Bakamla RI Temui Coast Guard China di Beijing, Bahas Keamanan Maritim

- Bakamla RI menghadiri pertemuan tingkat tinggi dengan Penjaga Perbatasan Pantai China di Beijing, sebagai tindak lanjut dari insiden di Laut Natuna Utara.
- Kepala Bakamla RI menekankan pentingnya kerja sama yang saling menguntungkan untuk menjaga stabilitas kawasan laut yang aman dan damai.
- Kedatangan delegasi Bakamla RI merupakan tindak lanjut dari pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden China, Xi Jinping pada November 2024 lalu.
Jakarta, IDN Times - Badan Keamanan Laut RI pada Kamis (9/1/2025) menghadiri pertemuan tingkat tinggi pertama dengan Penjaga Perbatasan Pantai China di Beijing. Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari kunjungan petinggi Coast Guard China pada 4 Desember 2024 lalu.
Pertemuan tingkat tinggi tersebut menjadi sorotan sebab dua kali kapal Bakamla mengusir kapal Coast Guard milik Negeri Tirai Bambu di area Laut Natuna Utara. Bahkan, dalam insiden pada 21 Oktober 2024 lalu, kapal Coast Guard China mengganggu aktivitas survei yang dilakukan oleh Kapal MV Geo Coral.
Di dalam keterangan tertulisnya, delegasi Bakamla RI dipimpin langsung oleh Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Irvansyah. Kedatangan mereka disambut oleh Direktur Jenderal Penjaga Perbatasan China, Mayor Jenderal Yu Zhong.
"Pertemuan ini menandai babak baru dalam hubungan kedua instansi dalam memperkuat keamanan dan keselamatan maritim di kawasan," ujar Irvansyah.
Di dalam pertemuan tersebut, Irvansyah menekankan pentingnya hubungan kerja sama yang saling menguntungkan untuk menjaga stabilitas kawasan. "Pertemuan ini bukan hanya simbol hubungan erat kedua institusi tetapi juga komitmen bersama untuk menciptakan kawasan laut yang aman, damai dan sejahtera," katanya.
1. Pertemuan dengan penjaga perbatasan China adalah tindak lanjut kunjungan Prabowo

Lebih lanjut, di dalam pertemuan itu, juga disebut kehadiran delegasi Bakamla RI dalam rangka menindak lanjuti pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden China, Xi Jinping pada November 2024 lalu. Padahal, dalam kunjungan tersebut, Prabowo sepakat dengan pernyataan bersama dan menuai kontroversi di Tanah Air.
Kedua pemimpin sempat membahas mengenai Laut China Selatan (LCS) dan menuai kritik. Terutama, dalam pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping terkait kerja sama maritim antara RI-China.
"Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip "saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus," sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara," demikian isi pernyataan bersama tersebut.
Irvansyah mengatakan kedua pihak membahas sejumlah isu strategis, termasuk peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral di sektor maritim. "Langkah ini diharapkan mampu memperkokoh sinergi antarnegara dalam menghadapi tantangan maritim global seperti kejahatan lintas batas, penyelundupan dan pencurian sumber daya laut," katanya.
2. Bakamla klaim China kooperatif dan tak akan lagi masuk perairan Natuna

Sementara, sebelumnya, Kepala Bakamla RI, Laksamana Madya TNI Irvansyah mengklaim kapal penjaga pantai (coast guard) China sudah bersikap kooperatif dan tidak lagi masuk perairan yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara.
Irvansyah memastikan sejauh ini belum ada aktivitas kapal penjaga pantai China (CCG) yang membahayakan aktivitas kapal-kapal Indonesia di Laut Natuna Utara.
“Sampai sekarang belum ada lagi (kapal coast guard China, red.)," ujar Irvansyah di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan RI, Jakarta pada 4 November 2024 lalu.
"Ya, mereka kooperatif," katanya.
3. Politisi PDIP pertanyakan apakah kerja sama maritim dengan China menguntungkan

Sementara, anggota komisi I DPR, TB Hasanuddin menyoroti pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyusul kritik terhadap pernyataan bersama Prabowo dan Xi Jinping.
Dalam klarifikasinya, Kemlu menyebut kerja sama maritim antara RI-China mencakup aspek ekonomi di bidang perikanan dan konservasi perikanan di kawasan LCS.
Hasan mempertanyakan apakah kerja sama itu akan menguntungkan RI karena selama ini kapal-kapal China yang masuk ke wilayah Natuna kerap melakukan pencurian ikan. Dia khawatir kapal-kapal China nantinya akan semakin bebas menangkap ikan di Laut Natuna.
"Apakah kapal-kapal nelayan China kemudian bebas berkeliaran di wilayah Natuna untuk menangkap ikan kita? Ini perlu diwaspadai," katanya.
Menurut Hasan, Indonesia selama ini konsisten menolak klaim nine-dash line atau sembilan garis putus. Karena itu tidak memiliki basis hukum internasional dan bertentangan dengan UNCLOS 1982 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. China kini menyebut wilayah perairannya di LCS dengan istilah ten-dash line.
Oleh karena itu, Hasan menilai, jika RI meneken kerja sama ekonomi perikanan di wilayah itu dengan pihak yang selama ini dianggap bertentangan dengan hukum internasional, hal itu sama halnya RI juga tak patuh pada hukum internasional.