Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251028_150114.jpg
Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Usul pemungutan suara digelar seminggu

  • Menyesuaikan kondisi karakteristik masyarakat setempat

  • Jam pemungutan suara juga fleksibel

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera mengusulkan agar sekolah bisa dipakai untuk tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2029 mendatang.

Menurutnya, sekolah yang dimanfaatkan sebagai TPS jauh lebih efektif. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak perlu repot membuat TPS. Waktu penyelanggaraan pemungutan suaranya pun fleksibel. Efektifnya digelar Sabtu dan Minggu, saat sekolah libur.

"Ngapain sih bikin (TPS), sekolah kita ribuan lho, itu bisa dipakai. Kalau Sabtu-Minggu kan bisa dipakai," kata dia saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

1. Usul pemungutan suara digelar seminggu

Rekapitulasi suara di TPS 001 Desa Nguri Kecamatan Lembeyan. IDN Times/Riyanto.

Mardani juga mengusulkan agar pemungutan suara Pemilu 2029 tidak digelar dalam waktu satu hari secara serentak di seluruh daerah.

Menurut Mardani, pemungutan suara yang diselenggarakan hanya dalam waktu sehari terlalu memaksakan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, sehingga idealnya membutuhkan waktu seminggu.

Ia menjelaskan, nantinya setiap daerah diberikan keleluasaan untuk memilih hari apa saat menggelar pemungutan suara. Asalkan harinya masih dalam rentang waktu seminggu yang diberikan.

"Seminggu cukup. Nanti usul saya setiap daerah mengajukan sendiri, terverifikasi," ucap Mardani.

2. Menyesuaikan kondisi karakteristik masyarakat setempat

Pj Gubernur NTB Hassanudin saat menggunakan hak pilih di TPS 01 Kelurahan Pejanggik Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Politikus PKS ini pun mengungkapkan, hari pemungutan suara yang dipilih setiap daerah tentu wajib mempertimbangkan karakteristik masyarakat setempat.

Misalnya, seperti warga di Bekasi yang kebanyakan pekerja pabrik. Pemungutan suara yang digelar hari Rabu seperti yang berlaku pemilu sebelumnya dianggap tidak efektif. Karena banyak pabrik yang mengalami kerugian harus mengorbankan satu hari waktu kerjanya untuk libur.

Sementara, aturan berbeda juga bisa diterapkan seperti di wilayah Sulawesi Utara yang mayoritas warganya nasrani. Jika pemungutan suara di hari Minggu, tidak efektif karena terbentur dengan jadwal ibadah ke gereja.

"Misal kayak Bekasi kabupaten, itu kan the biggest industrial park di Indonesia. Pokoknya Rabu, ya protes lah mereka. Satu hari mereka shutdown, cost-nya tinggi sekali. Padahal mereka terikat kontrak dengan banyak pihak. Mereka enggak mau. Mereka Sabtu, Minggu, enggak masalah," ucapnya.

3. Jam pemungutan suara juga fleksibel

Mantan gubernur Jakarta, Anies Baswedan ketika memberikan hak suaranya di TPS di Lebak Bulus. (www.instagram.com/@aniesbaswedan)

Lebih lanjut, kata Mardani, jam digelarnya pemungutan suara juga fleksibel dan bisa berbeda-beda. Ia mengusulkan tempat pemungutan suara (TPS) diperbolehkan buka pukul 12.00 sampai 17.00.

"Dan dibukanya TPS, mungkin jangan jam 09.00 sampai 12.00. Ya kita buka 12.00 sampai 17.00. Kenapa, (bagi pemilih yang nasrani misalnya) bisa ke gereja dulu pagi, siangnya ke itu (TPS), gitu loh. Jadi lentur (waktunya)," imbuh dia.

Editorial Team