Ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)
Lebih lanjut, Mardani mengusulkan agar pemungutan suara pada Pemilu 2029 tidak digelar dalam waktu satu hari secara serentak di seluruh daerah.
Menurut dia, pemungutan suara yang diselenggarakan hanya dalam waktu sehari terlalu memaksakan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, sehingga idealnya membutuhkan waktu seminggu.
Dia menjelaskan, nantinya setiap daerah diberikan keleluasaan untuk memilih hari apa saat menggelar pemungutan suara. Asalkan harinya masih dalam rentang waktu seminggu yang diberikan.
"Seminggu cukup. Nanti usul saya setiap daerah mengajukan sendiri, terverifikasi," ujar dia.
Dia mengatakan, hari pemungutan suara yang dipilih setiap daerah wajib mempertimbangkan karakteristik masyarakat setempat.
Misalnya, seperti warga di Bekasi yang kebanyakan pekerja pabrik. Pemungutan suara yang digelar hari Rabu seperti yang berlaku pemilu sebelumnya dianggap tidak efektif karena banyak pabrik yang mengalami kerugian harus mengorbankan satu hari waktu kerjanya untuk libur.
Sementara, aturan berbeda juga bisa diterapkan seperti di wilayah Sulawesi Utara yang mayoritas warganya Nasrani. Jika pemungutan suara di hari Minggu, tidak efektif karena terbentur dengan jadwal ibadah ke gereja.
"Misal kayak Bekasi kabupaten, itu kan the biggest industrial park di Indonesia. Pokoknya Rabu, ya, protes lah mereka. Satu hari mereka shutdown, cost-nya tinggi sekali. Padahal mereka terikat kontrak dengan banyak pihak. Mereka gak mau. Mereka Sabtu, Minggu, gak masalah," kata dia.
Jam pelaksanaan pemungutan suara juga diusulkan agar fleksibel dan tak serentak. Misalnya, tempat pemungutan suara (TPS) diperbolehkan buka pukul 12.00 sampai 17.00.
"Dan dibukanya TPS, mungkin jangan jam 09.00 sampai 12.00. Ya, kita buka 12.00 sampai 17.00. Kenapa, (bagi pemilih yang Nasrani misalnya) bisa ke gereja dulu pagi, siangnya ke itu (TPS), gitu lho. Jadi lentur (waktunya)," ucap dia.