Ngobrol Seru dengan Sharlini, Perempuan di Bidang Teknologi Canggih

Hari Ibu yang jatuh tepat pada 22 Desember 2022 dirayakan dengan 'Ngobrol Seru by IDN Times' yang membahas mengenai keterlibatan perempuan di bidang teknologi. Bersama dengan Sharlini Eriza Putri sebagai CO-Founder dan CEO Nusantics, IDN Times berkesempatan untuk membahas lebih lanjut mengenai peran perempuan dan teknologi di masa sekarang.
Cerita Sharlini sebagai alumni Eisenhower Fellowships, sebuah beasiswa kepemimpinan yang berpusat di Philadelphia Amerika Serikat bisa menjadi inspirasi untuk seluruh perempuan di Indonesia. Simak, yuk, cerita serunya dalam artikel di bawah ini!
1. Sharlini: Perempuan tak sekadar dapur, sumur dan kasur tapi juga punya peran membangun peradaban

Bertepatan dengan perayaan Hari Ibu, dan kepulangannya mengikuti Eisenhower Fellowships, Sharlini membagikan pelajaran berharga yang didapatkan dari Amerika Serikat. Salah satunya adalah mengenai pemberdayaan perempuan dan keterlibatannya di bidang teknologi.
"Tentang women empowerment, sebenarnya fellowship di Eisenhower bener-bener menyadarkan aku kalau peran perempuan itu ya memang lebih dari sekadar dapur, sumur, kasur. Peran perempuan itu sebenarnya lebih ke-membangun peradaban. Nah membangun peradaban bukan cuman membangun raga anka-anaknya, tapi juga membangun jiwa anak-anaknya, dan juga mental anak-anaknya," tutur bos startup Nusantics ini.
Keikutsertaan Sharlini pada beasiswa asal Amerika tersebut juga menyadarkan akan tantangan inklusvitas dari berbagai negara di dunia, tak hanya di Indonesia. Sharlini menyadari terdapat banyak tantangan bagi perempuan dan laki-laki untuk mencapai inklusivitas, misalnya di negara-negara Afrika.
"Jadi sebenarnya, ngomongin hari ibu dalam konteks Indonesia ini tuh sebenarnya bisa jadi momen untuk gak cuman selebrasi, tapi juga momen untuk kita self reflecting, untuk mengingat kembali wanita indonesia itu siapa sih? Perannya gimana?" ujar Sharlini.
2. Merespon tantangan kesehatan dan pandemik selanjutnya, Nusantics ciptakan inovasi untuk kembangkan bakteri baik bagi tubuh manusia

Sharlini membagikan tantangan yang akan dihadapi oleh umat manusia kedepannya, berkaitan dengan kesehatan. Perempuan ini menuturkan, Pandemik Covid-19 hanya permulaan dari pandemik selanjutnya yang akan lebih menyakitkan untuk manusia. Pandemik selanjutnya diperkirakan bukan penyakit baru, yaitu TBC atau Tuberculosis.
Sharlini menjelaskan mengapa menurut riset yang dilakukan, TBC akan menjadi pandemik berikutnya, "TBC ini penyebabnya bakteri, kemudian kita pakai antibiotik di Indonesia itu tidak bijaksana, beli tanpa resep dokter aja bisa. Di peternakan dan sebagainya juga pakai antibiotik. Akibatnya bakteri-bakteri ini malah menjadi resistent, tahan terhadap antibiotik."
Berhubungan dengan hal tersebut, muncul permasalahan lain terkait antibiotik. Problem selanjutnya yang membuat Sharlini menggeluti bidang bioteknologi adalah hampir tidak adanya penemuan antibiotik baru selama sepuluh tahun terakhir.
Berdasarkan beberapa hal di atas, Sharlini terus menggeluti bidang keilmuan ini, "Makanya keilmuan terkait mikrobio, mikrobiologi itu naik terus. Karena salah satu idenya adalah kita bisa memanfaatkan bakteri baik yang ada di badan kita untuk melawan bakteri yang sudah jadi super tahan antibiotik ini."
Inovasi tersebut juga turut diterapkan pada perusaahn rintisan miliknya, "Kalau yang dibuat Nusantic itu gimana ke depannya bakteri-bakteri sehat yang diperlukan sama badan ini bisa dihirup aja, jadi bakteri probiotik ini bisa dihirup aja."
3. Tantangan perempuan berkarier di bidang teknologi adalah lingkungan yang tidak mendukung

Tantangan dunia semakin pelik dengan berbagai permasalahan dan krisis yang dialami. Isu seputar kirsis kesehatan, iklim, dan lain-lain membuktikan bahwa masalah yang tengah dihadapi manusia makin kompleks dan multidimensional.
Sharlini menilai perempuan punya potensi yang besar untuk menciptakan berbagai inovasi dan solusi dari kirsis tersebut, "Perempuan itu didesain lebih gampang memahami isu yang multidimensional, kita kan melihat sesuatu, ibaratnya kitakan juga kita terlatih untuk multitasking, untuk melihat keterkaitan ini dan itu, kita terlatih melihat yang tersirat tapi juga tersurat."
Sama halnya dengan bidang teknologi, perempuan juga memiliki potensi yang besar untuk berkarya di bidang tersebut. Sayangnya, Sharlini menuturkan, kondisi lingkungan yang dihadapi oleh banyak perempuan tidak mendukung pencapaian karier tersebut.
"Kalau kita bicara tentang perempuan di teknologi canggih, STEM (Sains, teknologi, teknik, dan matematika_red), jumlah dari presentase perempuan itu banyak, lebih dari 50 persen (pas lagi di angkatan saya kan) apakah yang lebih dari 50 persen ini berkarier di bidang yang sama, sama STEM juga, akhrinya enggak. Jadi mereka itu tidak bisa berkarier di dunia STEM yang mereka mau, pada awalnya lebih bukan karena mereka gak capable, tapi lingkungannya itu yang dragging down mereka. Karenakan pertimbangannya banyak ya perempuan," tutur perempuan lulusan Master Student of Sustainable Energy Futures, Imperial College London.
4. Nusantics sebagai startup di bidang bioteknologi berdiri atas pengalaman pribadi Sharlini saat menyusui

Nusantics didirikan oleh Sharlini atas pengalaman pribadinya ketika menjadi ibu. Sharlini menemukan fakta bahwa di dalam tubuh manusia terdapat mikroba yang sangat penting untuk sistem imun. Mikroba tersebut dapat tetap hidup pada tubuh bayi dengan adanya human milk oligosaccharide yang secara natural adanya di ASI.
Sayangnya, komponen penting tersebut tak selalu ditemukan pada produk susu formula yang beredar di pasaran. Hal inilah yang mendorong Sharlini untuk melakukan suatu inovasi.
"Banyak produk itu gak didesain untuk mikrobium yang ada di badan kita. Jadi, bukannya membantu supaya tetap balance, imunnya tetap bagus, malah ada potensi membahayakan. Nah, itulah sebenarnya kaya titik balik di mana aku melihat ini gak bisa gini nih, ini harus do something." ucapnya.
5. Sharlini optimis Indonesia dapat menjadi biotech power house kedepannya

Program Eisenhower Fellowships membawa banyak pengetahuan dan pengalaman baru untuk Sharlini. Ia optimis Indonesia dapat terus mengembangkan bioteknologi sebagai respon dari berbagai krisis yang dialami manusia.
"Selama dari program Eisenhower Fellowships ini kesimpulannya itu adalah apa yang Nusantics lakukan sebagai startup bioteknologi lokal itu merupakan sesuatu yang pioneering dan gak kalah advance dari negara-negara adidaya," kata Sharlini.
Sebagai penutup obrolan seru IDN Times dan Sharlini, Ia menambahkan, "Aku melihat Indonesia itu biodeversity-nya tinggi, jadi harusnya ke depannya itu Indonesia bisa menjadi biotech power house karena itu sesuatu yang ada di halaman kita."
Demikian pembahasan menarik dengan Sharlini mengenai perempuan hingga optimismenya terhadap bioteknologi di Indonesia. Semoga dapat menginspirasimu, ya!