Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Alasan Keluarga Jadi Tempat Rekrutmen Terorisme

(Ilustrasi teroris) IDN Times/Sukma Shakti
(Ilustrasi teroris) IDN Times/Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times – Fenomena perekrutan terorisme melalui keluarga baru mulai disadari oleh masyarakat saat terjadinya insiden bom di Surabaya yang melibatkan satu keluarga. Ada alasan tersendiri mengapa para teroris akhirnya merekrut keluarga mereka sendiri.

1. Mempercepat aksi radikalisasi

Default Image IDN
Default Image IDN

Proses radikalisasi yang dilakukan antar keluarga ternyata bisa lebih mudah diterapkan, menurut Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSDA), Dr Ihsan Ali Fauzi dalam diskusi di LIPI, Jakarta, Kamis(17/5/2018).

“Mempercepat radikalisasi, yang terjadi adalah seseorang yang sudah tumbuh dalam radikalisme dalam satu keluarga, maka tidak perlu lagi ada radikalisasi. Jadi proses itu bisa cepat dan instan,” ujarnya. 

Ali Fauzi mencontohkan kasus pengeboman salah satu dari tiga gereja di Surabaya beberapa hari lalu. Salah satu pelaku pengeboman, yakni Dita Oepriarto, adalah keponakan Sukastopo, tersangka Bom Bali I.

“Dita itu ponakan Sukastopo yang merupakan tersangka Bom Bali I. Ditangkap pada 2002 karena terlibat Bom Bali I. Ini adalah jaringan lama (menunjuk foto Sukastopo) dan ini buat jaringan baru (menunjuk foto Dita),” ujar Ali.

2. Adanya kepercayaan dan cinta

Default Image IDN
Default Image IDN

Perekrutan pelaku teroris menggunakan anggota keluarga juga terjadi karena adanya trust antar sesama anggota keluarga dan ikatan cinta. Sehingga tidak ada lagi pertimbangan secara politik, dan ideologi lainnya. “Karena pondasi mereka adalah kepercayaan dan cinta,” ucapnya. 

3. Radikalisasi jangka Panjang

Default Image IDN
Default Image IDN

Keikutsertaan anggota keluarga dalam jaringan terorisme juga bisa berdampak jangka panjang pada keluarga itu sendiri. Meskipun salah satu anggota merasa apa yang diperbuat adalah tindakan tercela, butuh waktu bagi anggota lainnya untuk keluar dari ideologi tersebut.

“Meskipun tahu itu adalah perbuatan yang salah, tapi untuk keluar dari lingkaran radikalisme tersebut butuh waktu yang panjang. Karena di dalam jaringan tersebut terdapat keluarganya, kakak-kakaknya,” katanya.

 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Afriani Susanti
EditorAfriani Susanti
Follow Us