Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

SETARA: 162 Satuan Baru TNI Bukti Militerisme Menguat di Era Prabowo

Prabowo lantik Wakil Panglima TNI
Presiden Prabowo Subianto (mengenakan peci hitam) ketika melantik Letjen Djon Afriandi sebagai Panglima Kopassus di Batujajar, Bandung, Jawa Barat. (Dokumentasi Puspen TNI)
Intinya sih...
  • Pembentukan Kodam baru rentan disalahgunakan untuk politik praktis
  • TNI dianggap gagal fokus karena menambah 100 batalyon
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Setara Institute menyoroti pembentukan 162 satuan baru TNI di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sebab, penambahan satuan baru itu tidak hanya menyebabkan struktur di tubuh TNI semakin menggemuk tetapi juga semakin mendekatkan militer dengan sipil.

"Pembentukan satuan-satuan baru tersebut tidak hanya bertentangan dengan pembangunan postur TNI tetapi juga mengakselerasi peran-peran militer di ranah sipil. Apalagi Mabes TNI AD mengatakan, prajurit yang tergabung di dalam satuan baru itu bukan disiapkan untuk bertempur, melainkan menjawab kebutuhan di tengah-tengah masyarakat," ujar Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

Ratusan satuan baru itu diresmikan di upacara kehormatan militer pada Minggu (10/8/2025). Di dalamnya, terdapat 6 Komando Daerah Militer (Kodam), 20 Brigade Teritorial Pembangunan (BTP), dan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan. Belum lagi, Prabowo turut menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI setelah kosong selama 25 tahun.

"Langkah ini dapat dilihat sebagai bentuk penguatan militerisme, yakni orientasi politik dan sosial yang menempatkan militer sebagai institusi dominan dalam kehidupan bernegara dan demokrasi serta kebiasaan peran militer di luar bidang pertahanan," kata dia.

1. Pembentukan Kodam baru rentan disalahgunakan untuk politik praktis

Ilustrasi markas Kodam Jakarta Raya. (Dokumentasi Kodam Jaya)
Ilustrasi markas Kodam Jakarta Raya. (Dokumentasi Kodam Jaya)

Setara Institute menilai, pembentukan enam Kodam baru merupakan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan di dalam Undang-Undang TNI. Di dalam Pasal 11 Ayat 2, kata Ikhsan, tertulis postur TNI dibangun dan disiapkan sesuai dengan kebijakan pertahanan negara. Di dalam bagian penjelasan pasal a quo, terdapat penekanan dalam pelaksanaan pagelaran kekuatan TNI harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. UU TNI menyebut, pagelaran kekuatan TNI tak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.

Namun, di era kepemimpinan Prabowo, penambahan jumlah kodam justru mengikuti struktur administrasi pemerintahan bahkan hingga ke daerah. TNI pun dinilai semakin dekat dengan peran-peran sipil di daerah.

"BIla mengikuti amanat UU TNI Pasal 11 Ayat 2, maka kekuatan TNI melalui pembentukan struktur komando teritorial seharusnya memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan, keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan," kata dia.

2. TNI dianggap gagal fokus karena menambah 100 batalyon

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)
Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)

Setara Institute juga menilai TNI gagal fokus ketika memutuskan penambahan 100 batalyon. Apa yang dilakukan oleh TNI, kata Ikhsan, bertolak belakang dengan kebijakan militer dunia.

"Saat ini dunia tengah memperkuat postur militer berbasis teknologi, kapasitas dan kualitas prajurit, alutsista hingga kesejahteraan prajurit untuk menghadapi dinamika ancaman," kata dia.

Selain itu, jumlah prajurit yang bertambah, kata Ikhsan, malah untuk menjalankan fungsi-fungsi sipil. Padahal, mereka sudah memiliki berbagai otoritas sipil yang menanganinya.

"Penambahan 100 batalyon itu dapat menyebabkan konsekuensi bertambahnya beban anggaran, terutama untuk gaji, infrastruktur, dan pembinaan," ujar Ikhsan.

Fokus anggaran, kata Ikhsan, seharusnya digunakan untuk aspek-aspek penting seperti penguatan alutsista dan kesejahteraan prajurit.

3. Prabowo dan DPR didesak evaluasi lagi pembentukan 162 satuan baru

Presiden Prabowo Subianto ketika melantik Mayjen TNI Kristomei Sianturi sebagai Pangdam XXI/Radin Inten. (Dokumentasi Puspen TNI)
Presiden Prabowo Subianto ketika melantik Mayjen TNI Kristomei Sianturi sebagai Pangdam XXI/Radin Inten. (Dokumentasi Puspen TNI)

Lantaran hal tersebut, Setara Institute menilai Presiden dan DPR perlu melakukan evaluasi terhadap pembentukan 162 satuan baru TNI, terutama 6 Kodam, 20 brigade teritorial pembangunan, dan 100 batalyon teritorial pembangunan (BTP).

"Evaluasi perlu dilakukan terhadap arah dan dasar strategis pembentukan satuan untuk memastikan langkah ini selaras dengan agenda penguatan pertahanan serta postur TNI serta tidak sekedar memperbesar struktur tanpa peningkatan kapabilitas," kata Ikhsan.

Evaluasi lainnya, ujar Ikhsan, dampak hubungan militer-sipil secara subyektif guna mencegah penguatan militerisme yang berpotensi mengikis supremasi sipil dan ruang demokrasi. Caranya dengan memperkuat mekanisme pengawasan publik dan parlemen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us