Peluncuran Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran, Bertepatan IWD

Jakarta, IDN Times - 8 Maret rutin diperingati sebagai International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional. Bertepatan dengan hal tersebut, Nuraini Hilir yang merupakan Mantan Ketua KNPD dan Hunsi Munir sebagai fotografer, menggagas buku bertajuk Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Peluncuran buku ini dilangsungkan pada Jumat (8/3/2024) di IDN Media HQ, Jakarta Selatan. Buku ini mengisahkan perlawanan 43 perempuan terhadap tirani atau kekuasaan yang menindas. Buku ini juga menghadirkan sudut pandang perempuan dalam sejarah. Ini dia beberapa momen peluncuran buku serta hal-hal menarik dari buku Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran.
1. Sajikan tulisan-tulisan dari kawan perempuan demi mendobrak pandangan misoginis

Hal yang paling menarik dari buku ini adalah semua penulisnya perempuan. Lalu, ada isu yang digaungkan terkait perjuangan reformasi. Kita akan melihat bagaimana gerakan reformasi dari kacamata perempuan. Tentunya, buku ini juga memberikan sudut pandang baru dari kawan perempuan yang kerap terabaikan.
"Bisa dibilang, ini buku pertama tentang kisah perempuan yang menuliskan perjuangannya untuk demokrasi di Indonesia di era reformasi. Semoga ini menjadi awalan untuk mendorong perempuan dalam menulis dan mau bercerita atau berkontribusi di sejarah Indonesia. Agar wacana perempuan gak berhenti begitu saja," ucap aktivis perempuan Nur Hiqmah.
Buku ini juga menjadi pendobrak stigma tentang perempuan yang kerap dianggap sebagai objek belaka. Di buku ini, kita akan melihat bagaimana pengalaman para perempuan yang juga turut berjuang untuk reformasi dan mengungkapkan kebenaran.
2. Inti dari buku ini mengisahkan perjuangan melawan tirani dan menuju reformasi '98

Secara keseluruhan, buku ini mengisahkan tentang kisah 43 perempuan dalam perjalanan politiknya. Inti dari buku ini adalah membagikan pengalaman kawan-kawan perempuan melawan represi Orde Baru. Buku ini juga menggambarkan perjalanan aktivis perempuan untuk menumbangkan rezim Soeharto.
Kita akan membaca bagaimana para aktivis perempuan memperjuangkan lahirnya Reformasi 1998. Hiqmah mengatakan, diharapkan buku ini bisa menjadi ikhtiar untuk kontribusi sejarah Indonesia. Melalui buku ini, diharapkan juga generasi muda gak lupa dengan sejarah dan perjuangan di masa lampau.
3. Apa yang dituliskan dalam buku ini diharapkan menjadi gelora semangat untuk anak muda

Hiqmah juga mengatakan, buku ini menjadi wadah untuk memberikan memori kepada anak muda. Terutama, terkait bagaimana para aktivis perempuan merebut demokrasi dan berbicara agar keadilan ada di dunia ini.
"Kami rasa, apa yang kita nikmati saat ini gak jatuh dari langit. Tapi, ada kawan-kawan kami yang sampai saat ini gak diketahui nasibnya demi menegakkan nilai-nilai kebenaran. Kami berharap kawan-kawan generasi muda gak lupa untuk menegakkan nilai-nilai itu," lanjut Hiqmah.
Hiqmah dan para penulis buku ini berharap, perjuangan ini bisa tetap digelorakan untuk anak-anak muda. Perjuangan yang dilewati para aktivis perempuan di masa lampau tentunya sangat pelik. Dengan membaca buku ini, generasi muda akan tetap melek sejarah dan tetap menyuarakan kebenaran.
4. Proses penulisan buku ini gak mudah

Hiqmah menceritakan, prosesnya gak mudah ketika membuat buku ini. Bukan hal yang mudah juga bagi para aktivis ketika menceritakan pengalamannya. Ada yang pernah dipenjara hingga harus meninggalkan keluarganya.
Buku Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran telah melalui proses yang panjang, yakni selama dua tahun sampai akhirnya terbit. Buku ini juga menjadi memori personal serta penyembuhan luka bagi para penulisnya.
"Buku ini memberi kesempatan bagi kami, para penulis, untuk merangkum memori dan memanggil kembali ingatan indah masa muda kami. Inilah perjalanan politik maupun perjalanan personal kami, sekaligus jadi sarana untuk penyembuhan luka bagi sebagian teman. Saya sangat senang dapat menuangkan memori perjuangan dalam karya kita bersama ini," kata Lilik Hastuti, mantan aktivis PRD (Partai Rakyat Demokratik).
5. Cara perempuan menulis tentunya akan berbeda dengan laki-laki

Salah satu penulis dari buku ini, Ruth Rahayu, menyebutkan bahwa buku ini menjadi berbeda dan unik. Cara perempuan menyajikan tulisannya tentu akan berbeda dengan laki-laki. Selama ini, kita mungkin sering melihat tulisan sejarah dari sudut pandang laki-laki.
"Cara menulis perempuan dan laki-laki berbeda, apa yang diamati biasanya merupakan sesuatu yang gak pernah dibayangkan. Perempuan menuliskan tentang dirinya sendiri, tanpa polesan opini," ucap Ruth, penulis buku ini sekaligus Dewan Pengurus Kalyanamitra.
Narasi yang dituliskan oleh perempuan biasanya memiliki ciri khas tersendiri. Kita mungkin gak akan menemukan 'heroisme' seperti pada tulisan laki-laki. Namun, kita akan membaca pengalaman yang lebih personal dan unsur humanisme di dalamnya.
Itu dia beberapa hal menarik dari buku Memori Perempuan Berjuang Melawan Tiran. Peluncuran buku ini dilakukan secara resmi oleh Nezar Patria (Wamen Kominfo) dan Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi).