Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tokoh Renaisans yang Sempat Dianggap Penyihir Karena Ilmunya

Johannes Kepler
Johannes Kepler (commons.wikimedia.org/Wellcome Collection)
Intinya sih...
  • Cornelius AgrippaHeinrich Cornelius Agrippa (1486–1535) adalah tokoh kontroversial dengan karya De occulta philosophia libri tres yang memadukan tradisi esoteris untuk menciptakan sistem sihir alami.
  • Giordano BrunoFilsuf progresif Giordano Bruno (1548–1600) memadukan filsafat, seni ingatan, dan Hermetisisme dalam karyanya, membuatnya dicurigai oleh Gereja dan dihukum mati.
  • Johannes KeplerPelopor astronomi modern Johannes Kepler (1571–1630) terlibat dalam astrologi dan melihat langit sebagai sarana komunikasi ilahi, membuatnya dicap sebagai peramal atau penyihir.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Zaman Renaisans sering kali disebut sebagai era kebangkitan ilmu pengetahuan. Namun, tak sedikit dari tokoh-tokoh hebat di masa itu yang justru mengalami tuduhan sebagai penyihir, hanya karena pemikiran mereka dianggap terlalu maju. Keberanian mereka mengeksplorasi alam semesta hingga jiwa manusia membuat sebagian besar masyarakat merasa terancam.

Di tengah kebangkitan filsafat, seni, dan ilmu pengetahuan, batas antara ilmu dan sihir sangat tipis. Bagi sebagian kalangan, ilmu yang tidak mereka pahami dianggap sebagai bentuk sihir atau penyimpangan. Pada ulasan ini, terdapat lima tokoh era Renaisans yang sempat dianggap sebagai penyihir, meskipun sebenarnya mereka hanya mencoba memahami dunia dengan cara yang lebih dalam.

1. Cornelius Agrippa

Cornelius Agrippa
Cornelius Agrippa (commons.wikimedia.org/Wellcome Collection)

Heinrich Cornelius Agrippa (1486–1535) adalah salah satu tokoh paling kontroversial dari masa Renaisans. Ia dikenal karena karyanya De occulta philosophia libri tres (Tiga Buku Filsafat Okultisme) yang terbit pada tahun 1533. Buku ini memadukan berbagai tradisi esoteris, seperti Neoplatonisme, Hermetisisme, dan Kabbalah, untuk menciptakan sistem sihir alami yang bertujuan mengakses kekuatan tersembunyi alam semesta.

Menurut Agrippa, seorang magus—atau penyihir dalam pengertian positif—dapat memahami dan memanfaatkan hubungan antara dunia spiritual dan dunia alami untuk tujuan yang benar. Meskipun ia kemudian menerbitkan tulisan yang lebih kritis terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, reputasinya sebagai penyihir ilmiah sudah terlanjur melekat.

2. Giordano Bruno

Giordano Bruno (commons.wikimedia.org/Berthold Werner)
Giordano Bruno (commons.wikimedia.org/Berthold Werner)

Giordano Bruno (1548–1600) dikenal sebagai filsuf Renaisans yang pemikirannya sangat progresif, namun juga sangat kontroversial. Ia memadukan filsafat, seni ingatan, dan Hermetisisme—sebuah sistem kepercayaan magis kuno—ke dalam karya-karyanya, termasuk De umbris idearum, Bruno mengklaim bahwa manusia bisa menyelaraskan pikirannya dengan tatanan kosmik.

Ia tidak melihat teknik ini sebagai trik, melainkan sebagai cara spiritual untuk menyatu dengan alam semesta. Masyarakat saat itu melihat gabungan antara filsafat, teknik memori, dan pemikiran okultisme sebagai sesuatu yang berbahaya. Reputasinya sebagai magus membuat ia dicurigai oleh Gereja, yang pada akhirnya mengadilinya atas tuduhan bidah dan menghukumnya mati.

3. Johannes Kepler

Johannes Kepler
Johannes Kepler (commons.wikimedia.org/Wellcome Collection)

Johannes Kepler (1571–1630), yang kini kita kenal sebagai pelopor astronomi modern, juga tak luput dari tuduhan-tuduhan mistis pada zamannya. Meski terkenal karena hukum pergerakan planet, Kepler juga terlibat dalam astrologi. Ia berusaha membersihkan astrologi dari unsur-unsur yang ia anggap tidak rasional, seperti pembagian zodiak, dan fokus pada konjungsi planet sebagai simbol kehendak Tuhan.

Kepler melihat langit bukan hanya sebagai obyek pengamatan, tetapi juga sebagai sarana komunikasi ilahi. Bagi masyarakat awam, interpretasi spiritual terhadap pergerakan planet ini membuatnya terlihat seperti peramal atau bahkan penyihir. Padahal, pendekatannya justru menggabungkan logika ilmiah dan spiritualitas dalam satu kerangka kosmologi yang utuh.

4. Marsilio Ficino

Marsilio Ficino
Marsilio Ficino (commons.wikimedia.org/Wellcome Collection)

Marsilio Ficino (1433–1499) adalah seorang filsuf dan imam Katolik yang punya pengaruh besar dalam menghidupkan kembali Neoplatonisme di Eropa. Ia memimpin Akademi Firenze dan menerjemahkan karya-karya Plato serta tulisan-tulisan Hermetik kuno. Dalam pandangan Ficino, sihir bukan berarti praktik gelap, tetapi suatu bentuk sihir alami yang berakar pada harmoni antara manusia dan alam semesta.

Dalam bukunya De vita libri tres (Tiga Buku tentang Kehidupan), ia menjelaskan cara menggunakan astrologi, musik, dan jimat tertentu untuk menarik energi positif dari kosmos demi kesehatan dan keseimbangan jiwa. Gagasannya tentang spiritus, kekuatan yang menghubungkan manusia dengan alam semesta, membuatnya dicap sebagai penyihir oleh sebagian orang.

5. Pico della Mirandola

Pico della Mirandola
Pico della Mirandola (commons.wikimedia.org/Wellcome Collection)

Giovanni Pico della Mirandola (1463–1494) adalah salah satu pemikir Renaisans yang paling terkenal karena keberaniannya menyatukan berbagai tradisi filsafat dan mistik dalam satu kerangka pemikiran. Dalam 900 Tesis-nya yang ia tulis pada tahun 1486, Pico menyisipkan sejumlah kesimpulan magis yang membahas bentuk sihir non-iblis yang ia sebut sebagai sihir alami.

Bagi Pico, sihir tidak identik dengan praktik gelap, tetapi sebagai sarana spiritual untuk memahami hubungan antara dunia fisik dan dunia ilahi. Ia percaya bahwa dengan memahami prinsip-prinsip ini, manusia bisa lebih dekat kepada Tuhan dan memperoleh kebijaksanaan yang lebih tinggi. Karena membawa unsur-unsur mistik dalam filsafat Kristen, sebagian orang menilainya sebagai penyihir terselubung.

Era Renaisans adalah masa di mana batas antara ilmu pengetahuan dan sihir masih kabur, dan para pemikir besar sering kali disalahpahami oleh masyarakat zamannya. Mereka yang mencoba menjelaskan alam semesta secara rasional atau spiritual sering kali dituduh melakukan sihir, meskipun apa yang mereka lakukan adalah bentuk pencarian kebenaran yang mendalam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us