Mahasiswa Tantang Gibran Adu Orasi Jelang Debat Cawapres di Solo

Jakarta, IDN Times - Sejumlah mahasiswa menantang calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, untuk acara mimbar bebas di depan Balai Kota Solo pada Senin (18/12/2023). Mereka ingin menguji Wali Kota Solo itu, apakah bakal mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menyaksikan langsung atau justru meminta mimbar bebas agar dibubarkan.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, Melki Sedek Huang mengatakan di dalam mimbar bebas sore nanti, mahasiswa akan berorasi soal kondisi demokrasi di Tanah Air akhir-akhir ini.
"Kami akan meminta Gibran untuk keluar dan berlatih debat dengan kami. Kalau tidak cuti, seharusnya Beliau masih ada di Balai Kota. Kami ingin temu kangen lah dengan Mas Gibran," ujar Melki ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon, Minggu (17/12/2023) malam.
Melki sendiri bakal ikut dalam aksi mimbar bebas sore nanti. Namun, yang akan memimpin aksi mimbar bebas berasal dari BEM Solo Raya.
Di sisi lain, bila aksi mimbar bebas tidak ditanggapi positif oleh Gibran, maka hal tersebut dapat menjadi cerminan sikap putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu menyikapi aspirasi publik.
"Biar masyarakat saja yang menilai kalau tidak ditanggapi positif. Kan kita bisa melihat bagaimana cawapres kita menanggapi suara-suara dari masyarakat," kata dia lagi.
1. BEM UI sebut Gibran bukan perwakilan anak muda, melainkan anak presiden

Lebih lanjut, Melki menyebut bahwa Gibran bukan perwakilan anak muda sehingga bisa melenggang menjadi calon wakil presiden. Dia adalah putra dari Presiden Indonesia.
"Kedua, Gen Z itu punya karakter peka dan julid. Jadi, kalau Mas Gibran merasa merupakan perwakilan anak muda, salah satunya Gen Z, harusnya dia paham bahwa karakter Gen Z itu peka terhadap situasi yang ada, tahu apa yang sedang happening dan julid ngomongin banyak hal. Kalau baru menjadi cawapres saja sudah tidak mampu membuka dialog, mendengarkan apa yang terjadi di masyarakat, artinya, dia bukan calon pemimpin yang mewakili anak-anak muda," kata Melki.
Alasan kedua, ujarnya lagi, anak-anak muda saat ini sudah cerdas. Menurutnya, anak muda kini memilih calon pemimpin berdasarkan gagasan dan narasi yang beredar di ruang publik.
"Sampai hari ini kan kita belum mendapat narasi dari Mas Gibran, niatan besarnya untuk Indonesia itu seperti apa," tutur dia lagi.
2. Program bagi susu gratis tidak cukup dijadikan andalan cawapres

Melki pun menilai program andalan Gibran dan Koalisi Indonesia Maju yang membagikan makan siang dan susu gratis, tidak cukup untuk dijadikan visi lima tahun ke depan. Program itu, kata Melki, tidak ubahnya seperti pemimpin di kantin sekolah.
"Memimpin Indonesia itu bukan memimpin kantin sekolahan. Kalau bagi-bagi susu gratis itu skalanya pemimpin kantin. Kalau dia ingin jadi calon pemimpin Indonesia, harus sadar bahwa aspeknya tidak sekedar makan atau pangan. Ada pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan dan keamanan," kata Melki.
Ia pun turut mengkritisi anggaran yang bakal digelontorkan demi program makan siang gratis itu yang mencapai Rp1 triliun per hari. Ia mewanti-wanti jangan sampai anggaran dari program tersebut malah memangkas anggaran sektor lain, seperti pendidikan. Apalagi sudah tertera di dalam Undang-Undang bahwa pemerintah wajib mengalokasikan 30 persen dari dana APBN untuk sektor pendidikan.
"Kalau membagikan makan siang dan susu gratis, tapi cut off dana pendidikan yang jumlahnya 30 persen menurut UU, artinya mereka telah mengesampingkan aspek pendidikan yang bisa berdampak ke masa depan. Itu akan menjadi masalah besar," tutur dia.
3. Terlalu dini simpulkan banyak anak muda bakal pilih Prabowo-Gibran

Melki juga mengingatkan, terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa anak-anak muda bakal menggunakan hak suaranya untuk memilih paslon nomor urut 2. Ia tak menampik saat ini sedang dilakukan propaganda di media sosial dengan membuat branding Prabowo terlihat menggemaskan atau 'gemoy.'
"Propaganda-propaganda politiknya pun sedang dilancarkan. Tidak dapat dipungkiri operasi untuk memenangkan capres manapun sedang terjadi. Kalau kita mendasarkan pilihan ini hanya dari komentar-komentar di media sosial, rasanya terlalu cepat menyimpulkan," kata Melki.
Selain itu, pandangan tersebut terlalu mendeskreditkan masyarakat yang kritis. Ia juga meminta publik lebih jeli melihat program-program yang ditawarkan oleh paslon. Program makan siang dan pembagian susu gratis, sulit untuk dilakukan jangka panjang.
"Jadi, jangan gampang terjebak dalam gimmick politik misalnya joget-joget gemoy atau membagikan makan siang gratis. Program itu hanya program sekali selesai. Mungkin besok atau minggu depan dibagikan makanan, tetapi harus dipikirkan di mana anggaran untuk pendidikan, fasilitas kesehatan, layanan publik, supremasi penegakan hukum atau kesejahteraan pegawai negara," tutur dia.
Bisa saja rakyat diberi makan siang gratis tetapi kualitas pelayanan publik justru memburuk karena anggarannya digunakan untuk pembagian makan dan susu tersebut.