Mantap, Relaksasi Pajak Bikin Ekonomi Jakarta Bergairah

- Pembebasan dan pengurangan pajak daerah, termasuk BPHTB, PBB P2, PKB, BBNKB, PBJT Kesenian dan Hiburan, serta Pajak Reklame.
- Diskon pajak hotel dan restoran hingga Desember 2025, dengan skema diskon berbeda untuk setiap periode.
- Penerimaan pajak daerah DKI Jakarta sudah mencapai 46.7 persen dari target Rp48 triliun pada Juni 2025.
Pemprov DKI Jakarta meluncurkan kebijakan relaksasi pajak daerah. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan, langkah ini menghadirkan rasa adil sekaligus menjaga keberlangsungan usaha di ibu kota.
“Saya telah menandatangani Keputusan Gubernur tentang Pengurangan dan Pembebasan Pajak Daerah sebagai bentuk komitmen mendukung pemungutan pajak yang adil dan proporsional,” ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu (24/9).
Kebijakan ini meliputi pengurangan hingga pembebasan beberapa jenis pajak daerah, seperti Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Kesenian dan Hiburan, serta Pajak Reklame.
1. Ringankan beban warga

Salah satu kebijakan paling disorot adalah relaksasi BPHTB berupa pengurangan tarif sebesar 50 persen untuk rumah pertama. Dengan kebijakan ini, tarif BPHTB yang semula 5 persen kini menjadi hanya 2,5 persen.
“Harapannya, bisa meringankan beban keluarga muda dan generasi baru Jakarta dalam membeli rumah pertama, sehingga mereka lebih mudah memiliki tempat tinggal layak dan memulai kehidupan mandiri,” urai Pramono.
Selain itu, Pemprov DKI juga menghapus PBB P2 hingga 100 persen untuk sekolah swasta berbentuk yayasan. “Tujuannya, agar sekolah-sekolah swasta bisa fokus pada peningkatan kualitas pendidikan tanpa terbebani pajak yang tinggi, sehingga biaya sekolah bisa lebih terjangkau bagi orang tua,” tambahnya.
Keringanan juga diberikan untuk sektor hiburan, dengan pengurangan PBJT Kesenian dan Hiburan sebesar 50 persen untuk pertunjukan film di bioskop, pertunjukan seni budaya untuk edukasi, amal, dan sosial.
Kebijakan lainnya adalah pembebasan Pajak Reklame untuk objek yang berada di dalam ruang, seperti kafe, restoran, dan ruko. Pelaku usaha kecil dan menengah bisa mempromosikan bisnisnya tanpa terbebani biaya pajak tambahan, yang diharapkan berdampak positif pada peningkatan pengunjung.
Untuk pemilik kendaraan lama atau sederhana, Pemprov DKI juga memberikan keringanan PKB agar tetap mampu membayar pajak tanpa mengganggu ekonomi keluarga.
2. Dorong ekonomi tetap tumbuh

Relaksasi pajak ini juga mendukung keberlanjutan usaha, khususnya di sektor perhotelan, restoran, dan industri kreatif. Melalui Keputusan Gubernur Nomor 722 Tahun 2025, Pemprov DKI memberikan diskon pajak hotel dan restoran hingga 50 persen yang berlaku hingga Desember 2025.
Skemanya mencakup diskon 50 persen untuk pajak jasa perhotelan pada Agustus–September, diskon 20 persen untuk periode Oktober–Desember, dan diskon 20 persen untuk pajak makanan dan minuman. Wajib pajak hanya perlu menyampaikan surat pernyataan bersedia melaporkan transaksi melalui sistem e-TRAP secara elektronik.
“Bukan karena mengeluh, justru saya terkejut tingkat kepatuhan pembayaran pajak di Jakarta sangat tinggi. Karena pembayaran berjalan baik, saya memberikan insentif. Ini bentuk apresiasi sekaligus cara menjaga agar iklim usaha tetap sehat. Saya berharap dunia usaha di Jakarta tetap bisa bertahan dan tumbuh dengan baik. Keputusan ini kami ambil dengan perhitungan yang matang,” jelas Pramono.
Ia menambahkan, kebijakan ini akan dievaluasi untuk kemungkinan diperpanjang hingga Januari 2026.
3. Pemprov DKI apresiasi kepatuhan pajak

Pada Juni 2025, penerimaan pajak daerah DKI Jakarta sudah mencapai 46,7 persen dari target Rp48 triliun. “Intinya, Jakarta memungutnya dengan hati. Maka, saya hampir setiap saat jika bertemu Bu Lusi (Kepala Bapenda DKI Jakarta), pertanyaan saya sederhana: pajak kita tercapai atau tidak?” ucap Pramono.
Dalam Malam Apresiasi Pajak Daerah, penghargaan diberikan kepada 30 wajib pajak dari berbagai sektor, serta instansi pendukung seperti Polda Metro Jaya dan Direktorat Jenderal Pajak.
Dirjen Pajak Kemenkeu RI, Bimo Wijayanto, mengapresiasi pencapaian tersebut. “Pemerintah pusat baru mencapai 32 persen per Juni ini, sedangkan Pemprov DKI sudah hampir 47 persen. Malam ini kami disemangati oleh keteladanan Bapak Gubernur dan kepatuhan luar biasa para wajib pajak,” katanya.
Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dinilai penting untuk harmonisasi data pajak dan mempercepat realisasi penerimaan yang akan berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta menuai respons positif dari warga Jakarta, terutama generasi muda. Siti (27), karyawan swasta, mengaku lebih optimistis membeli rumah pertama. “Diskon BPHTB 50% bikin DP rumah terasa lebih ringan. Harapannya kebijakan ini konsisten, bukan cuma sementara,” ujarnya.
Pelaku usaha pun menyambut gembira. Reza (31), pemilik kafe di Jakarta Selatan, mengatakan pembebasan pajak reklame indoor akan membantu usahanya. “Biaya promosi bisa hemat, jadi bisa saya alihkan untuk bikin promo kreatif supaya lebih banyak pelanggan datang,” katanya.
Warganet pecinta film pun ikut bersuara. “Akhirnya bisa nonton film festival dengan tiket lebih murah. Bagus nih buat support industri kreatif lokal!” tulis akun @anakjaksel.
Kebijakan relaksasi pajak menjadi bagian dari upaya Pemprov DKI menjaga keseimbangan antara penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Dengan berbagai keringanan, warga diharapkan tetap patuh membayar pajak, sementara dunia usaha bisa berkembang tanpa tekanan.
“Dengan keberpihakan yang nyata, membuktikan bahwa kami, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hadir dan mendukung warga. Diharapkan, insentif ini meringankan beban warga dan menjadi pemicu untuk membuat dunia usaha lebih bergeliat, sehingga pergerakan ekonomi di tengah masyarakat semakin bertumbuh,” tutup Pramono. (WEB)