan sama aja bohong. Gak ada efeknya kalau gak banyak orang yang melakukan. Makanya, akhirnya kita bikin Sustainable Indonesia. Sesederhana kita pengen ngajak orang untuk berubah, melakukan perubahan yang lebih baik. Udah gitu aja, sesederhana itu," ungkapnya dalam wawancara bersama IDN Times secara daring pada Kamis (26/1/2023).

Meski tidak memiliki latar belakang yang berkaitan dengan lingkungan, Nada dan co-founder lainnya sama-sama berempati dengan masa depan anak-anak. Setiap ibu pasti memberikan yang terbaik serta menginginkan anaknya tumbuh dengan sehat dan sejahtera.

"Kalau dibilang, kami tertarik banget sama masa depan anak-anak. Kami ibu-ibu semua, kami pengen anak-anak dan temen-temennya bisa hidup gak susah. Gak susah itu kalau orang mikirnya kerjaan bagus, dapet duit banyak gitu ya, karier oke, itu yang dipikirin. Setelah kami perhatiin, it's more than that. Kalau bumi gak sehat, ya itu percuma mau karier tinggi, uang banyak, tapi susah air dan udara bersih. Jadi gak ada gunanya kan?" ceritanya.

3. Melatih diri untuk bisa menerapkan sustainable living perlu motivasi dan mindset yang benar

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (dok. Nada Arini)

Mengubah kebiasaan yang selama ini melekat ke kebiasaan baru yang lebih sehat, rupanya butuh effort yang cukup banyak. Hal ini dirasakan oleh Nada ketika ia memutuskan untuk memulai sustainable living.

Awalnya, ia merasa ingin mengerjakan semua hal. Padahal, bicara soal hidup ramah lingkungan gak mungkin terpaku pada satu aspek atau kegiatan saja.

"Yang mesti dikerjain itu banyak. Tapi karena nafsu pengen semua dikerjain, malah jadinya gak kepegang semua. Akhirnya nyadar bahwa gak bisa kayak gitu. Harusnya dikerjain satu-satu sampai konsisten, baru bisa pindah ke yang lain," tutur perempuan lulusan Universitas Indonesia ini.

Selain konsisten, penggiat hidup ramah lingkungan penting untuk cek lagi motivasi sebenarnya apa. Pasalnya, Nada pun baru menyadari bahwa rutinitas atau hal-hal yang selama ini ia lakukan, sudah termasuk hidup berkelanjutan.

Ia merupakan perempuan yang cenderung tidak memedulikan tren. Baginya, fashion tidak mendatangkan kebahagiaan. Motivasi awalnya tidak membeli banyak baju hanyalah sesimpel gak mau ambil pusing. Tapi, tahukah kamu bahwa tindakan itu termasuk ramah lingkungan?

4. Sustainable living bukan lagi gaya hidup melainkan cara hidup

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (dok. Nada Arini)

Bicara soal sustainable living, Nada menjelaskan bahwa itu bukan lagi gaya hidup melainkan the way of living. Banyak orang yang masih salah kaprah memandang sustainable living, di antaranya bertanya tentang produk.

dm-player

Nyatanya, produk hanyalah produk kalau gak dibarengi dengan mindset dan perilaku. Meski isu lingkungan gencar digaungkan dari kampanye hingga praktik hidup ramah lingkungan, ternyata masih ada miskonsepsi yang melekat pada masyarakat. Itulah pentingnya memiliki product knowledge.

"Mentang-mentang ramah lingkungan, terus dipakainya sembarangan, ya akhirnya gak jadi ramah lingkungan. Semua produk itu rentan seperti itu kalau gak ada product knowledge," tuturnya.

Nada bercerita, "Kantong kresek sekarang kan dimusuhin banyak orang ya. Padahal dulu diciptain sama orang Swedia tahun 50-an. Dulu itu, orang kalau belanja pakai kantong kertas. Nah, dia mikir kalau pakai kantong kertas itu banyak banget pohon ditebang. Jadi, dia mikir gimana ya caranya mengatasi supaya gak pake kertas dan pohon gak ditebang. Waktu itu udah ada plastik. Akhirnya, dia mikir bikin aja kantong plastik dengan maksud kantong plastik dengan bahan yang durable, ringan, mudah dilipat, murah. Bisa dibuat belanja, angkut barang berat-berat gak masalah."

Produk kresek yang sengaja diciptakan dengan desain pakai ulang, malah kita buang sekali pakai. Alhasil menjadi masalah yang cukup problematik. Sejatinya, inti dari sustainable living bukan pada produk ramah lingkungan, melainkan mindset.

"Kita tuh harus bijak menggunakan sumber daya. Kita itu harus bijak mengonsumsi. Kita harus bijak dalam membuang supaya gak jadi residu. Jadi, kalau ditanya barang apa yang sustainable atau ramah lingkungan, ya barang yang udah kita punya. Barang yang kita punya dirawat, dipakai baik-baik sampai rusak," imbuhnya.

Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk tidak merusak lingkungan. Hidup minimalis, conscious living, hemat energi, slow fashion, dan zero waste merupakan beberapa cara untuk mengurangi dampak negatif ke lingkungan. Bagi Nada, perubahan besar harus dimulai dari perilaku-perilaku kecil yang kita lakukan sehari-hari dengan konsisten.

Salah satu cara yang rutin dilakukannya adalah mengompos. Setiap anggota keluarga punya andil untuk memisahkan sampah organik yang nantinya diolah jadi kompos. Selain itu, ia juga berupaya memperpanjang masa pakai suatu barang selama belum rusak.

Ia mengakui bahwa menjalani hidup seperti ini tidaklah mudah. Semuanya butuh effort dan waktu yang tidak sebentar.

Contoh kecilnya, butuh waktu 4 tahun bagi orangtua Nada mengikuti kebiasaannya mengompos. Untuk itu, ia tidak pernah memaksakan orang lain karena semua ada fasenya.

Baca Juga: Anindita Zein, Alumni LPDP yang Berdayakan Ibu lewat 'Lab Belajar Ibu'

5. Seluruh program Sustainable Indonesia berbasis pada pengalaman serta melatih pancaindra

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (dok. Nada Arini)

Bersama dengan komunitas homeschooling anaknya, Nada banyak belajar cara membuat sabun dari minyak jelantah hingga minim sampah. Barulah di tahun 2018, tercetus ide untuk mengajak orang lain berkegiatan positif.

Nada menjelaskan, "Kami punya beberapa program. Ada edu trip, ekspedisi. Edu trip sama ekspedisi sebenarnya mirip. Intinya kita mau membawa si pelaku, yaitu masyarakat urban mendekati, melihat, merasakan dampak yang dia hasilkan. Pasti dampak yang dia hasilkan gak pernah ada di kota kan, di tempat lain. Jadi itu kita ke Bantar Gebang, Ciliwung, Pulau Pari. Di sana kita sambil melakukan kegiatan, sambil kita kaitkan pengalaman yang mereka rasakan di sana sama kehidupan sehari-hari dan dampaknya."

Sustainable Indonesia sendiri merupakan wirausaha sosial yang fokus pada pendidikan. Nada ingin memberi warna baru melalui pengalaman.

Semua orang belajar menggunakan indra. Salah satunya dengan trip ke Bantar Gebang tanpa menggunakan masker agar setiap orang bisa merasakan dan gak hanya menonton saja. Pada dasarnya, ilmu tanpa praktik rasanya sia-sia.

Itu sebabnya, Nada juga memberikan workshop online yang berguna menambah skill seputar sustainable living di rumah. Ia mulai memberikan workshop seputar kompos, sabun dari minyak jelantah, makanan fermentasi, berkebun secara permakultur, membuat soda prebiotik, membuat sourdough dari ragi alami, dan masih banyak aktivitas lainnya.

Inisiatif itu pun didasari oleh fakta bahwa masyarakat urban berpotensi besar andil dalam merusak lingkungan. Privilese terhadap kenyamanan hidup, waktu, dan uang bisa memberikan dampak buruk bagi sekitar. Itu sebabnya, Nada berharap apa yang dilakukannya bisa meningkatkan awareness masyarakat urban untuk bisa hidup mindful.

6. Apa yang bisa kita lakukan?

Nada Arini Gagas 'Sustainable Indonesia' Demi Masa Depan Anak Nada Arini, Founder Sustainable Indonesia (instagram.com/nada_arini)

Penghalang terbesar dalam menerapkan sustainable living dan membangun Sustainable Indonesia adalah menjaga motivasi dan semangat. Mindset yang tepat disertai ilmu, akan sangat membantu seseorang menjalani hidup berkelanjutan.

Menurut Nada, hal termudah adalah mengerjakan suatu hal dari yang paling gampang. Ini mengantisipasi hilangnya semangat di awal karena beban yang berat.

"Pilih yang paling gampang kita kerjain, satu dulu. Itu ditelateni. Kalau udah konsisten, otomatis baru nambah satu skill lagi. Bisa dari pangan, sampah, transportasi, baju," tutupnya.

Perjalanannya memulai gaya hidup minim sampah dimulai dari 2015. Ia bahkan sempat mengadakan festival home schooling yang dihadiri oleh lebih dari seribu orang selama tujuh jam dengan kondisi minimal sampah.

Apa yang dikerjakan ia kerjakan untuk Sustainable Indonesia pun senada dengan pandangannya. Perempuan yang berdaya adalah perempuan yang mau belajar dan mendukung orang lain. Berlaku sebagai pemateri hingga fasilitator menunjukkan passion dan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar.

"Belajar itu adalah proses yang sangat susah menurutku. Belajar itu kan dari kita gak tahu ke tahu. Kalau kita mau belajar, berarti kita harus di posisi di mana ‘haduh kita gak tahu’ sehingga perasaan gak nyaman," tambahnya.

Itulah mengapa Nada menilai bahwa karakter hebat seorang perempuan bisa terlihat dari semangatnya belajar dan seberapa besar empatinya kepada mereka yang kesulitan belajar. Semoga karakter dan kebiasaan baik yang dipaparkan Nada Arini bisa kamu aplikasikan juga, ya!

Baca Juga: Cerita Seru Liviany Claudia Hadapi Quarter Life Crisis, Butuh Proses!

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya