Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Menarik Pelatuk Paruh Gading, Pernah Dianggap Punah!

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/Arthur A. Allen, water coloured by Jerry A. Payne)
Intinya sih...
  • Pelatuk paruh gading merupakan spesies burung pelatuk terbesar dengan panjang tubuh mencapai 48-53 cm, lebar sayap 76 cm, dan berat 450-570 gram.
  • Spesies ini tersebar di bagian tenggara Amerika Serikat dan Kuba, sebelumnya dianggap punah sebelum ditemukan kembali pada tahun 2004.
  • Pelatuk paruh gading memakan larva kumbang besar, kulit kayu, buah-buahan, dan kacang-kacangan serta bersifat sosial dan monogami dalam sistem perkawinan.

Pelatuk paruh gading atau ivory-billed woodpecker merupakan salah satu spesies pelatuk terbesar. Mereka berada dalam famili Picidae dan memiliki nama ilmiah Cempephilus principalis. Panjang tubuhnya mencapai 48--53 sentimeter, lebar kepakan sayapnya 76 sentimeter dan beratnya 450--570 gram. Warna bulu pelatuk ini didominasi hitam atau ungu mengkilat, Ada garis putih memanjang dari pipi hingga leher dan bertemu di punggungnya.

Pelatuk paruh gading punya jambul menonjol, berwarna hitam di tepi depan, tapi merah di bagian samping dan belakang jantan. Sementara pada betina berwarna hitam pekat. Paruh kuatnya lurus da berwarna putih gading. Ujung paruhnya pipih ke samping nampak seperti pahat kayu. Saatnya kenalan dengan mereka melalui fakta berikut ini.

1. Wilayah penyebaran pelatuk paruh gading

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/Arthur A. Allen)

Penyebaran pelatuk paruh gading pernah berada di bagian tenggara Amerika Serikat, dari selatan Florida dan Gulf Coast, Calorina Utara, bagian selatan Illinois, ke barat hingga tenggara Oklahoma dan timur Texas. Mereka juga tersebar luas di Kuba. Sebelumnya, spesies pelatuk ini pernah dianggap punah selama beberapa tahun sebelum ditemukan kembali dalam video di bagian timur Arkansas pada bulan April 2004. Saat ini, keberadaan paling pasti pelatuk paruh gading berada di Chace River National Wildlife Refuge, di Monroe County.

Animal Diversity menginformasikan bahwa penampakan pelatuk ini yang terakhir dikonfirmasi di Kuba ada di tahun 1987. Pelatuk paruh gading membutuhkan kawasan hutan luas dan rindang dengan pohon-pohon besar. Spesies ini lebih menyukai hutan dengan kanopi relatif terbuka sehingga bisa terbang tanpa tambahan. Mereka bersarang di beragam spesies pohon termasuk pinus, cemara, cabbage pametto, sugarberry dan maple merah.

2. Apa yang dimakannya?

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/Arthur A. Allen)

Berdasarkan informasi dari All About Birds, pelatuk paruh gading kebanyakan memakan larva kumbang besar dari keluarga kumbang tanduk panjang, permata dan klik. Mereka juga mengonsumsi larva kumbang kulit kayu yang lebih kecil, termasuk kumbang pinus selatan. Spesies yang banyak ditemukan di daerah rawan kebakaran, banjir dan gangguan lainnya.

Pelatuk paruh gading menggunakan paruh besarnya untuk mengupas kulit pohon mati dan batang kayu tumbang. Untuk melengkapi dietnya, pelatuk ini memakan buah-buahan dan kacang-kacangan termasuk hickory, pecan, magnolia, poison ivy, anggur, kesemek, hackberry dan biji ek.

3. Melakukan perjalanan jauh untuk makan dan tidak teritorial

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/James St. John)

Sebagai burung yang aktif saat siang hari dan menghabiskan malamnya di lubang bertengger. Pelatuk paruh gading meninggalkan tempatnya untuk mencari makan ketika fajar. Mereka tidak aktif di siang hari tapi melanjutkan aktivitasnya di sore hari sebelum kembali saat senja. Pelatuk ini menjelajah sejauh 25 kilometer persegi untuk mendapatkan makanan yang cukup bagi mereka dan anak-anaknya.

Pelatuk paruh gading bersifat sosial dan tidak teritorial, mereka tidak melindungi wilayahnya dari burung lain saat bertemu. Dalam banyak kasus, spesies ini berkumpul dalam kelompok yang terdiri dari 4--11 ekor untuk makan bersama di satu pohon.

4. Bagaimana cara berkomunikasinya?

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/Arthur A. Allen)

Seperti kebanyakan burung lainnya, pelatuk paruh gading mengenali lingkungannya melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan dan aroma. Mereka punya panggilan yang khas yaitu 'kent', sering dideskripsikan mirip dengan nada dari terompet timah atau klakson. Saat berpasangan, burung ini mengeluarkan nada panggilan lebih lembut dan terkadang berduet bersama dengan nada panjang yang tidak jelas.

Pelatuk paruh gading juga berkomunikasi dengan memukul paruhnya ke permukaan, menghasilkan suara drum khas. Selain itu, mereka juga mengirimkan sinyal visual yang jelas sebagai fungsi komunikasi. Sayangnya, tujuan dari itu masih belum diteliti lebih jauh.

5. Sistem perkawinan pelatuk paruh gading

Ivory-billed woodpecker (commons.m.wikimedia.org/Arthur A. Allen)

Sistem perkawinan pelatuk paruh gading adalah monogami, kawin dengan satu pasangan seumur hidupnya. Musim kawinnya terjadi di bulan Januari dan Mei. Kedua induk bekerja sama menggali rongga pohon sektar 4,6--21,3 meter dari permukaan tanah, tempat di mana anaknya lahir. Betina menempatkan telurnya di bulan April atau Mei, biasanya sebanyak 3--6 telur, dilansir Animalia.

Telurnya dierami selama 3--5 minggu secara bergantian, jantan di malam hari dan keduanya bertukar setiap dua jam di siang hari. Jika tidak mengerami, mereka bertugas untuk mencari makan. Setelah menetas, anaknya baru belajar terbang di usia 7--8 minggu dan tetap diberi makan selama 2 bulan. Keluarga bahagia itu berpisah di akhir musim gugur atau awal musim dingin.

Pelatuk paruh gading ternyata orang tua yang bertanggung jawab dan tidak teritorial. Mereka juga menghabiskan hari terbang bersama untuk mencari makan. Sayangnya, spesies ini diklasifikasikan sebagai Critically Endangared dan tren populasinya mengalami penurunan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nur Aulia Safira
EditorNur Aulia Safira
Follow Us