Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Peta Pemberantasan Korupsi RI Jadi Gelap Usai Setya Novanto Dibebaskan

Presiden Jokowi dan Setya Novanto (dok. Setkab.go.id)
Presiden Jokowi dan Setya Novanto (dok. Setkab.go.id)
Intinya sih...
  • Remisi koruptor kelas kakap masih bisa diberikan dengan dalih berkelakuan baik
  • Pembebasan Setya Novanto merupakan buah tangan Mahkamah Agung yang memangkas hukuman
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, telah bebas dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025). Pembebasan ini tak lama setelah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada 1 Agustus 2025.

Menanggapi hal tersebut, eks Penyidik Senior KPK, Praswad Nugraha, mengatakan, saat ini publik tengah dipertontonkan bagaimana semangat pemberantasan korupsi hanya sebatas di bibir. Bahkan, pemerintah dinilai telah mencabut efek jera terhadap koruptor.

“Ketika efek jera ini kemudian dihilangkan, rasa takut itu jadi hilang, maka masa depan Indonesia akan sangat gelap sekali terkait dengan pemerintahan korupsi, dan jangan harap akan ada pembangunan, kesejahteraan masyarakat yang merata itu hanya omong kosong ketika kemudian tindak pidana korupsi merajalela,” ujar dia.

“Karena gak mungkin bisa apa pun program pemerintah pasti akan gagal ketika dikorupsi. Pasti,” kata dia dalam program Ngobrol Seru by IDN Times, Senin (18/8/2025).

1. Bebas karena berkelakuan baik

Terpidana Setya Novanto (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Terpidana Setya Novanto (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Efek jera yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terhadap Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. PP yang memperketat pemberian remisi ini telah dicabut Mahkamah Agung (MA).

Akibatnya, narapidana korupsi kelas kakap pun masih bisa menikmati remisi dengan dalih pertimbangan berkelakuan baik, aktif mengikuti pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan risiko sesuai syarat Pasal 10 Ayat 2 Undang-Undang No.22 tahun 2022.

“Semacam sedih, kami para penyidik yang pernah menangkap, melakukan pengejaran terhadap yang bersangkutan, itu jadi seperti, 'Apa lagi yang harus kami lakukan untuk kemudian bisa memberantas korupsi di negeri ini?“ kata Praswad, penyidik yang menangkap Setya Novanto.

“Karena apa pun yang sudah kami lakukan, bahkan mempertaruhkan keselamatan, nyawa, dan lain-lain itu seperti sia-sia ketika kemudian di level eksekusi tiba-tiba ada pemangkasan hukuman, ada pembebasan bersyarat dan lain-lain,” kata dia.

2. Buah tangan MA mengabulkan peninjauan kembali kasus Setya Novanto

(Mantan Ketua DPR yang kini menjadi terpidana kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
(Mantan Ketua DPR yang kini menjadi terpidana kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Pembebasan bersyarat yang diterima Novanto merupakan buah tangan Mahkamah Agung (MA). Vonis 15 tahun penjara Setya Novanto disunat menjadi 12 tahun enam bulan. Bahkan hak politiknya juga dipangkas dari lima tahun menjadi dua tahun enam bulan.

“Jadi 2029 mungkin beliau sudah bisa maju lagi ke kancah politik nasional, bahkan mungkin bisa jadi pemimpin Republik Indonesia ini. Itu yang membuat kita jadi seperti paradoks sekali, dengan harus apa lagi kita memperbaiki Indonesia ini?” ujar eks Ketua IM57 ini.

“Karena orang-orang yang justru masuk dalam klasifikasi koruptor big fish, koruptor kelas kakap sudah bersiap-siap mengambil ancang-ancang semua pada tahun 2029. Mungkin bahkan beliau bisa punya kesempatan untuk jadi pemimpin kita semua. Jadi sudah sampai ke krisis hukum, krisis moral, krisis etika, krisis multidimensional, harapan kita untuk Indonesia bisa lebih baik itu semakin jauh,” lanjut dia.

3. Gerakan terstruktur menggeser tindak pidana korupsi menjadi tindak pidana biasa

Setya Novanto sedang berdiskusi bersama ketua tim kuasa hukumnya, Maqdir Ismail Foto oleh ANTARA
Setya Novanto sedang berdiskusi bersama ketua tim kuasa hukumnya, Maqdir Ismail Foto oleh ANTARA

Dari amnesti Hasto hingga bebasnya Setya Novanto, Praswad menilai merupakan bukti adanya upaya pergeseran terstruktur dari tindak pidana luar biasa menjadi tindak pidana biasa sehingga napi koruptor mendapatkan keringanan yang sama dengan napi narkotika dan terorisme.

“Ini salah satu pukulan keras untuk gerakan pemberantasan korupsi. Karena ketika dia sudah digeser dari extraordinary crime menjadi kejahatan biasa, dari klasifikasi kejahatan luar biasanya diturunkan, maka seolah-olah orang-orang yang korupsi bisa kembali normal dan kemudian mirisnya itu bahkan bisa mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan, menjadi kepala daerah, mungkin bisa mencalonkan diri menjadi presiden,” kata Praswad.

“Jadi hal-hal seperti ini yang membuat kita jadi, saya pikir tidak perlu terlalu cerdas untuk menganalisis bahwa seorang koruptor kemudian bisa mencalonkan diri dan terpilih. Ini kan jadi ketakutan-ketakutan kita, bagaimana kemudian masa depan Indonesia? Itu pertanyaan besarnya. Mau dibawa ke mana arahnya bangsa ini? Kalau kemudian para koruptor mendapatkan kestimewaan-kestimewaan seperti ini di negara kita?” ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us