Meski Sudah Damai, Guru yang Cubit Murid di Sidoarjo Tetap Divonis 3 Bulan Penjara. Kok Bisa?

Kisah guru yang dituntut akibat mencubit murid ternyata belum menemui titik akhir. Ya, setelah sebelumnya dikabarkan kalau pada Juni silam Pengadilan Negeri PN Sidoarjo, Jawa Timur sempat menyidang seorang guru SMP bernama Muhammad Samhudi. Guru dari SMP Raden Rahmat Balongbendo itu disidang dengan tuduhan menganiaya muridnya yang bernama Arif (nama samaran).
Seperti dilansir dari Kompas.com, setelah hampir satu bulan proses berlangsung, Samhudi dibanjiri dukungan dari netizen. Dukungan tersebut membuat orangtua murid akhirnya mau bertemu dan dimediasi oleh Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad. Pada bulan Juli, keduanya pun dipertemukan. Guru dan orangtua saling berdikusi hingga bertemu kata damai. Namun, kata damai bukanlah akhir dari kasus ini.
Proses hukum Samhudi ternyata tetap berlanjut.
Setelah proses perdamaian beres, Nur Ahmad mengaku kalau orangtua akan mencabut laporan, tapi proses pengadilan terhadap Samhudi tetap berjalan. Kamis (4/8), proses pengadilan dilanjutkan dengan pembacaan vonis terhadap Samhudi. Ketua Majelis Hakim, Rini Sesuni mengatakan kalau terdakwa telah melanggar Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang Nomor 35 Tahun 014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 terkait Perlindungan Anak.
UU tersebut pun akhirnya membuat Samhudi dituntut hukuman kurungan penjara enam bulan. Namun, Majelis memiliki pertimbangan tersendiri, sehingga vonis hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa. Rini mengatakan jasa Samhudi sebagai guru masih diperlukan, kemudian terdakwa dengan korban sudah damai, dan terdakwa belum pernah berurusan dengan hukum.
Samhudi tetap dihukum dengan kurungan tiga bulan penjara.
Rini melanjutkan, atas dasar-dasar nilai 'kemanusiaan' yang coba dibawa, pengadillan pun akhirnya memutuskan hukuman kurungan penjara tiga bulan dengan masa percobaan selama enam bulan pun dijatuhkan pada Samhudi. Setelah vonis dibacakan, tidak banyak kata yang keluar dari mulut Samhudi. Dirinya mengaku pasrah dengan vonis tersebut.
Kuasa hukum Samhudi, Priyo Utomo mengaku tidak puas dengan proses penyidikan perkara. Namun, terkait putusan hakim, menurut Priyo hal tersebut termasuk arif. Pihaknya masih akan membahas dengan tim terkait langkah hukum yang akan diambil.
Kasus 'kekerasan' dan terlalu 'dimanjakannya' anak sekarang.
Kasus ini berawal dari hukuman Samhudi terhadap murid yang telat mengikut ibadah shalat Dhuha. Hukum yang diterima murid berupa cubitan di tangan. Kemudian, orangtua tidak terima sehingga membawanya ke ranah hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa terkadang pandangan setiap orang akan suatu hal itu berbeda. Banyak yang merasa kalau kekerasan itu sangatlah tidak tepat. Namun, ada pula yang menganggap kalau kekerasan demi kebaikan itu tidak masalah. Konsep-konsep ini yang kadang disalahartikan. Orangtua memang berperan sebagai pelindung anak, tapi guru juga punya peran penting dalam pendidikan.
Orangtua dengan kata lain 'menitipkan' sang anak kepada guru. Apa yang diinginkan? Pendidikan yang layak baik secara akademis maupun moral. Namun, orangtua jadi 'memanjakan' karena inginkan yang 'terbaik'. Mereka seakan-akan buta kalau pendidikan moral bukan hanya dengan pembelaan, tapi juga nasihat yang membuatnya paham akan konsekuensi atas tindakan.