Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Polisi aktif jabat di sipil
ilustrasi polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Penugasan polisi aktif di luar kepolisian tetap sah sesuai UU ASN dan PP manajemen PNS

  • Hanya berlaku bagi anggota polisi yang isi jabatan politik, putusan MK tidak mengubah kedudukan hukum penugasan anggota Polri di luar ranah sipil

  • Putusan MK tegaskan polisi aktif tak bisa duduki jabatan sipil, menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN di luar kepolisian

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara, Muhamad Rullyandi, mengatakan penugasan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di ranah sipil tetap sah secara hukum, selama dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan peraturan pemerintah (PP) tentang manajemen pegawai negeri sipil (PNS).

Menurut Rullyandi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak melarang penugasan anggota Polri aktif di kementerian atau lembaga negara lainnya, sepanjang hal itu dilakukan dalam koridor peraturan yang berlaku dan bukan dalam konteks jabatan politik.

“Sebetulnya di Undang-Undang Polri itu tidak mengatur pembatasan penugasan di luar kepolisian, sepanjang itu berkaitan dengan Undang-Undang ASN,” kata Rullyandi saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/11/2025).

1. Dinilai hanya berlaku bagi anggota polisi yang isi jabatan politik

Ilustrasi polisi pelaku pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan di kantor polisi. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Rullyandi menjelaskan, pembatasan hanya berlaku bagi anggota Polri yang hendak mengisi jabatan politik, seperti menjadi anggota DPR, kepala daerah, atau menteri. Dalam hal ini, yang bersangkutan wajib mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dini.

“Undang-Undang Polri hanya membatasi sepanjang berkaitan dengan pengisian jabatan-jabatan di luar Polri yang prosesnya melalui politik. Seperti calon anggota DPR, kepala daerah, atau menteri, itu memang harus mengundurkan diri,” jelasnya.

Sementara, menurut Rullyandi, untuk jabatan non-politis di kementerian atau lembaga tidak ada pelanggaran hukum selama penugasan tersebut dilakukan dengan penyetaraan jabatan melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

“Selama penugasan anggota Polri di kementerian atau lembaga dilakukan sesuai Undang-Undang ASN, dalam koridor peraturan pemerintah tentang manajemen ASN, dan dikoordinasikan dengan Kemenpan-RB, maka itu tidak menimbulkan persoalan,” katanya.

2. Putusan MK tidak mengubah secara prinsip kedudukan hukum penugasan anggota Polri di luar ranah sipil

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Rullyandi juga menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru tidak mengubah secara prinsip kedudukan hukum, terkait penugasan anggota Polri di luar institusi Polri.

“Dengan putusan MK yang baru, posisi Polri tetap sah untuk memberikan penugasan anggota di luar struktur Polri, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ASN dan manajemen pegawai negeri sipil,” kata dia.

Dengan demikian, menurut Rullyandi, praktik penugasan anggota Polri ke berbagai instansi pemerintah masih memiliki landasan hukum yang kuat, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Putusan MK tegaskan polisi aktif tak bisa duduki jabatan sipil

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, MK mengabulkan secara keseluruhan permohonan uji materiil Pasal 28 ayat 3 dan Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri. Permohonan yang teregister dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu berkaitan dengan penugasan anggota Polri di luar kepolisian. Putusan ini menegaskan, Kapolri tak bisa arahkan polisi aktif menduduki jabatan sipil.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Utama, MK, Jakarta Pusat, Kamis, 13 November 2025.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan, Hakim MK, Ridwan Mansyur menjelaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat 3.

“Yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud,” kata Ridwan.

MK berpandangan, hal tersebut berdampak pada ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri, yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.

Adapun, perkara ini dimohonkan Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite. Syamsul Jahidin merupakan mahasiswa doktoral sekaligus advokat. Sedangkan Christian Adrianus Sihite adalah lulusan sarjana ilmu hukum yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak.

Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian."

Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri menyatakan, “Yang dimaksud dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri."

Dalam persidangan sebelumnya di MK pada Selasa, 29 Juli 2025, Syamsul mengatakan, terdapat anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan sipil pada struktur organisasi di luar Polri, di antaranya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, Kepala BNPT.

Anggota polisi aktif yang menduduki jabatan-jabatan tersebut tanpa melalui proses pengunduran diri atau pensiun. Hal demikian sejatinya bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi dalam pelayanan publik, serta merugikan hak konstitusional para Pemohon sebagai warga negara dan profesional sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.

Menurutnya, tidak adanya pembatasan yang pasti terkait dengan penjelasan dalam aturan hukum tersebut memberikan celah bagi anggota Polri aktif, untuk menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya secara definitif.

Pasal 28 ayat 3 UU Polri telah menciptakan ketidaksetaraan dalam hukum dan pemerintahan, sehingga melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum dan mengabaikan hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Norma tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri karena bertindak sebagai keamanan negara dan juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat.

Untuk itu, para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.

Editorial Team