Timsus Evaluasi Laporan Dugaan Pelecehan Istri Irjen Ferdy Sambo

Jakarta, IDN Times - Tim Khusus (Timsus) Polri akan mengevaluasi laporan kasus dugaan pelecehan oleh Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, PC. Laporan tersebut dibuat PC dan diterima Polres Metro Jakarta Selatan dengan nomor LP/B/1630/VII/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/PMJ pada 9 Juli 2022.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Pol Agus Andrianto mengatakan, evaluasi ini dilakukan atas perintah Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit untuk membuat terang kasus kematian Brigadir J.
“Nantinya akan dilakukan evaluasi oleh Timsus secara bersama-sama untuk mengkaji apakah tahapan-tahapan proses yang mereka lakukan sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak,” ujar Agus di Mabes Polri, Kamis (4/8/2022).
1. Timsus akan mengaudit hasil 3 kali pemeriksaan PC

Agus menjelaskan, dalam laporan ini, PC telah diperiksa sebanyak tiga kali. Dengan mempertimbangkan kondisi PC yang masih syok, selanjutnya Timsus hanya akan mengaudit hasil pemeriksaan.
“Kemungkinan penyidik akan minta diaudit oleh Timsus terhadap prosesnya. Supaya clear dan harus dipersesuaikan dengan bukti-bukti yang kita miliki secara ilmiah,” ujar Agus.
2. Ada upaya menghambat penyidikan

Agus pun ungkap kendala penyidikan kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Ia sebut, kendala tersebut karena adanya barang bukti yang dirusak dan dihilangkan.
Upaya menghalangi penyidikan ini diduga dilakukan oleh 25 personel yang terdiri dari satuan Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, Bareskrim hingga Div Propam Polri. Tiga diantaranya merupakan jenderal.
“Tentunya memang kendala daripada upaya pembuktian adalah adanya barang bukti yang rusak atau dihilangkan sehingga membutuhkan waktu untuk mengungkap tuntas kasus ini,” kata Agus.
3. 25 personel yang terbukti halangi penyidikan akan menjadi tersangka

Kini, Tim Khusus (Timsus) Polri tengah memeriksa 25 personel yang diduga menghambat penyidikan. Empat di antaranya ditempatkan di tempat khusus atau diisolasikan.
Nantinya, apabila ditemukan pelanggaran pidana daripada perbuatan-perbuatan yang dilakukan, baik itu menghalangi proses penyidikan, menghilangkan barang bukti hingga menyembunyikan barang bukti sehingga menghambat proses penyidikan, nantinya akan diproses secara etik dan pidana.
“Setelah menjalani proses pemeriksaan kode etik, rekomendasi daripada bapak Irwasum nanti akan jadikan dasar apakah perlu kita lakukan peningkatan status mereka menjadi bagian daripada para pelaku di dalam Pasal 55 dan 56 adalah ada yg melakukan, menyuruh melakukan perbuatan pidana ataupun karena kuasanya ia memberikan perintah untuk melakukan kejahatan termasuk memberi kesempatan dan bantuan sehingga kejahatan itu bisa terjadi. Ini akan menjadi landasan kita dalam melakukan proses penyidikan yang kita lakukan,” ujar Agus.
Ia menjelaskan, hingga saat ini pihaknya sudah memeriksa 43 saksi terkait peristiwa berdarah itu. Dimana, Bharada E juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.
Ia pun menjelaskan soal alasan penyidik belum menerapkan Pasal 340.
“Artinya bahwa kenapa tidak diterapkan 340? Karena ini masih rangkaian proses pendalaman dari temuan-temuan selama pemeriksaan oleh Timsus yang dilakukan,” kata Agus.
Pasal 338 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun."
Sedangkan Pasal 340 KUHP berbunyi: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Kemudian Pasal 55 KUHP berbunyi:(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56 KUHP berbunyi: "Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan."