Terorisme Susupi Politik Praktis hingga Isu SARA Jelang Pemilu 2024

Satu parpol yang tak lolos verifikasi terafiliasi teroris

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen (Pol) Boy Rafli Amar mengatakan, indikasi adanya teroris yang mencoba masuk partai politik memang terkonfirmasi.

Salah satu contohnya, kata Boy,  pimpinan parpol tertentu yang terafiliasi dengan jaringan kelompok teroris. Namun, Boy memastikan parpol baru yang muncul jelang Pemilu 2024 tak lolos proses verifikasi. 

"(Yang terafiliasi) itu pengurusnya. Tidak beberapa orang, tetapi unsur-unsur pimpinannya," ungkap Boy di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023). 

Meski begitu, kata Boy, BNPT tetap melakukan kewaspadaan terhadap pelaksanaan politik praktis. Sebab, ia menyebut, masih ada kelompok masyarakat yang tetap ingin menyusupkan paham tertentu melalui jalur-jalur demokrasi yang ada. 

"Tetapi, platform kebangsaannya masih perlu kita verifikasi, validasi lagi," kata dia. 

Boy menambahkan unsur pimpinan yang terafiliasi kelompok teroris itu sudah pernah ada yang bersinggungan dengan hukum. Namun, Boy enggan membocorkan identitas pimpinan parpol yang dimaksud atau identitas partai politiknya. 

"Intinya, ada afiliasi dengan kelompok jaringan yang pernah dilarang atau yang hingga kini dilarang," tutur mantan Kapolda Banten itu. 

Lalu, apa langkah BNPT untuk memastikan agar proses pemilu 2024 tidak disusupi kelompok teroris?

1. BNPT akan tetap pantau kelompok intoleran yang kemudian bentuk partai politik baru

Terorisme Susupi Politik Praktis hingga Isu SARA Jelang Pemilu 2024Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar saat mengunjungi Yayasan Lingkar Perdamaian di Lamongan, Rabu (21/10/2020). IDN Times/Imron

Lebih lanjut, Boy pernah menyampaikan agar publik ikut memperhatikan seandainya ada kelompok-kelompok intoleran yang hendak membentuk partai politik. Ia berharap kelompok-kelompok tersebut tak memiliki akses. 

"Kita harus jaga ke depan, jangan sampai nanti membentuk partai baru. Tetapi ternyata pengurusnya itu latar belakangnya adalah kelompok intoleran, radikal, terorisme. Background pengurus ya. Belum lagi platform-nya, jadi platform azas partai tentu tidak boleh lepas dari ideologi negara Pancasila. Itu aja yang harus kita jaga," kata dia. 

Ia pun menyebut beberapa kelompok intoleran yang dilarang beroperasi di Tanah Air. "Ada kelompok JI (Jemaah Islamiyah), FPI (Front Pembela Islam). Artinya pimpinan parpol itu ada afiliasi," tutur dia. 

Baca Juga: Kepala BNPT Ungkap Ada Parpol Baru yang Terafiliasi Kelompok Teroris

2. Polarisasi pemilih di Indonesia kerap melibatkan surga dan neraka

Terorisme Susupi Politik Praktis hingga Isu SARA Jelang Pemilu 2024Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie dalam kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional Refleksi Implementasi Fungsi Mediasi di Indonesia di The Sultan Hotel Jakarta Kamis (12/12/2019) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sementara, dalam sebuah dialog dengan tema mencegah polarisasi, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI Jakarta, Jimly Asshiddiqie, mengajak agar dalam pemilu tidak menggunakan politik identitas berdasarkan suku, ras, agama dan golongan (SARA).

Politik identitas, kata Jimly, di satu sisi tidak bisa dicegah. Namun, identitas Indonesia harus berpegang kepada Pancasila. 

"Masalahnya dalam praktiknya di lapangan, isu SARA terus saja dimainkan," ungkap Jimly dalam diskusi yang digelar pada 14 Maret 2023 di Hotel St. Regis, Kuningan.

Jimly menjelaskan polarisasi memiliki sisi plus dan minus. Merujuk kepada sejarah di Amerika Serikat (AS), sejak 250 tahun yang lalu sudah ada polarisasi.

Namun, karena masyarakatnya sudah terbentuk sebelum resmi merdeka pada 1776, maka polarisasi yang terbentuk adalah masyarakat yang dekat dengan kelompok pengusaha dan buruh. 

Masyarakat yang dekat dengan kelompok pengusaha tercermin di Partai Republik. Sedangkan, masyarakat yang dekat dengan kelompok buruh bermuara ke Partai Demokrat.

"Di AS, partainya banyak tidak hanya dua. Di sini banyak orang salah kaprah. Tapi, selain dua partai tadi tidak laku. Sampai sekarang Partai Republik dan Demokrat itu musuhan. Tapi, di sana, polarisasinya rasional dan duniawi," tutur dia. 

Sementara, di Indonesia, polarisasi yang tercipta, separuhnya tidak rasional dan berkenaan surga serta neraka. "Ini lah yang menyebabkan dialog jadi sulit. Sejak zaman BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) perdebatan itu akhirnya diselesaikan dengan Piagam Jakarta tapi kemudian tujuh kata dicoret. Nah, itu yang menyebabkan jadi polar," katanya. 

Proses dialog atau musyawarah, kata Jimly, semakin sulit bila polarisasi itu kemudian dibumbui paham-paham ideologi radikal. 

3. Semua caleg diminta untuk mengoreksi bila kembali muncul isu SARA

Terorisme Susupi Politik Praktis hingga Isu SARA Jelang Pemilu 2024Sejumlah anak lintas agama berkunjung ke tempat ibadah umat Hindu di Pura Agung Wana Kertha Jagadnatha di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (24/11/2019). (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Lebih lanjut, Jimly mengusulkan agar perpecahan tidak kembali berulang di pemilu 2024, maka para caleg didesak untuk mengoreksi parpolnya bila menggunakan isu SARA. Jimly pun mengakui sulit untuk menghapuskan isu SARA dalam setiap pesta demokrasi. 

"Misalnya capresnya kan agak berbau-baru Arab, maka isu anti China dan anti Arab akan berkembang. Nah, ini harus dicegah. Kalau sudah ada yang menggunakannya harus segera dikoreksi. Siapa yang mengoreksi, ya kita semua," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

"Jangan malah isu SARA ini ditunggangi (untuk mendulang suara)," sambung dia. 

Di sisi lain, Jimly mengakui bahwa penggunaan media sosial di era sekarang justru malah mempercepat penyebaran isu SARA di masyarakat. Padahal, dulu diharapkan dengan berkembangnya teknologi bisa mempercepat distribusi informasi. 

"Tetapi, yang terjadi sekarang malah mempercepat misinformasi. Era komunikasi yang muncul malah diskomunikasi. Satu isu dibahas di lima grup WA, kesimpulannya bisa berbeda, kelimanya bisa berbeda mengenai kebenaran. Itu yang dinamakan post truth," katanya lagi. 

Baca Juga: Yusril Yakin Semua Parpol Tak Lolos Pemilu Jika Verifikasi Sungguhan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya