Mantan Ketua MK yang juga Pakar Hukum Tata Negara Prof. Jimly Asshiddiqie saat hadir di kantor IDN HQ pada Kamis (3/10/2024). (IDN Times/Athif Aiman)
Pendiri dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama ini menjelaskan, mengapa kewenangan DKPP harus diperluas. Sebab, kebanyakan kasus pelanggaran kode etik penyelanggara pemilu karena dipengaruhi peserta pemilu.
"Karena dalam praktik, penyelenggara itu korban dari peserta. Dalam setiap hampir semua kasus, penyelenggara etika dari si penyelenggara ini gara-gara hawa nafsunya peserta. Jadi trigger point-nya itu di peserta, maka tidak adil kalau penyelengara diberi sanksi, pesertanya dibiarkan saja," kata Jimly.
Jimly tak memungkiri, sebenarnya saat ini sudah ada pihak yang mengawasi peserta pemilu melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang melibatkan berbagai unsur, seperti Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan. Sentra Gakkumdu ini menjadi pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana pemilu.
Namun menurut Jimly, dalam praktiknya, Sentra Gakkumdu tidak terlalu efektif dan fungsional.
"Walaupun ada sanksi sekarang, yaitu pidana pemilu tapi itu tidak semua harus dipidanakan, apalagi Gakkumdu tidak terlalu fungsional karena terlalu banyak perkara juga," kata dia.
Jimly menuturkan, ada perbedaan dalam menangani perkara jika DKPP diberikan kewenangan menindaklanjuti kode etik penyelenggara dan peserta pemilu. Secara garis besar penanganan etik bertujuan untuk memberikan sanksi agar memulihkan nama baik dan kepercayaan publik terhadap institusi terkait. Dalam hal ini, penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.
Sementara, penanganan perkara dalam pengadilan hukum seperti Sentra Gakkumdu sifatnya retributif yakni untuk membalas kesalahan dan pelanggaran yang telah dilakukan.
Ia pun memprediksi, diperluasnya kewenangan DKPP berpotensi menimbulkan kontroversi. Namun seiring berjalannya waktu, setelah berbagai pihak mendapat banyak manfaat, tentu cenderung akan menerima secara perlahan.
"Walaupun tentu awalnya kontroversial dan juga harus hati-hati, yang realistis, jangan terlalu (keras hukumannya), dipecat ya gak bisa. Tapi kalau sanksinya mengimbau, ya, gak apa-apa kan kasih nasehat karena yang namanya etik ini tidak menghukum, beda dengan pengadilan hukum yang retributif, membalas kesalahan," ucap dia.