MBG Dinilai Alat Kampanye Prabowo di Pemilu 2029, Disebut Bukan Solusi

- Sukidi turut mengkritik kebijakan-kebijakan populis Presiden Prabowo. Salah satunya adalah program MBG. Namun, populisme dipakai sebagai instrumen untuk memberikan kesan bahwa ia seorang presiden yang pro-rakyat.
- Sukidi juga menyoroti kematian meritokrasi di pemerintahan Presiden Prabowo. Sebaliknya, yang tumbuh berkembang adalah tradisi kepemimpinan yang dibangun di atas fondasi kakistokrasi
- Program MBG dinilai janji politik dan menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo.
Jakarta, IDN Times - Pemikir Kebinekaan, Sukidi, menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak lebih sebagai program kampanye politik Presiden Prabowo Subianto untuk kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
Hal itu disampaikan Sukidi dalam diskusi bertajuk, Menuju Satu Tahun Pemerintahan Prabowo: Bisul-Bisul Permasalahan Bangsa, di mana Akarnya?, di Kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).
Mulanya, Sukidi menyoroti tentang prahara 25-31 Agustus, kemarahan publik khususnya masyarakat kelas menengah terhadap elite-elite Republik ini. Peristiwa akhir Agutus lalu bentuk kemarahan populer (populist angry) yang ditujukan pada elite, yang kehilangan empati dan kepekaan terhadap penderitaan rakyat.
Dia menilai, kondisi ekonomi nasional secara statistik menunjukkan tren positif. Namun, sebaliknya kondisi riil di lapangan menunjukkan fakta berbeda. Ketimpangan ekonomi kian melebar. Kelas menengah tidak tersentuh oleh kebijakan negara.
Karena itu, Presiden harus mewujudkan keadilan terutama bagi mayoritas rakyat kelas menengah, kelas menengah yang rentan jatuh miskin, maupun kelompok miskin.
"Saya tidak melihat jawabannya itu ada di MBG. Karena MBG itu tak lebih dari sekedar kampanye politik untuk kepentingan Pemilu 2029, dan tidak ada teori manapun yang menegaskan bahwa kemajuan satu negara itu ditentukan karena MBG," kata Sukidi dalam diskusi tersebut.
Menurut dia, pergeseran anggara negara dari pendidikan ke MBG menandakan bahwa kebangkitan model populisme kepemimpinan sedang menjadi satu model kepemimpinan yang nyata di Indonesia untuk menarik simpati rakyat.
"Karena itu, manajemen ketakutan dan manajemen teror itu bergentayangan di sekitar kita. Kita menyadari dan kita menciumnya tapi seolah-olah kita masih merasa hidup di negara demokratis, tapi sebenarnya itu semua sudah berlalu. We are living in authoritarian time kita hidup dalam waktu zaman authoritarian itu sendiri," kata Sukidi.
1. Soroti kebijakan populis jadi senjata Prabowo

Sukidi turut mengkritik kebijakan-kebijakan populis Presiden Prabowo. Salah satunya adalah program MBG. Namun, populisme dipakai sebagai instrumen untuk memberikan kesan bahwa ia seorang presiden yang pro-rakyat. Padahal, ia tidak cukup menjiwai penderitaan rakyat. Hal ini tercermin pada kelas menengah yang paling terjepit dalam pusaran ekonomi.
Lebih jauh, ia menyampaikan, alasan munculnya kemarahan publik karena kanal-kanal perubahan di institusi formal mengalami kemacetan. Publik memilih turun ke jalan sebagai bagian dari protes terhadap kebijakan negara yang tidak memberikan keadilan bagi mayoritas rakyat.
Di sisi lain, pemerintah kehilangan apa yang disebut Paus Francisco sebagai "the ethic of compassion", etika bela rasa terutama terhadap penderitaan rakyat yang hari demi hari semakin berat. Hal itu tergambar dari fenomena pinjaman online yang semakin besar, pendapatan yang berbanding terbalik dengan kebutuhan yang semakin mahal.
"Sekiranya masalah utama ekonomi ini tidak teratasi, maka kita hanya menunda waktu saja untuk terjadinya ledakan kemarahan publik yang semakin besar," kata dia.
2. Soroti kematian meritokrasi di pemerintahan Prabowo

Sukidi juga menyoroti kematian meritokrasi di pemerintahan Presiden Prabowo. Sebaliknya, yang tumbuh berkembang adalah tradisi kepemimpinan yang dibangun di atas fondasi kakistokrasi.
Mereka yang terpilih bukan yang secara merit memenuhi kualifikasi, tapi mereka yang loyal pada pemimpinnya. Ia mengutip pesan Bung Hatta bahwa "pujian tidak memberi petunjuk dan tak sedikit pemimpin yang jatuh karena pujian."
"Yang dibutuhkan hari-hari ini bukan pujian karena bual adalah the silent killer pembunuh diam-diam terhadap seorang pemimpin," ujar dia.
3. MBG janji manis Prabowo di Pilpres 2024

Program MBG termasuk janji politik dan menjadi salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto pada kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Program ini resmi diluncurkan pemerintah mulai Senin 6 Januari 2025.
Anggaran MBG ditetapkan sebesar Rp335 triliun pada APBN 2026. Dibandingkan pagu 2025 senilai Rp71 triliun, terjadi lonjakan lebih dari empat kali lipat. Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkapkan, anggaran MBG telah terealisasi sebesar Rp21,64 triliun, naik 12 persen dibandingkan posisi sebelumnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Purbaya Yudhi Sadewa, memastikan akan tetap memangkas anggaran program MBG tahun ini apabila penyerapannya tidak maksimal hingga bulan ini. Anggaran MBG yang tidak terserap akan dialihkan untuk membiayai program-program yang langsung menggerakkan perekonomian.
“Kalau enggak dipakai, ya diambil. Kenapa? Di sana juga nganggur duitnya. Saya sebarin ke tempat lain yang lebih siap,” ujar Purbaya di Balai Kota, Jakarta, Selasa (7/10/2025).