Yuk, Ikut Kelas Pranikah Pemkot Surabaya

Oleh Amir Tedjo
SURABAYA, Indonesia —Kelas ini bukan kelas yang formal seperti layaknya di sekolah atau kuliah. Namun meski bukan kelas formal, namun suasana kelas ini tetap serius. Sebanyak 36 orang yang siang itu menjadi "mahasiswanya" itu duduk tenang menyimak paparan materi yang disampaikan oleh pembicara.
Tak tampak wajah bosan atau jenuh di wajah wajah mereka. Mereka antusias mengikuti materi siang itu. Bahkan saat sesi tanya jawab dibuka, mereka pun seolah berlomba untuk mengajukan pertanyaan.
Kelas ini memang bukan sembarang kelas. Namanya kelas pranikah. Kelas yang diinisiasi oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A), Pemerintah Kota Surabaya. Diadakan setiap akhir pekan. Kelas ini sebenarnya memang ditujukan untuk pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Namun meski yang disasar adalah pasangan yang akan melangsungkan pernikahan, tak menutup peluang bagi para jomblo atau yang sudah punya pasangan tapi belum akan menikah dalam waktu dekat untuk ikut kelas nikah ini.
Seperti yang terjadi siang itu, kelas pranikah ini diikuti oleh 36 orang. Namun di antara itu, hanya tiga orang yang datang dengan pasangannya. Selebihnya, adalah peserta jomblo. Kalau pun sudah punya pasangan, dia datang sendirian. Selain itu, kelas ini juga masih didominasi oleh kaum hawa.
Kepala Dinas Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Nanis Chairani tak mempermasalahkan soal masih sedikitnya jumlah pasangan yang akan menikah yang ikuti kelas ini.
"Tak masalah. Ini kan baru berjalan awal. Masih belum tersosialiasi dengan gencar. Kalau pun yang datang lebih banyak perempuannya, saya berharap pengetahuan yang didapat dari kelas ini bisa ditularkan ke pasangan prianya," kata dia.
Kata dia, kelas pranikah ini dibuat dilatarbelakangi oleh tingginya angka perceraian di Kota Surabaya. Jika sudah terjadi perceraian, maka anaklah yang akan menjadi korbannnya. Dalam banyak kasus, kenakalan anak biasanya dimulai dari keluarga yang broken home.
"Jadi tujuan kelas pranikah ini bukan hanya berusaha untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, namun juga untuk melindungi anak-anak," kata perempuan berhijab ini.
Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya yang dihimpun selama 2016, sebanyak 4.938 pasangan suami istri (pasutri) di Surabaya memutuskan untuk bercerai. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ada penurunan 17 kasus.
Pada tahun 2015, kasus perceraian di Surabaya mencapai 4.955 kasus. Selain itu, diantara 4.938 perceraian, 1.580 kasus merupakan cerai talak (diajukan suami). Sisanya, yakni 3.358 kasus, merupakan cerai gugat (diajukan istri).
Menyuguhkan enam topik materi
Kelas pranikah ini diadakan di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Kota Surabaya yang berada di bawah koordinasi DP5A Kota Surabaya. Letaknya di eks Gedung Pertokoan Siola. Warga yang ingin ikut kelas ini bisa mendaftar. Gratis, peserta yang ikut wajib mengikuti enam materi yang disajikan, yaitu tata laksananya, attitude dalam keluarga, pentingnya agama dalam ketahanan keluarga, manajemen keuangan keluarga, kesehatan reproduksi dan manajemen konflik keluarga.
Enam materi ini disajikan dalam delapan kali pertemuan. Jika bolong ikuti materi, peserta tak bakal dapat sertifikat.
Kelas pranikah ini juga diisi oleh pakar di bidangnya, seperti psikolog, konselor pernikahan dan Kementerian Agama. Tak perlu kahawatir soal materi yang bakal condong ke agama tertentu, karena di akhir akan ada pendalaman materi sesuai dengan agama masing-masing peserta.
Hebatnya lagi, kelas pranikah sebenarnya tak berhenti sampai di akhir kelas saja. Puspaga juga tetap memberikan layanan konsultasi masalah keluarga atau parenting. Untuk konsultasi keluarga, ada belasan psikolog yang bakal mengampu secara bergiliran. Mereka datangnya dari organisasi psikolog yang ada di Surabaya. Mereka siap on call. Jadi, saat ada pasangan yang ingin berkonsultasi masalah keluarga, Puspaga akan menghubungi psikolog yang kebagian jadwal piket. Mereka bisa berkonsultasi di Puspaga. Gratis.

Persiapan sebelum menikah
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang lebih. Saatnya kelas pranikah diakhiri. Maklum, kelas ini sudah dimulai sejak pukul 08.00 tadi. Tak ada wajah kelelahan di antara para peserta. Justru sebaliknya, mereka merasa puas dengan materi yang disajikan.
Ainur Rohmah salah satunya. Perempuan berhijab ini menyatakan senang mengikuti kelas pranikah. Dia diajak oleh kawannya sesama anggota Ikatan Pelajar Perempuan Nahdlatul Ulama (IPPNU) untuk ikut kelas pranikah ini. Banyak pengetahuan baru yang ia dapatkan dalam kelas pranikah ini. Meski belum memiliki pasangan, namun dia merasa lebih siap jika seandainya akan akan menikah dalam waktu dekat.
“Banyak teman saya yang menikah dalam usia muda. Saya jadi bertanya, apakah mereka sudah siap dengan pengetahuan pernikahan? Menurut saya, kelas ini sangat penting,” ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Handik Soenarto. Dia aktivis Karang Taruna. Usianya sudah 42 tahun. Tapi dia masih jomblo. Dia sebenarnya sudah menjalin hubungan serius dengan pasangannya. Sudah jalan kurang lebih enam bulan. Rencananya dalam waktu dekat, dia ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun sayang, ada masalah yang mengganjal. Yaitu soal kemapanan finansial yang masih dipertanyakan.
“Saya tadi sempat menanyakan masalah saya ke forum. Jawabannya, bertahan atau tinggalkan saja cari yang lain. Saya diminta untuk istikhoroh (minta petunjuk Alloh),” kata Handik.
Handik merasa puas dengan jawaban itu. Karena dia merasa bertanya kepada orang yang benar. Dia juga tak merasa malu saat mengajukan pertanyaan tersebut. “Kenapa harus malu, kalau itu untuk kebaikan,” kata dia.
Keluhan Handik ini ternyata tak sendiri. Haris Hasanudin, Kepala Kementerian Agama Surabaya mengatakan keluhan finansial pasangan, ternyata yang mendominasi dalam kasus percerian di Surabaya.
“Persentasenya bisa mencapai 40-45 persen kasus perceraian di Surabaya dilatarbelakangi oleh keluhan finansial,” kata Haris yang menjadi pembicara pamungkas dalam kelas pranikah Sabtu, 24 Februari kemarin.
Kata Haris, jika selalu mengikuti keinginan, maka tak akan ada habisnya. Oleh karena itu, aspek rasa syukur itu, yang harus disampaikan juga dalam kelas pranikah nikah ini. Apalagi menurut dia, Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya juga sudah lumayan tinggi.
Dia juga mengapresiasi kelas pranikah yang diadakan oleh Pemkot Surabaya ini. Kata dia, Kementerian Agama sebenarnya juga punya program pembekalan untuk pasangan yang akan menikah. Program ini sebenarnya, wajib diikuti oleh pasangan yang akan menikah.
“Namun karena keterbatasan anggaran yang ada di Kementerian Agama, pembekalan pranikah itu, belum bisa menjangkau semua pasangan yang akan menikah,” ujar dia.
Ke depan, dia sedang menjajagi sinergi dengan Pemkot Surabaya untuk mewajibkan pasangan yang akan nikah harus memiliki sertifikat pembekalan pranikah. Sertifikat itu bisa yang dikeluarkan oleh Kemenag atau oleh Pemkot Surabaya. —Rappler.com