5 Fakta Sanca Gendang, Ular Gempal Eksotis Asli Sumatra

- Tubuhnya gempal dan berotot, tapi ekornya justru sangat pendek
- Menyukai habitat basah dan bersembunyi di kegelapan malam
- Ia adalah predator penyergap yang sabar menunggu mangsa
Di kedalaman hutan hujan tropis Sumatra, hidup sesosok reptil unik yang penampilannya begitu mencolok. Namanya sanca gendang atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Sumatran short-tailed python (Python curtus). Ular ini bukanlah predator biasa. Keberadaannya di antara lebatnya vegetasi dan tanah basah rawa-rawa menjadi bukti kekayaan fauna Indonesia yang luar biasa, khususnya di Pulau Sumatra dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Kepulauan Riau dan Bangka.
Bagi sebagian orang, ular sanca mungkin identik dengan tubuh super panjang dan ramping. Namun, sanca gendang mendobrak citra tersebut dengan perawakannya yang khas. Ia dikenal memiliki tubuh yang sangat kekar, berotot, dan berat, namun dengan ekor yang sangat pendek, membuatnya tampak gempal dan unik. Inilah yang membuatnya dijuluki "ular buntet" atau "sanca gendang". Kehidupannya yang cenderung tersembunyi dan lebih banyak aktif di malam hari membuat perjumpaan dengannya menjadi momen yang langka sekaligus mendebarkan.
1. Tubuhnya gempal dan berotot, tapi ekornya justru sangat pendek

Sesuai dengan namanya, sanca gendang memiliki proporsi tubuh yang sangat unik dan mudah dikenali. Dilansir Monaco Nature Encyclopedia, ular ini memiliki badan yang kekar, padat berisi, dan berotot, memberikan kesan gemuk atau gempal. Meskipun panjang rata-rata dewasanya hanya mencapai 1,5 hingga 1,8 meter, bobotnya bisa sangat berat karena diameter tubuhnya yang besar. Karakteristik inilah yang membedakannya dari jenis piton lain yang umumnya memiliki tubuh lebih panjang dan ramping.
Keunikan fisiknya tidak berhenti di situ. Nama "short-tailed python" atau sanca ekor pendek merujuk pada ekornya yang memang sangat pendek jika dibandingkan dengan total panjang tubuhnya. Selain itu, kulitnya memiliki pola warna yang memukau, biasanya berwarna dasar cokelat keabuan atau sawo matang yang dihiasi bercak-bercak berwarna merah bata hingga merah darah. Bahkan, beberapa individu memiliki sisik yang dapat memantulkan kilau warna-warni seperti pelangi (iridescent) di bawah cahaya tertentu, menambah pesona eksotisnya.
2. Menyukai habitat basah dan bersembunyi di kegelapan malam

Sanca gendang adalah penghuni sejati lantai hutan. Mereka dapat ditemukan di hutan hujan tropis, rawa-rawa, dan area di sekitar tepi sungai atau aliran air di Sumatra. Menurut Animalia.bio, ular ini sangat menyukai tempat-tempat yang hangat dan lembap, di mana mereka bisa dengan mudah bersembunyi di antara vegetasi yang lebat atau bahkan sebagian tubuhnya terendam di air. Kemampuannya berenang pun cukup baik meski perawakannya terkesan "obesitas".
Sebagai makhluk nokturnal, sanca gendang lebih banyak beraktivitas saat malam tiba. Mereka adalah hewan penyendiri (solitary) dan hanya berinteraksi dengan sesamanya saat musim kawin tiba. Sifatnya yang pemalu dan lebih suka bersembunyi di kegelapan membuat mereka jarang terlihat oleh manusia. Di alam liar, mereka bisa menjadi cukup defensif dan tidak ragu untuk menyerang jika merasa terancam, meskipun spesimen yang ditangkarkan cenderung lebih tenang.
3. Ia adalah predator penyergap yang sabar menunggu mangsa

Berbeda dengan predator yang aktif berburu, sanca gendang adalah seorang "predator penyergap" atau ambush predator. Artinya, ia tidak mengejar mangsanya, melainkan diam tak bergerak dan mengandalkan kamuflase tubuhnya yang menyatu dengan lingkungan sekitar untuk menunggu hewan mangsa lewat. Ular ini bisa diam dalam posisi melingkar seperti donat, siap untuk melesat dengan cepat ketika mangsa berada dalam jangkauan serangannya.
Mangsanya sebagian besar terdiri dari mamalia kecil dan berbagai jenis burung. Ketika mangsa sudah tertangkap dengan giginya yang panjang dan melengkung ke belakang, sanca gendang akan menggunakan kekuatan ototnya yang luar biasa untuk melilit dan meremas mangsanya. Seperti yang dijelaskan dalam Monaco Nature Encyclopedia, lilitan ini akan semakin kencang setiap kali korban menghembuskan napas, hingga akhirnya menyebabkan kematian karena kehabisan napas (asphyxia), bukan karena meremukkan tulang. Setelah itu, ia akan menelan mangsanya secara utuh, dimulai dari kepala.
4. Sang induk mengerami telur dengan cara yang unik

Sanca gendang berkembang biak dengan cara bertelur, atau ovipar. Seekor betina biasanya akan mengeluarkan sekitar selusin telur berukuran besar, meskipun beberapa laporan menyebutkan jumlah yang jauh lebih banyak. Setelah bertelur, sang induk tidak akan meninggalkan telur-telurnya begitu saja. Ia akan menunjukkan naluri keibuan yang luar biasa dengan tetap melingkari kumpuluan telurnya selama masa inkubasi.
Proses inkubasi ini berlangsung selama 2,5 hingga 3 bulan. Selama periode ini, induk sanca akan melindungi telur dari predator dan menjaga suhunya. Hal yang paling menakjubkan adalah, jika suhu lingkungan turun di bawah 32 derajat Celcius, sang induk akan menggetarkan tubuhnya atau "menggigil". Dilansir Kiddle Encyclopedia, getaran otot ini menghasilkan panas untuk menjaga telur-telurnya tetap hangat, sebuah proses yang tentunya menghabiskan banyak energi bagi sang induk. Setelah menetas, bayi-bayi sanca akan memiliki panjang sekitar 30 cm.
5. Kulitnya indah namun menjadi ancaman bagi kelestariannya

Meskipun status konservasinya menurut Daftar Merah IUCN saat ini adalah "Risiko Rendah" (Least Concern), bukan berarti sanca gendang tidak menghadapi ancaman serius. Ancaman terbesar datang dari perburuan liar untuk diambil kulitnya. Pola kulitnya yang eksotis menjadikannya target utama dalam perdagangan kulit hewan untuk dijadikan produk fesyen seperti tas dan sepatu kulit. Diperkirakan sekitar 100.000 ekor ular ini ditangkap dari alam liar setiap tahunnya untuk tujuan tersebut.
Selain perburuan, ancaman lain yang tidak kalah serius adalah hilangnya habitat. Perluasan lahan pertanian dan perkebunan di Sumatra secara masif telah merusak hutan hujan dan rawa-rawa yang menjadi rumah bagi mereka. Ular ini juga cukup populer di kalangan pencinta hewan eksotis sebagai hewan peliharaan. Meskipun penangkaran telah berhasil menghasilkan individu yang lebih jinak, permintaan yang tinggi tetap memicu penangkapan dari alam liar, yang pada akhirnya dapat mengancam populasi mereka di masa depan.
Sebagai kesimpulan, sanca gendang adalah salah satu harta karun keanekaragaman hayati Indonesia yang penuh dengan keunikan. Menjaga kelestarian habitatnya dari kerusakan adalah tanggung jawab kita bersama agar pesona ular gempal ini tidak hanya tersisa dalam cerita.


















