Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengungsi Palestina Resah Hadapi Pelarangan UNRWA oleh Israel  

pusat kesehatan UNRWA di Jenin, Tepi Barat, Palestina. (Pierre Marshall, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)
pusat kesehatan UNRWA di Jenin, Tepi Barat, Palestina. (Pierre Marshall, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Para pengungsi Palestina semakin was-was seiring mulai berlakunya pelarangan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) oleh Israel pada Kamis (30/1/2025). Pelarangan ini membuat nasib 2,3 juta warga Gaza terancam, mengingat 71 persen dari mereka berstatus pengungsi yang bergantung pada bantuan UNRWA.

Parlemen Israel mengesahkan dua undang-undang pada Oktober 2024 yang melarang operasi UNRWA di Gaza dan Tepi Barat. Israel juga secara resmi menetapkan UNRWA sebagai organisasi teroris, meski tuduhan ini dibantah pihak UNRWA.

Pelarangan UNRWA terjadi di tengah kondisi Gaza yang hancur akibat perang selama 15 bulan. Mayoritas penduduk Gaza telah kehilangan tempat tinggal dan bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup. UNRWA selama ini berperan vital menyediakan bantuan pangan, layanan kesehatan, dan pendidikan bagi pengungsi Palestina.

1. Pengungsi Palestina khawatir kehilangan akses bantuan vital

Para pengungsi Palestina memandang pelarangan UNRWA sebagai ancaman serius bagi kelangsungan hidup mereka. Abu Nael Hamouda, pengungsi berusia 74 tahun asal kota Majdal, mengisahkan ketergantungan pengungsi pada UNRWA.

"UNRWA adalah paru-paru yang membuat pengungsi Palestina bisa bernafas. Tanpa UNRWA, kami akan tercekik. Anak-anak dan cucu saya bersekolah di sekolah UNRWA, kami dirawat di rumah sakit UNRWA, dan mereka membantu kami memiliki atap di atas kepala kami," tutur Hamouda, dilansir Al Jazeera. 

Keluarga Naseer, yang tinggal di tenda pengungsian di halaman sekolah UNRWA di Deir al-Balah, Gaza tengah, juga mengkhawatirkan nasib pendidikan sembilan anaknya. Mereka terpaksa mengungsi dari rumah mereka di Beit Hanoun, Gaza utara, akibat perang. Saat ini keluarga Naseer hanya mendapat makanan hangat dua kali seminggu dari UNRWA, dilansir BBC.

Data menunjukkan selama perang berlangsung, UNRWA telah membantu 1,9 juta warga Gaza mendapatkan bantuan pangan. Badan PBB ini juga memberikan layanan kesehatan kepada 1,6 juta orang dan dukungan kesehatan mental bagi 730 ribu orang.

UNRWA juga memastikan 600 ribu orang mendapat akses air bersih dan mengelola pengumpulan lebih dari 10 ribu ton limbah padat dari kamp-kamp pengungsi. Pelarangan UNRWA berisiko menghentikan semua layanan vital ini.

2. Tidak ada organisasi yang mampu menggantikan peran UNRWA

UNRWA telah membangun jaringan dan sistem bantuan yang luas selama 70 tahun beroperasi. Badan PBB ini mengelola 58 kamp pengungsi, termasuk 19 kamp di Tepi Barat yang menampung 912.879 pengungsi dan 8 kamp di Gaza yang menampung 1,6 juta pengungsi.

Kapasitas UNRWA didukung 30 ribu staf yang mayoritas merupakan pengungsi Palestina. Sayangnya, 272 staf UNRWA telah tewas dalam 665 serangan Israel dan 205 fasilitas UNRWA rusak selama perang.

Abu Ahmed Hamad, pengungsi dari Beit Hanoon dan ayah dari 10 anak, meragukan organisasi lain bisa menggantikan peran UNRWA.

"Perang membuktikan UNRWA paling mampu menangani krisis. Kelompok lain beroperasi tapi nyaris tidak bisa memenuhi sebagian kecil kebutuhan rakyat Palestina," jelas Hamad.

UNRWA juga menjadi tulang punggung operasi kemanusiaan PBB di Gaza. Organisasi PBB lainnya seperti UNICEF, WHO, dan WFP bergantung pada UNRWA untuk distribusi bantuan dan bahan bakar. Saat ini UNRWA membutuhkan dana 1,7 miliar dolar AS (sekitar Rp27 triliun) untuk membantu 1,9 juta orang di Gaza dan 275 ribu orang di Tepi Barat.

Saat ini, 600 truk bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza setiap hari berkat kesepakatan gencatan senjata. Namun, pelarangan UNRWA membuat proses pengiriman dan pembagian bantuan kepada warga Gaza berisiko terganggu. 

3. Kekhawatiran penghapusan identitas dan hak pengungsi

Pendirian UNRWA pada 1949 terkait erat dengan Resolusi PBB 194 yang menjamin hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah asal mereka. UNRWA awalnya dibentuk untuk membantu 750 ribu pengungsi Palestina yang terusir saat pembentukan Israel pada 1948.

Bagi sebagian pengungsi, UNRWA bukan sekadar lembaga bantuan tapi simbol pengakuan internasional atas status dan hak mereka sebagai pengungsi Palestina. Ibrahim Abdel Qader, pengungsi dari kamp Khan Younis melihat pelarangan ini sebagai upaya politis.

"Ini lebih besar dari sekadar bantuan. Mereka berusaha menghapus isu pengungsi dan hak kami untuk kembali ke kampung halaman," ujarnya.

Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal UNRWA, menyatakan pelarangan akan melumpuhkan respons kemanusiaan di Gaza dan mencabut layanan penting dari jutaan pengungsi Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Beberapa negara termasuk Belgia, Irlandia, dan Spanyol telah mengecam keputusan Israel ini.

Amerika Serikat memotong pendanaan UNRWA pada Januari 2024 setelah tuduhan Israel bahwa 12 staf terlibat serangan 7 Oktober 2023. Setelah investigasi PBB dan pemecatan sembilan staf, semua donor kecuali AS dan Swedia telah melanjutkan pendanaan mereka.

Pelarangan UNRWA juga mengancam operasi badan PBB ini di Yerusalem Timur yang dianeksasi Israel. Salim Anati, dokter pensiunan yang tumbuh besar di kamp pengungsi Shufat, menyaksikan kantor-kantor UNRWA mulai mengemas barang-barang mereka pekan ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us