BGN Akan Evaluasi SPPG Buntut KLB Keracunan MBG

- Dadan menekankan pentingnya kehati-hatian pada setiap kasus, termasuk kasus keracunan di Nusa Tenggara Timur yang bukan akibat MBG.
- BGN mendorong percepatan sertifikasi standar keamanan pangan, mulai dari HACCP hingga SLHS untuk seluruh SPPG.
Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan, penanggulan kejadian luar biasa (KLB) pada Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah menimbulkan banyak korban akibat keracunan makanan akan berfokus pada evaluasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Hal tersebut dia sampaikan dalam Konferensi Pers Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/10/2025).
"Memang kita sedang persiapkan di seluruh SPPG yang memiliki dua sertifikasi (HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS)) tersebut. Yang pertama terkait dengan sertifikasi hygiene dan sanitasi, itu memang yang sedang kita kejar di awal-awal ini," kata Dadan.
1. Aspek kehati-hatian pada setiap kasus

Dadan mengatakan, harus ada kehati-hatian pada setiap kasus. Contohnya, salah satu kasus keracunan di Nusa Tenggara Timur (NTT) rupanya bukan akibat MBG.
"Sekaligus juga kita merupakan aspek kehati-hatian. Jadi ada satu kejadian di NTT, satu SMP kita stop begitu ada kejadian dan sepuluh hari kemudian ternyata di SMP itu mengalami keracunan yang bukan dari MBG. Ini adalah salah satu aspek untuk kehati-hatian," kata dia.
2. Penguatan sertifikasi dan pengawasan SPPG

Lebih lanjut, Dadan menegaskan, pihaknya beserta Kementerian Kesehatan mendorong percepatan sertifikasi standar keamanan pangan, mulai dari HACCP hingga SLHS.
"Aturan yang sudah saya buat itu agar seluruh SPPG melihat pedoman-pedoman apa saja yang nanti dipersiapkan agar siap ketika ada lembaga yang mensertifikasi," kata dia.
3. MBG program bagus untuk membentuk generasi sehat

Sementara, Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus, Aries Marsudiyanto, mengatakan, negara lain butuh belasan tahun untuk menjalankan MBG, sedangkan Indonesia belum ada setahun.
"Belum ada satu tahun, sudah 30 juta kurang lebih penerima manfaat dan sudah lebih dari satu miliar sajian, satu miliar nampan. Ini enam kali penduduk Singapura. Sekali lagi, ini adalah program yang sangat bagus untuk membentuk generasi sehat, generasi pinter, dan generasi emas," kata dia.
Aries juga menyampaikan permintaan maaf kepada ribuan korban keracunan MBG dan mengingatkan masyarakat untuk mengambil hikmah.
"Kita semuanya mohon maaf, namun juga kita ambil hikmahnya. Ternyata ada beberapa SPPG yang mungkin melakukan di luar SOP yang sudah ditetapkan," kata dia.