Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

MK Tolak Gugatan soal DKPP Jadi Lembaga Mandiri dan Punya Kesekjenan

Gedung MK (Foto: IDN Times)
Gedung MK (Foto: IDN Times)
Intinya sih...
  • Mahkamah Konstitusi menolak gugatan empat mantan komisioner DKPP terkait UU Pemilu.
  • MK menjelaskan bahwa kemandirian lembaga DKPP bukan kewenangan MK.
  • Pemohon menyatakan ketimpangan antara DKPP dengan KPU dan Bawaslu serta dampak independensi DKPP.

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dalam Perkara Nomor 34/PUU-XXIII/2025.

Adapun gugatan ini diajukan oleh empat pemohon yang merupakan mantan komisioner Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yaitu Muhammad, Nur Hidayat Sardini, Ferry Fathurokhman, dan Firdaus. Mereka menguji konstitusionalitas Pasal 162 dan Pasal 163 ayat (2), (3), dan (4) UU Pemilu yang mengatur tentang Sekretariat DKPP.

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

1. Pertimbangan hukum MK

DKPP RI periksa anggota Bawaslu Banyuasin atas dugaan pelanggaran etik (Dok: Humas DKPP RI)
DKPP RI periksa anggota Bawaslu Banyuasin atas dugaan pelanggaran etik (Dok: Humas DKPP RI)

Hakim Konstitusi, Ridwan Mansyur menjelaskan, salah satu pertimbangan hukum Putusan MK tersebut. MK secara khusus menegaskan, permasalahan mengenai kemandirian lembaga DKPP agar memiliki sekretariat jenderal seperti lembaga penyelenggara pemilu lainnya, bukan menjadi kewenangan MK.

"Keinginan para pemohon agar 'Sekretariat DKPP' ditafsirkan dimaknai menjadi 'Sekretariat Jenderal DKPP', sama halnya dengan memaksa Mahkamah melakukan analisis tentang ruang lingkup kewenangan kelembagaan dan jabatan-jabatan yang melekat terkait dengan sekretariat jenderal DKPP. Padahal, sesungguhnya hal tersebut bukanlah menjadi kewenangan Mahkamah untuk menentukan desain dan struktur kelembagaan suatu lembaga. Dengan kata lain, menegaskan bahwa Sekretariat DKPP ditingkatkan menjadi Sekretariat Jenderal DKPP bukan menjadi kewenangan Mahkamah," tutur Ridwan.

"Artinya, hingga saat ini, berkenaan dengan pemaknaan untuk mengubah atau menafsirkan sekretariat menjadi sekretariat jenderal atau sekretaris menjadi sekretaris jenderal, Mahkamah belum memiliki alasan untuk bergeser dari pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XVIII/2020," sambung dia.

2. Pemohon sempat soroti ketimpangan antara DKPP dengan KPU dan Bawaslu

Majelis hakim DKPP RI memimpin jalannya persidangan (Facebook DKPP RI)
Majelis hakim DKPP RI memimpin jalannya persidangan (Facebook DKPP RI)

Dalam persidangan sebelumnya, Sandy Yudha Pratama Hulu selaku kuasa hukum Pemohon membacakan permohonan. Sandy menegaskan permohonan ini bukan merupakan perkara yang sama (nebis in idem) dengan perkara sebelumnya yang tercatat dalam Putusan Nomor 167/PUU-XXII/2024, karena saat itu pokok perkara belum diperiksa oleh MK. Selain itu, para pemohon juga memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang berbeda.

“Perkara ini pernah diajukan pada diajukan di (Perkara) Nomor 167/PUU-XXII/2024 namun tidak dapat diterima ,artinya pokok perkara belum diperiksa MK. Selain itu, para pemohon juga mendalilkan secara legal standing para pemohon memiliki kedudukan hukum berbeda dibanding perkara sebelumnya,” tegasnya.

Para pemohon menilai, saat ini terdapat ketimpangan yang nyata antara DKPP dengan dua lembaga penyelenggara pemilu lainnya, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketimpangan tersebut terlihat dari aspek administratif dan otonomi anggaran. DKPP, yang masih menginduk kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga dinilai tidak memiliki kemandirian sebagaimana yang dimiliki KPU dan Bawaslu yang telah memiliki sekretariat jenderal sendiri.

3. Pemohon soroti dampak independensi DKPP

Tim Hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) melaporkan jajaran KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur ke DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Tim Hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) melaporkan jajaran KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur ke DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pemohon menilai Pasal 162 dan 163 UU Pemilu menyebabkan ketergantungan DKPP terhadap pemerintah—khususnya dalam pengangkatan Sekretaris DKPP—pengelolaan anggaran, dan status administratif yang berada di bawah Kemendagri. Hal ini bertentangan dengan prinsip independensi lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan (5) UUD 1945.

Dalam permohonannya, para Pemohon juga menyoroti proses pengelolaan kepegawaian dan sarana prasarana DKPP yang masih harus berkoordinasi dengan Kemendagri. Hal ini dinilai memperlemah kemandirian DKPP sebagai lembaga yang seharusnya berdiri independen dan sejajar dengan KPU dan Bawaslu.

Muhammad sebagai Pemohon I merupakan mantan Ketua DKPP RI, turut menceritakan pengalaman pada 021 saat DKPP menyelenggarakan proses seleksi internal untuk calon Sekretaris DKPP. Hasil seleksi menetapkan Dini Yamashita sebagai calon Sekretaris DKPP dan telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Namun, Mendagri justru mengangkat Yudia Ramli sebagai Sekretaris DKPP melalui Keputusan Mendagri No. 821.2-4913 Tahun 2021, tanpa mempertimbangkan hasil seleksi DKPP.

Muhammad mengungkapkan, keputusan tersebut diambil sepihak oleh Mendagri dan minim melibatkan DKPP. Ia mengaku hanya bisa menerima keputusan tersebut meskipun bertentangan dengan hasil Rapat Pleno DKPP.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan Pasal 162 UU Pemilu inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai sebagai ketentuan yang mengatur bahwa “untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang DKPP, dibentuk Sekretariat Jenderal DKPP”.

Sementara itu, terhadap Pasal 163 ayat (2) UU Pemilu, para Pemohon meminta agar jabatan Sekretaris DKPP yang diatur diisi oleh ASN dengan jabatan pimpinan tinggi pratama dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai “sebagai ASN dengan jabatan pimpinan tinggi madya”. Mereka juga meminta MK menyatakan Pasal 163 ayat (3) inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai bahwa “pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Jenderal DKPP dilakukan oleh Presiden atas usul DKPP, bukan oleh Menteri Dalam Negeri”.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us