Kapan Batas Waktu Menyantap Sahur, Saat Imsak atau Azan Subuh?

- Sahur dilakukan sebelum azan subuh untuk kuat menjalankan puasa hingga berbuka puasa.
- Ada kebingungan terkait batas waktu makan sahur, dimulainya waktu puasa adalah ketika terbit fajar bukan pada waktu imsak.
- Pemahaman masih bolehnya menyantap sahur saat azan subuh berkumandang adalah keliru dan bisa membuat puasa tidak sah.
Jakarta, IDN Times - Sahur menjadi aktivitas yang tidak pernah ketinggalan saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Aktivitas makan sahur ini dilakukan dini hari sebelum masuk azan subuh agar seseorang bisa kuat menjalankan puasa hingga waktunya berbuka puasa.
1. Batas waktu sahur: sampai imsak atau azan subuh?

Seseorang biasanya menyantap sahur satu jam sebelum imsak maupun azan subuh berkumandang, ada juga yang menyantap sahur 10–15 menit sebelum azan subuh. Akan tetapi, tak sedikit pula umat Islam yang menyantap sahur hingga azan subuh berkumandang. Terlebih lagi jika terlambat bangun sahur.
Terkait dengan batas waktu makan sahur, tak sedikit pula umat Muslim yang kebingungan dengan hal ini. Apakah seseorang harus berhenti makan sahur saat imsak tiba atau hingga azan subuh berkumandang?
2. Imsak hanya anjuran, bukan batas waktu sahur

Dalam beberapa riwayat, seperti dari Imam Al-Mawardi, Sirojudin Al-Bulqini, dan Musthafa Al-Khin, secara eksplisit dijelaskan bahwa dimulainya waktu puasa adalah ketika terbit fajar yang merupakan tanda masuknya waktu salat subuh, bukan pada waktu imsak. Adapun berimsak (mulai menahan diri) lebih awal sebelum terbitnya fajar hanya sebagai anjuran agar lebih sempurna masa puasanya. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Al-Mawardi dalam kitab Iqna, yang berbunyi:
وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا
Artinya:
Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya (Lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’ [Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74), dilansir dari lampung.nu.or.id.
3. Batas waktu sahur saat azan subuh berkumandang, lebih dari itu tidak sah

Kemudian, pemahaman mengenai masih bolehnya menyantap sahur saat azan subuh berkumandang adalah hal yang keliru. Pemahaman ini muncul didasari sebuah hadis riwayat Abu Daud:
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ، وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ.
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar panggilan, sementara wadah makanan masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan hajatnya (makan).” (HR. Abu Daud)
Namun, pemahaman itu tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh hadis tersebut. Hadis di atas dimaksudkan bahwa azan yang dilantunkan oleh Bilal merupakan sebelum terbit fajar, bukan azan subuh. Saat itu, azan dilakukan dua kali, yakni azan pertama untuk penanda bagi orang yang tengah beristirahat setelah melakukan qiyamullail dan membangunkan yang tengah terlelap, kemudian azan kedua ialah azan subuh yang dikumandangkan oleh Ibnu Ummi Maktum.
Dengan demikian, pemahaman masih diperbolehkannya makan sampai selesai azan subuh adalah salah dan tidak boleh diamalkan. Bahkan, jika tetap menyelesaikan makan dan minum saat azan subuh dikumandangkan, maka puasanya tidak sah dan wajib qadla.