Usman Hamid Sentil Fadli Zon soal Pemerkosaan 1998: Penyangkalan Ganda

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty Indonesia, Usman Hamid, bereaksi keras atas pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait tidak adanya peristiwa pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998. Usman menyatakan, apa yang disampaikan Fadli Zon merupakan kekeliruan besar.
Tak cuma itu, Usman juga menuturkan jika pernyataan Fadli Zon merupakan penyangkalan atas pelanggaran HAM yang terjadi pada 1998 lalu. Terlebih, sebenarnya sudah ada Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk pada pemerintahan era Presiden BJ Habibie. Lewat TGPF itulah, peristiwa tersebut terkuak.
"Jelas keliru ucapan yang bilang perkosaan massal saat kerusuhan rasial 13-15 Mei 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya. Rumor adalah cerita atau laporan yang beredar luas di masyarakat tapi kebenarannya diragukan karena tidak ada otoritas yang mengetahui kebenarannya. Padahal, waktu itu ada otoritas yang mengetahui kebenarannya, yaitu Tim Gabungan Pencari Fakta, yang dibentuk Presiden BJ. Habibie selaku Kepala Negara," kata Usman dalam konferensi pers Koalisi Perempuan Indonesia, Jum’at (13/6/2025).
1. Penyangkalan ganda atas fakta

TGPF di era BJ Habibie dibentuk pada 23 Juli 1998 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung. Saat itu, personelnya terdiri dari unsur-unsur pemerintah, Komnas HAM, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya, yang akhirnya melahirkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Presiden dan DPR RI saat itu juga meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan serta mengupayakan program perlindungan saksi dan korban melalui UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Atas fakta-fakta ini, Usman merasa Fadli sudah melakukan penyangkalan ganda dan bisa membuat corak sejarah berubah secara drastis karena ada narasi yang ditafsirkan secara berbeda.
"Pernyataan Menteri tersebut lebih terlihat sebagai penyangkalan ganda demi menghindari rasa bersalah, malu, atau tidak nyaman pada pemerintah. Kesatu, penyangkalan literal yakni penolakan langsung atas fakta terkait perkosaan massal dengan menyatakan kasus itu adalah rumor dan tidak pernah ada buktinya. Kedua, penyangkalan interpretatif yakni mengakui fakta Kerusuhan Mei 1998, tapi membuat penafsiran berbeda dengan tone positif pada sesuatu yang jelas negatif," ujar Usman.
2. Berkaitan dengan dua petinggi negara

Menurut Usman, pernyataan Fadli Zon bisa saja menjadi penyangkalan atas rekomendasi kedua TGPF. Dalam rekomendasi tersebut, ada dua nama pejabat tinggi pemerintahan yang disebutkan.
"Pernyataan menteri tersebut mungkin muncul sebagai penyangkalan atas rekomendasi kedua TGPF yang menyebut dua nama petinggi pemerintahan sekarang," kata Usman.
3. Memang, ada rekomendasi yang menyebutkan Prabowo

Dalam keterangan tertulis, disebutkan butir dua rekomendasi TGPF, meminta pemerintah perlu sesegera mungkin menindaklanjuti kasus-kasus kekerasan yang memuncak pada kerusuhan 13-14 Mei 1998, dapat diungkap secara yuridis baik terhadap warga sipil maupun militer. Lewat rekomendasi itu, nama Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Syafrie Syamsoeddin disebut dengan jelas.
"Pemerintah perlu sesegera mungkin menindaklanjuti kasus-kasus yang diperkirakan terkait dengan rangkaian tindakan kekerasan yang memuncak pada kerusuhan 13-14 Mei 1998, yang dapat diungkap secara yuridis baik terhadap warga sispil maupun militer yang terlibat dengan seadil-adilnya, guna menegakkan wibawa hukum, termasuk mempercepat proses Yudisial yang sedang berjalan. Dalam rangkaian ini Pangkoops Jaya Mayjen Syafrie Syamsoeddin perlu dimintakan pertanggung jawabannya. Dalam kasus penculikan Letjen Prabowo dan semua pihak yang terlibat harus dibawa ke pengadilan militer. Demikian juga dalam kasus Trisakti, perlu dilakukan berbagai tindakan lanjutan yang sungguh-sungguh untuk mengungkapkan peristiwa penembakan mahasiswa," tulis rekomendasi tersebut dilansir keterangan tertulis.
4. Fadil Zon bilang apa?

Dalam wawancara Real Talk oleh Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, Fadli Zon mengatakan, apa yang terjadi di peristiwa Mei '98 masih bisa diperdebatkan, termasuk informasi mengenai ada pemerkosaan massal. Fadli Zon menyebutkan selama ini tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei '98.
"Kalau itu menjadi domain kepada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita gak pernah tahu, ada gak fakta keras kalau itu kita bisa berdebat. Nah, ada perkosaan massal. Betul gak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu gak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada gak di dalam buku sejarah itu? Gak pernah ada," kata Fadli.