Resesi Seks Bayangi Indonesia, Wilayah Ini Penduduknya Berkurang

Jakarta, IDN Times - Sejumlah negara saat ini tengah menghadapi persoalan resesi seks, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto, mengungkapkan sejumlah kota saat ini memang mengalami resesi seks.
Resesi seks merupakan keengganan seseorang atau pasangan suami istri untuk memiliki anak, atau memilih untuk memiliki sedikit anak.
"Iya di beberapa kota misalkan di Yogyakarta, ini artinya pertumbuhan penduduknya menurun tidak ideal lagi, hal ini terlihat dari piramida penduduknya yang semakin menciut," ujarnya saat dikonfirmasi IDN Times, Senin (19/12/2022).
1. Berbagai faktor ketidakmauan punya anak

Agus menduga keinginan untuk tidak mempunyai anak biasanya terjadi karena karier atau faktor lain.
"Jadi bukan karena aktivitas seks, namun ketidakmauan orang punya anak karena kesibukan, menganggu kariernya macam-macam, ya masalah dunia maju, di Korea, Jepang, Eropa kan sudah seperti itu," terangnya.
2. Tiga provinsi alami minus growth

Sementara Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan potensi resesi seks memang ada.
“Ada, potensi (untuk kita resesi seks) itu ada. Karena usia pernikahan kita semakin lama semakin meningkat,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dikutip dari ANTARA.
Menurutnya, potensi resesi seks terjadi karena kebutuhan pernikahan yang berubah. Misalnya seorang istri yang memutuskan menikah hanya untuk mendapatkan pengayoman atau keamanan hidup dari suami maupun suami yang menikah hanya untuk tujuan hiburan atau rekreasi.
Nantinya perilaku non-prokreaksi itu, akan berujung pada kurangnya pertumbuhan penduduk (minus growth) hingga zero growth yang akan mengganggu laju angka kesuburan total (TFR).
“Misalnya di Jawa Timur, Yogyakarta dan Jawa Tengah itu beberapa kabupaten sudah ada yang zero growth atau minus growth. Sehingga ada daerah-daerah yang orangnya bukan semakin banyak malah semakin habis,” katanya.
3. Pengaruh pola pikir tentang pernikahan juga jadi faktor

Selain itu, lanjut Hasto, pengaruh pada pola pikir terkait pernikahan atau memiliki anak, gaya hidup yang berubah ataupun melakukan seks yang bertujuan hanya untuk sekadar rekreasi saja.
Di Indonesia saat ini, hal yang paling terlihat jelas adalah meningkatnya usia pasangan untuk menikah. Sedangkan pada usia melakukan hubungan seksual pertama kali (sexual intercourse) dari yang semula dilakukan pada usia 16-17 tahun, kini maju menjadi 15 tahun.
“Sekarang bergeser ke 15 tahun kalau diukur dari median grafik. Tapi pernikahan mundur karena orang semakin mementingkan studi atau karier. Memang di Indonesia masih mayoritas nikah itu untuk prokreasi atau mendapat keturunan,” ucapnya.