Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Mendikbudristek RI, Nadiem Makarim. (IDN Times/Kevin Handoko)

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) buka peluang memeriksa mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim terkait kasus korupsi proyek digitalisasi pendidikan di Kemendikbud periode 2019-2022.

Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan pemeriksaan Nadiem menunggu kebutuhan penyidik.

“Itu semua yang akan dikerjakan oleh penyidik. Misalnya pihak-pihak mana atau siapa-siapa yang patut dipanggil, diperiksa untuk membuat terang. Semua pihak mana pun, siapa pun yang membuat terang tindak pidana ini bisa saja dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan,” kata Harli di Kejagung, Selasa (27/5/2025).

Kejagung ingin mendalami pihak yang memberikan perintah eksekusi proyek pengadaan laptop berbasis chromebook tersebut. Padahal, proyek itu telah dinyatakan tidak efektif.

“Itu juga menjadi substansi penyidikan, pemeriksaan. Jadi apa yang menjadi tugas-tugas yang bersangkutan, apa yang dia lakukan, apakah tugas-tugas itu dilakukan sendiri atau karena atas perintah, baik perintah jabatan atau orang misalnya, nah ini semua akan diungkap dalam proses penyidikan,” kata Harli.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menggeledah dua apartemen milik staf khusus Nadiem Makarim, di Apartemen Kuningan Place milik Fiona Handayani (FH) dan di Apartemen Ciputra World 2 milik Juris Stan (JS).

“Penyidik Jampidsus menemukan barang bukti berupa barang elektronik yaitu satu unit laptop dan empat unit handphone milik FH,” kata Harli, Senin (26/5/2025) malam.

Sementara itu, di apartemen milik Juris, penyidik menyita dua harddisk, satu flashdisk dan satu laptop serta 15 buku agenda.

Setelah penggeledahan, Kejagung menaikkan status kasus ke tahap penyidikan pada 21 Mei 2025.

Adapun duduk perkara ini diduga ada persekongkolan atau pemufakatan jahat dari berbagai pihak dengan cara mengarahkan kepada tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK.

“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system chromebook,” kata Harli.

Padahal, pada 2019, penggunaan laptop yang berbasis pada operating system chromebook itu sudah diuji coba dengan hasil tidak efektif.

“Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ,” kata Harli.

Proyek ini pun memakan anggaran negara hingga Rp9,9 triliun yang terdiri dari Rp3,5 dari satuan pendidikan dan Rp6,3 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK).

Editorial Team