Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

UNDP Ingatkan Perlu Adanya UU yang Atur Kekerasan Berbasis AI

Gender Equality and Social Inclusion United Nations Development Programme (UNDP)
Gender Equality and Social Inclusion United Nations Development Programme (UNDP) Syamsul Tarigan (tengah) memberikan pemaparan di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (IDN Times/Anggia Leksa)
Intinya sih...
  • UNDP soroti kekosongan regulasi di Indonesia terkait kekerasan digital yang difasilitasi oleh AI
  • UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 belum secara khusus mengatur dan mengantisipasi konten berbahaya yang dihasilkan oleh AI
  • Syamsul mendesak perlunya advokasi mengenai legislasi yang secara spesifik melihat isu-isu kejahatan yang terkait dengan AI
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Analis Gender Equality and Social Inclusion United Nations Development Programme (UNDP) Syamsul Tarigan menyoroti adanya kekosongan regulasi di Indonesia terkait penanganan kasus kekerasan digital yang difasilitasi oleh akal imitasi (Artificial Intelligence/AI).

“Meskipun UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 telah secara eksplisit mengakui kekerasan seksual berbasis elektronik, regulasi tersebut belum secara khusus mengatur dan mengantisipasi konten berbahaya yang dihasilkan oleh AI,” kata Syamsul dalam konferensi pers di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025)

1. AI berpotensi tingkatkan risiko terjadinya KBGO

Ilustrasi kekerasan perempuan dan anak (IDN Times)
Ilustrasi kekerasan perempuan dan anak (IDN Times)

Syamsul mengingatkan, AI sangat berpotensi meningkatkan risiko terjadinya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri dalam isu penanganan kekerasan di ranah digital.

Selain UU TPKS, Syamsul juga menyebutkan, undang-undang yang relevan dalam kasus kejahatan siber seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan Undang-Undang Pornografi, juga belum ada satupun yang secara eksplisit menyebutkan atau mengatur tentang Artificial Intelligence.

2. Penanganan kasus terkait AI dengan UU yang ada bisa timbulkan multitafsir

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurutnya, dimensi dari AI sangat kompleks dan luas. Dengan belum diaturnya secara khusus, penanganan kasus-kasus terkait AI masih menggunakan undang-undang yang ada, seperti UU ITE atau KUHP, yang dapat menimbulkan multitafsir.

Karena itu, ia mendesak perlunya advokasi mengenai legislasi yang secara spesifik, melihat isu-isu kejahatan yang terkait dengan AI.

3. Perlu ada UU khusus yang atur kekerasan berbasis AI

Ilustrasi kekerasan mengancam anak-anak. (IDN Times/Yuko Utami)
Ilustrasi kekerasan mengancam anak-anak. (IDN Times/Yuko Utami)

Menurutnya, kejelasan hukum yang bersifat apa yang ditulis itu yang diterapkan, sangat penting untuk menutup ruang multitafsir yang mungkin merugikan korban.

“Jadi kebutuhan agar ini diatur secara khusus di dalam peraturan perundangan juga mungkin satu hal yang bisa menjadi kerja kita bersama ke depannya,” kata Syamsul.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Asosiasi Dangdut Usul Batas Pembayaran Royalti Maksimal 3 Hari

20 Nov 2025, 17:49 WIBNews