Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kesaksian Korban Selamat dari Pembantaian di Burkina Faso

ilustrasi tentara (unsplash.com/Pawel Janiak)
ilustrasi tentara (unsplash.com/Pawel Janiak)
Intinya sih...
  • Seorang perempuan selamat dari pembantaian di Burkina Faso dan menghabiskan waktu lama mencari mayat saudara laki-lakinya di antara ratusan mayat yang bergelimpangan.
  • Serangan terjadi saat tentara memaksa laki-laki menggali parit sementara perempuan memotong rumput, menewaskan sedikitnya 400 orang, termasuk warga sipil, tentara, dan pasukan sukarelawan.
  • Afiliasi Al Qaeda JNIM mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dan kelompok sipil mengkritik pemerintah atas sikap diamnya terhadap serangan tersebut.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang perempuan yang selamat dari pembantaian di Burkina Faso tengah menceritakan kengerian yang dialaminya saat mencari saudara laki-lakinya di antara ratusan mayat yang bergelimpangan.

“Kami keluar dengan gerobak untuk mengambil jenazah kakak laki-laki saya. Kami menghabiskan waktu lama untuk memeriksa mayat-mayat yang bertumpuk di bawah pohon," kata perempuan berusia 38 tahun itu dalam sebuah wawancara, dikutip dari Reuters. Ia melarikan diri bersama balitanya ke kota terdekat, Kaya.

Serangan di desa Barsalogho itu terjadi pada 24 Agustus lalu. Saat itu, tentara memaksa setiap laki-laki di kota untuk menggali parit guna melindungi kota dari serangan, sementara perempuan dan anak-anak kecil diperintahkan untuk memotong rumput panjang dan pohon demi meningkatkan visibilitas tentara yang ditempatkan di sana.

Sekitar pukul 10 pagi, para militan datang dan menembaki tentara dan warga sipil secara acak. Mereka baru berhenti saat sore hari ketika drone muncul di udara. Sekelompok kerabat korban mengatakan bahwa sedikitnya 400 orang tewas dalam pembantaian tersebut.

1. Butuh 3 hari untuk mengumpulkan seluruh jenazah

Lebih lanjut, perempuan tersebut mengungkapkan bahwa korban tewas termasuk warga sipil, tentara dan pasukan sukarelawan yang dikenal sebagai VDP. Salah satu keluarga yang dia kenal kehilangan 30 anggota, sementara keluarga lainnya yang beranggotakan 13 orang tewas semua dalam tragedi itu.

Butuh waktu tiga hari bagi para penyintas, sebagian besar perempuan dan anak-anak, untuk mengumpulkan mayat-mayat tersebut dan membawanya ke kantor walikota sebelum kemudian dikuburkan.

"Saya tinggal di balai kota sambil melihat orang-orang membawa mayat ke mana-mana. Itu sangat mengerikan," ujarnya.

Saudara laki-laki tertuanya dikuburkan terlebih dahulu setelah dia bersikeras agar dia mendapatkan kuburannya sendiri. Kuburan untuk dua saudaranya yang lain digali oleh tetangga keesokan harinya. 

"Saya sudah tidak yakin lagi apakah saya masih normal. Anda tahu kenapa? Karena saya melihat hal-hal mengerikan, mayat dan darah di mana-mana. Saya tidak bisa tidur nyenyak sejak saya mengungsi di sini," tambahnya.

Sementara itu, sumber masyarakat sipil di Kaya mengatakan bahwa militer telah mengepung kota tersebut dan mencegah para korban selamat untuk pergi atau membicarakan apa yang terjadi.

2. PBB dan UE kecam serangan tersebut

Afiliasi Al Qaeda, Jama'a Nusrat ul-Islam wa al-Muslimin (JNIM), telah mengaku bertanggung jawab atas serangan di Barsalogho. Mereka mengklaim menyerang tentara dan anggota milisi yang sedang menggali parit dan menewaskan hampir 300 orang. Mereka menyebut semua korban adalah pejuang, bukan warga sipil.

Junta yang berkuasa di Burkina Faso tidak menyebutkan berapa banyak orang yang tewas, namun mengatakan bahwa korban termasuk warga sipil

“Menurut video yang beredar, yang berdurasi kurang dari satu menit, puluhan mayat dapat dihitung di dalam parit,” kata Wassin Nasr, spesialis Sahel dan peneliti senior di lembaga pemikir keamanan Soufan Center kepada DW.

“Jenazah pria yang mengenakan pakaian sipil dengan sekop dan sepatu tetapi tidak memiliki senjata. Kami menyimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah diminta untuk menggali parit untuk tentara dan Relawan Pertahanan Tanah Air (VDP),” tambahnya.

Pengamat regional menyebut serangan itu sebagai salah satu serangan paling mematikan tahun ini di negara Afrika Barat tersebut. Komunitas internasional, PBB dan Uni Eropa (UE), turut mengutuk serangan tersebut.

3. Pemerintah dikritik karena dianggap tidak peduli dengan warga sipil

Sementara itu, kelompok sipil yang bernama Collectif Justice pour Barsalogho mengkritik pemerintah karena sikap diamnya terhadap serangan tersebut.

Mereka mengatakan bahwa delegasi pemerintah yang tiba di lokasi lebih fokus pada militer daripada pada warga sipil yang selamat. Mereka juga menyalahkan tentara karena mengirimkan warga ke kematian dengan memaksa mereka menggali parit.

"Kami menyesal bahwa para menteri dapat datang ke Barsalogho dan pergi tanpa melihat air mata atau mendengar tangisan kesedihan komunitas ini. Setiap keluarga sedang berduka. Pemuda telah hancur," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan pada Rabu (28/8/2024).

Kekecewaan terhadap kekerasan yang semakin memburuk telah menyebabkan dua kudeta di Burkina Faso pada 2022, namun otoritas baru sejauh ini masih belum mampu menghentikan pertumpahan darah. Menurut data dari organisasi non-pemerintah Armed Conflict Location and Event Data pada Juli, lebih dari 6.500 warga sipil telah terbunuh sejak awal 2020.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us