Jadi "Pasien" KPK, Bupati Lampung Utara Terancam Bui 20 Tahun

Jakarta, IDN Times - Karier Agung Ilmu Mangkunegara di pemerintahan nyaris tamat usai ia resmi jadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa dini hari (8/10). Mengenakan rompi oranye dan kedua tangan diborgol, Agung memasuki mobil tahanan yang akan membawanya ke rutan Pomdam Jaya Guntur. Ia akan memulai masa penahanannya selama 20 hari ke depan.
Lalu, apa komentarnya usai resmi menjadi "pasien" komisi antirasuah?
"Silakan tanya ke penyidik ya," kata Agung dini hari tadi.
Ditahannya Agung sesungguhnya menjadi alarm karena ia adalah pemimpin muda namun justru terjebak di lubang yang sama dengan para seniornya yakni tergoda perilaku korup. Eks politikus Partai Nasional Demokrat itu mengikuti jejak rekannya dari Partai Amanat Nasional, Zumi Zola, pemimpin muda dan tumpuan harapan, namun berakhir jadi "pasien KPK".
Agung ditetapkan jadi tersangka usai komisi antirasuah menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Minggu hingga Senin kemarin. Dari operasi senyap itu, KPK berhasil menemukan barang bukti duit mencapai Rp728 juta. Duit itu tersebar di beberapa rumah, termasuk kediaman dinas Agung di Kotabumi, Lampung.
Lalu, digunakan untuk apa saja duit-duit itu oleh Agung?
1. Duit suap yang diterima oleh Bupati bisa digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan dia

Di dalam pemberian keterangan pers yang dilakukan pada Senin malam, Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan duit yang didapat Agung bersumber dari dua dinas yakni PUPR dan perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.
"Uang tersebut direncanakan digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan AIM (Agung), Bupati Lampung Utara," kata Basaria semalam.
KPK merinci total uang yang seharusnya diterima oleh Agung mencapai Rp1,24 miliar. Duit senilai Rp1 miliar diserahkan oleh dinas PUPR. Sedangkan Rp240 juta diserahkan oleh pejabat di dinas perdagangan.
2. Agung sudah berbuat korup sejak awal duduk sebagai Bupati

Agung dilantik sebagai Bupati Lampung Utara sejak 2018 lalu. Namun, sejak awal ia duduk sebagai Bupati, Agung justru sudah berbuat korupsi.
Hal itu terbukti ketika ia berkomunikasi kepala dinas PUPR Syahbudin. Agung mengatakan kepada Syahbudin apabila ingin menjadi kepala dinas, maka ia harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh dinas PUPR.
Sedangkan, kata Basaria, rekanan dinas PUPR Chandra Safari sudah mengerjakan proyek pada tahun 2017-2019. Total proyek yang telah dikerjakan oleh kontraktor Chandra mencapai 10 buah.
"Sebagai imbalan atau fee maka CHS (Chandra) diwajibkan menyetor uang kepada AIM (Agung), Bupati Lampung Utara melalui SYH (Syahbudin), Kepala Dinas PUPR dan RSY (Raden Syahrial), orang kepercayaan Bupati," tutur Basaria.
Dari data yang diperoleh KPK pada tahun 2019 saja, Agung sudah menerima fee senilai Rp1 miliar. Itu belum ditambah dengan duit dari dinas perdagangan yang mencapai Rp240 juta.
3. Bupati Agung terancam pidana penjara 20 tahun

Sementara, akibat perbuatannya itu ia dan lima orang lainnya ditetapkan oleh penyidik KPK sebagai tersangka korupsi. Tersangka ditetapkan sesuai dengan perannya yakni penerima suap dan pemberi.
Agung dan tiga orang lainnya yakni Raden Syahril (orang kepercayaan), Syahbuddin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara) dan Wan Hendri (Kepala Dinas Perdagangan). Keempatnya disangkakan oleh penyidik KPK menggunakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999. Apabila ditelusuri di pasal itu maka setiap penyelenggara negara yang terbukti menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah itu diberikan untuk menggerakan sesuatu terkait dengan jabatannya, bisa dipidana penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
4. KPK mengimbau kepada kepala daerah agar tak khawatir mengambil keputusan secara benar selama tidak korupsi

Dalam kesempatan itu, Basaria juga mengimbau kepada para kepala daerah agar tidak perlu khawatir apabila hendak mengambil keputusan. KPK, kata Basaria, tidak akan menangkap para kepala daerah apabila tak disertai bukti kuat.
"Sepanjang para kepala daerah melakukan segala sesuatunya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak ada embel-embel suap, fee atau sejenisnya, maka kepala daerah tidak perlu takut apabila tidak melakukan korupsi," kata Basaria.
Komisi antirasuah, kata Basaria lagi, bisa memilah dengan tepat sesuai aturan hukum dan bukti yang ada, mana yang melakukan korupsi dan mana yang berkomitmen untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih.