Peneliti BRIN: Perbaikan Minim Air di IKN Butuh Biaya Tinggi

- Kondisi alam IKN 'tidak cocok' untuk ditinggali tanpa intervensi besar
- Solusi keterbatasan air IKN butuh 'biaya tinggi' dan perlu hutan kota
Bogor, IDN Times – Peneliti Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) BRIN, Laras Toersilowati, mengatakan, perbaikan minimnya air di Ibu Kota Nusantara (IKN) membutuhkan biaya yang besar.
Hal tersebut menyusul hasil kajian BRIN tentang ketersediaan air di IKN yang menunjukkan angka yang sangat kecil untuk air tinggi (High Water/HW), yaitu air yang berada di badan air murni seperti sungai dan danau. Sebab, kajian itu menunjukkan IKN didominasi oleh lahan yang sudah atau akan menjadi bangunan.
Meskipun kondisi air saat ini terbatas, kata Laras, IKN masih bisa diperbaiki, asalkan ada tindakan positif yang masif dan terencana. Sayangnya, perbaikan ini memerlukan investasi besar.
“Jadi kondisi air di IKN bisa diperbaiki tetapi dengan cost yang tinggi,” kata Laras di Gedung BRIN Kota Bogor, Selasa (2/10/2025).
Kajian tersebut dilakukan dengan menggunakan teknologi canggih Artificial Neural Network (ANN) pada tahun 2024 dengan data tahun 2022.
1. Kondisi alam IKN tidak cocok untuk ditinggali tanpa intervensi besar

Laras tidak menampik kondisi alam IKN saat ini dari sudut pandang penelitian iklim masih kurang ideal.
“Jadi, kalau saya sebagai peneliti, gak boleh bohong memang (kondisi alam saat ini dari sudut pandang penelitian iklim) kurang (cocok),” kata Laras.
Dia juga menyoroti bagaimana kondisi saat ini masih gersang dan panas:
“Ketika saya ke sana masih sangat gersang, masih sangat panas, sangat tidak nyaman. Jadi itu yang saya rasakan secara personal, secara pribadi pendapat saya seperti itu," ujar dia.
2. Solusi keterbatasan air IKN

Solusi keterbatasan air di IKN membutuhkan biaya yang besar karena yang dapat dilakukan adalah dengan membangun danau buatan dan embung untuk menampung air hingga membangun hutan kota yang berfungsi menyimpan air hujan.
Selain itu, kata Laras, bisa juga menerapkan konsep sponge city atau kota spons yang menyerap air hujan secara alami.
“Seharusnya, ya, dengan membatasi hutan, harus dikonversi lagi, harus ditanam dengan lebih banyak lagi, dengan taman-taman ya, kalau saya sih mengusulkan hutan kota,” kata dia.
3. BRIN pastikan data akurat, gunakan metode ANN dengan akurasi 97,7 persen

Laras memastikan hasil kajian ini valid dan tidak bias. BRIN menggunakan metode canggih Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau ANN. Metode ini dianggap paling akurat karena memiliki kemampuan pengulangan yang tinggi.
“Menggunakan teknologi artificial neuro network yang memiliki akurasi 97,7 persen, metode ini dianggap paling akurat dengan pengulangan sampai 25 ribu kali. Jadi diharapkan data yang dihasilkan sudah akurat," katanya.
Teknologi ini bekerja dengan mendeteksi perubahan kadar air dalam tanah atau vegetasi menggunakan indeks spektral seperti NDVI, NDWI, dan LSWI dari citra satelit multi-band.
“Hasil kajian persentase ketersediaan air di wilayah IKN dan sekitarnya menunjukan bahwa ketersediaan air tinggi/HW sebesar 0,51 persen, air vegetasi/VW 20,41 persen dan nonair/NW 79,08 persen,” kata Laras.
Dia mengatakan, kondisi air di badan air seperti danau dan sungai di IKN saat ini hanya sekitar 0,51 persen, sementara 79 persen adalah nonair yang berbentuk bangunan.