ICW Soroti Lolosnya Johanis Tanak Sebagai Capim KPK: Figur Bermasalah

02 Okt 2024, 12:36 WIB

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (IDN Times/Aryodamar)

Intinya sih...

Indonesia Corruption Watch menilai Johanis Tanak tidak mumpuni untuk menjadi pimpinan KPK periode 2024-2029.
Tanak dianggap bermasalah dari segi integritas dan kompetensi, dengan latar belakang dugaan pelanggaran etik dan kegaduhan selama menjabat sebagai Pimpinan KPK.

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch menyoroti lolosnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak sebagai calon pimpinan KPK periode 2024-2029. Mereka menilai Tanak merupakan figur bermasalah.

"ICW menyayangkan bahwa Pansel masih meloloskan figur yang bermasalah, seperti Johanis Tanak," ujar Peneliti ICW, Diky Anandya, Rabu (2/10/2024).

1. Johanis Tanak dinilai bukan sosok mumpuni

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (IDN Times/Aryodamar)

Menurut ICW, Johanis Tanak adalah sosok tak mumpuni, baik dari segi integritas maupun kompentensi. Dari segi integritas, Tanak pernah dilaporkan ICW soal dugaan pelanggaran etik meski tak ada putusan terkait hal tersebut.

"Sekalipun tidak ada putusan etik atas pelanggaran tersebut, namun Pansel rasanya gagal untuk menggali lebih dalam mengenai tindakan yang bersangkutan, termasuk ketika Tanak menghapus bukti berupa chat dengan pihak yang berperkara tersebut," tutur Diky.

2. ICW sebut Johanis Tanak kerap buat gaduh

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konpers KPK bersama TNI terkait penetapan tersangka Kepala Basarnas (IDN Times/Aryodamar)

Dari segi kompetensi, kata Diky, Johanis Tanak kerap menimbulkan kegaduhan alih-alih prestasi. Kepemimpinannya pun bisa dilihat dari dua tahun menjabat sebagai Pimpinan KPK.

"Lalu apa tolak ukur yang digunakan oleh Pansel untuk meloloskan yang bersangkutan? Bukankah jika dirinya kelak terpilih, hanya akan mengulangi kegaduhan yang sama?" ujarnya.

"Maka dari itu, ICW mendorong agar DPR benar-benar memperhatikan aspek-aspek integritas dan kompetensi pada setiap kandidat agar tidak mengulangi kesalahan ketika memilih komisioner yang terbukti bermasalah pada tahun 2019 lalu," tutur Diky.