Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jimly Dukung Tugas DKPP Diperluas, Bisa Tangani Etik Peserta Pemilu

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie ketika berbincang di program Real Talk by Uni Lubis di studio IDN Times. (IDN Times/Athif Aiman)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie ketika berbincang di program Real Talk by Uni Lubis di studio IDN Times. (IDN Times/Athif Aiman)
Intinya sih...
  • Jimly mendukung perluasan tugas dan fungsi DKPP
  • Tugas dan fungsi DKPP harus diakomodasi dalam undang-undang
  • Kasus pelanggaran penyelenggara pemilu dipengaruhi peserta, DKPP berpotensi menimbulkan kontroversi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ahli Hukum Tata Negara sekaligus Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) periode pertama, Jimly Asshiddiqie, mendukung wacana perluasan tugas dan fungsi dari lembaga DKPP.

Ia mendorong, ke depannya DKPP tidak hanya menangani kode etik penyelenggara pemilu. Ia berharap lembaga itu juga bisa menangani pelanggaran etik peserta pemilu.

1. Harus diakomodasi dalam UU dan nama DKPP diubah

Mantan Ketua MK yang juga Pakar Hukum Tata Negara Prof. Jimly Asshiddiqie saat hadir di kantor IDN HQ pada Kamis (3/10/2024). (IDN Times/Athif Aiman)
Mantan Ketua MK yang juga Pakar Hukum Tata Negara Prof. Jimly Asshiddiqie saat hadir di kantor IDN HQ pada Kamis (3/10/2024). (IDN Times/Athif Aiman)

Jimly mengatakan, tugas dan fungsi DKPP yang ditambah itu harus diakomodasi dalam undang-undang (UU). Selain itu, kepanjangan DKPP juga perlu diubah, dari yang semula Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menjadi Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu.

"Idealnya ini harus resmi masuk jadi public policy di undang-undang. Saya setuju sekali, tetap namanya DKPP, cuma kepanjangannya ditambahkan dua huruf, Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu sehingga termasuk peserta," kata dia dalam acara diskusi yang digelar DKPP, Rabu (11/6/2025).

2. Kebanyakan kasus pelanggaran penyelanggara pemilu karena dipengaruhi peserta

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Pendiri dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama ini menjelaskan, mengapa kewenangan DKPP harus diperluas. Sebab, kebanyakan kasus pelanggaran kode etik penyelanggara pemilu karena dipengaruhi peserta pemilu.

"Karena dalam praktik, penyelenggara itu korban dari peserta. Dalam setiap hampir semua kasus, pelanggar etika dari si penyelenggara ini gara-gara hawa nafsunya peserta. Jadi trigger point-nya itu di peserta, maka tidak adil kalau penyelengara diberi sanksi, pesertanya dibiarkan saja," tegas Jimly.

3. Sanksi pidana pemilu

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito bersama jajaran DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito bersama jajaran DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jimly tak memungkiri, sebenarnya sudah ada pihak yang mengawasi peserta pemilu melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang melibatkan berbagai unsur, seperti Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Sentra Gakkumdu ini menjadi pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana pemilu

Namun menurut Jimly, dalam praktiknya, Sentra Gakkumdu tidak terlalu efektif dan fungsional.

"Walaupun ada sanksi sekarang, yaitu pidana pemilu tapi itu tidak semua harus dipidanakan, apalagi Gakkumdu tidak terlalu fungsional karena terlalu banyak perkara juga," tuturnya.

Jimly menuturkan, ada perbedaan dalam menangani perkara jika DKPP diberikan kewenangan menindaklanjuti kode etik penyelenggara dan peserta pemilu. Secara garis besar penanganan etik bertujuan memberikan sanksi agar memulihkan nama baik dan kepercayaan publik terhadap institusi terkait. Dalam hal ini, penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.

Sementara, penanganan perkara dalam pengadilan hukum seperti Sentra Gakkumdu sifatnya retributif yakni untuk membalas kesalahan dan pelanggaran yang telah dilakukan.

Ia pun memprediksi, diperluasnya kewenangan DKPP berpotensi menimbulkan kontroversi. Namun, seiring berjalannya waktu, setelah berbagai pihak mendapat banyak manfaat, tentu cenderung akan menerima secara perlahan.

"Walupun tentu awalnya kontroversial, dan juga harus hati-hati, yang realistis, jangan terlalu (keras hukumannya), dipecat ya nggak bisa. Tapi kalo misalnya sanksinya mengimbau ya gapapa kan kasih nasihat, karena yang namanya etik ini tidak menghukum, beda dengan pengadilan hukum yang retributif, membalas kesalahan," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us