- Cekungan dangkal, yang tergenang secara musiman (chotts dan dayas), dan cekungan oasis yang besar
- Dataran kerikil luas (serirs atau regs)
- Dataran tinggi berbatu (hammadas)
- Dataran garam
- Pegunungan terjal, termasuk Gunung Emi Koussi di Pegunungan Tibesti di Chad, dengan titik tertinggi gurun mencapai 3.415 meter
- Formasi batuan, lembaran pasir, bukit pasir, dan lautan pasir (erg)
7 Fakta Gurun Sahara, Lautan Pasir yang Pernah Menjadi Sabana

- Gurun Sahara adalah gurun panas terbesar di dunia, membentang luas di Afrika Utara dan memiliki beberapa sumber air permanen.
- Meskipun sering digambarkan sebagai lautan pasir, Gurun Sahara hanya ditutupi oleh sekitar 25% pasir dengan berbagai elemen topografi lainnya.
- Struktur Richat, alias "Eye of the Sahara,” adalah fitur geografis melingkar yang luas di Gurun Sahara dekat Ouadane, Mauritania, dengan diameter sekitar 50 km.
Apa yang kamu bayangkan saat mendengar kata Gurun Sahara? Mungkin unta, bukit pasir, dan suhu ekstrem? Benar!
Gurun Sahara dikenal karena suhunya yang panas, berkisar antara 38°C - 50°C di musim panas dan 15°C - 25°C di musim dingin. Namun, di balik hamparan padang pasir seluas 9,4 juta kilometer persegi ini tersimpan fakta-fakta mengejutkan yang akan mengubah pandanganmu. Penasaran?
Mari kita selami lebih dalam rahasia tersembunyi Gurun Sahara!
1. Gurun panas terbesar di dunia

Dilansir Live Science, Gurun Sahara adalah gurun panas terbesar di dunia, serta terluas ketiga setelah gurun Antartika dan Arktik. Gurun ini membentang luas di Afrika Utara, melintasi Aljazair, Chad, Mesir, Libya, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Sudan, dan Tunisia.
Gurun Sahara berbatasan dengan Samudra Atlantik di sebelah barat, Laut Merah di sebelah timur, Laut Mediterania di sebelah utara, dan sabana Sahel di sebelah selatan. Meskipun sangat kering, gurun ini memiliki beberapa sumber air permanen, terutama Sungai Nil dan Sungai Niger, serta banyak oasis.
2. Tidak hanya pasir

Nama Gurun Sahara berasal dari bahasa Arab, yaitu “Al-Ṣaḥrāʾ al-Kubrā,” yang berarti "Gurun Besar". Meskipun sering digambarkan sebagai lautan pasir, tetapi sebenarnya gurun ini hanya ditutupi oleh sekitar 25% pasir. Dilansir Britannica, Gurun Sahara memiliki berbagai elemen topografi, di antaranya:
3. Terdapat Struktur Mata Sahara

Struktur Richat, alias "Eye of the Sahara” adalah salah satu fitur geologi paling misterius dan menakjubkan di Gurun Sahara. Menurut Google Arts & Culture, Struktur Richat adalah fitur geografis melingkar yang luas di Gurun Sahara dekat Ouadane, Mauritania, dengan diameter sekitar 50 km. Struktur ini membentuk lingkaran di tengah gurun yang menyerupai mata jika dilihat dari orbit Bumi.
Awalnya dianggap sebagai bekas tabrakan meteorit karena membentuk lingkaran sempurna, tetapi sekarang diperkirakan merupakan hasil aktivitas geologis. Menurut Britannica, struktur ini merupakan kubah geologi terangkat yang terbentuk dari batuan cair selama Periode Cretaceous sekitar 145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu. Cincin-cincin konsentrisnya terdiri dari berbagai jenis batuan sedimen dan beku yang telah terkikis selama jutaan tahun.
Struktur Richat digunakan sebagai penanda oleh para pilot dalam Perang Dunia II dan pertama kali dideskripsikan secara ilmiah pada tahun 1948 oleh ahli geografi Prancis, Jacques Richard-Molard. Astronot James McDivitt dan Edward White pun berhasil memotretnya dalam misi Gemini 4 pada bulan Juni 1965.
4. Berbagai flora dan fauna telah beradaptasi

Gurun Sahara adalah rumah bagi berbagai flora dan fauna yang telah beradaptasi dengan kondisi ekstrem. Dilansir Britannica, vegetasi di Gurun Sahara umumnya jarang, hanya ada rerumputan, semak belukar, dan pepohonan yang tersebar di dataran tinggi, cekungan oasis, dan di sepanjang wadi. Contohnya seperti spesies Acacia dan Artemisia, pohon kurma, thyme, serta rumput Aristida, Eragrostis, dan Panicum.
Sementara faunanya ada unta Dromedari, gerbil, jerboa, kelinci Tanjung, landak gurun, domba Barbary, oryx, kijang Dorcas, rusa Dama, keledai liar Nubia, babon Anubis, hyena tutul, jakal, rubah pasir, musang belang Libya, dan luwak ramping. Kehidupan burung melebihi 300 spesies. Katak, kodok, dan buaya hidup di danau dan kolam, sementara kadal, bunglon, kadal skink, dan kobra dapat ditemukan di antara bebatuan dan bukit pasir.
5. Dulunya adalah hutan hijau yang subur

Gurun Sahara pernah menjadi sabana dan hutan hijau yang subur di masa lalu. Dilansir Nature, "Sahara Hijau" terakhir kali terjadi pada masa Holosen Awal dan Tengah, yaitu sekitar 11.000-5.000 tahun yang lalu. Periode ini dikenal sebagai "African Humid Period" dengan curah hujan yang banyak dan mendukung ekosistem sabana berhutan. Fakta ini dibuktikan dengan temuan fosil dan arkeologi, serta seni cadas di Dataran Tinggi Tassili N'Ajjer, Aljazair, yang menggambarkan pemandangan pedesaan dengan banyak gajah, jerapah, kuda nil, auroch, dan antelop, yang sedang dikejar oleh kawanan pemburu.
Perubahan ini didorong oleh perubahan siklus orbit Bumi (Milankovitch Cycles) sehingga Belahan Bumi Utara lebih dekat ke Matahari selama musim panas, yang mengintensifkan Monsun Afrika Barat dan membawa curah hujan melimpah ke Sahara. Perubahan bertahap dalam orbit Bumi kemudian menggeser Monsun kembali ke selatan, mengurangi curah hujan di Afrika Utara, yang akhirnya mengubah sabana hijau kembali menjadi gurun yang kering.
6. Pernah diselimuti salju

Fenomena turunnya salju di Gurun Sahara adalah kejadian yang sangat langka dan tidak biasa. Diungkapkan oleh Space, fenomena alam ini terjadi di wilayah yang memiliki ketinggian, terutama di sekitar Kota Ain Sefra, Aljazair. Menurut catatan, badai salju di Gurun Sahara terjadi pada Februari 1979 dan Desember 2016. Pada tahun 2018, Operational Land Imager pada satelit Landsat 8 melaporkan ketebalan salju antara 10-30 cm.
Dilansir Britannica, turunnya salju ini dipengaruhi oleh kombinasi berbagai kondisi cuaca. Selama musim dingin, suhu dapat turun di malam hari yang terkadang menyebabkan turunnya salju, terutama di dataran tinggi utara. Fenomena alam ini juga sering dilihat oleh para ilmuwan sebagai contoh dari pola cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, dan mungkin terkait dengan perubahan iklim global.
7. Meluas sejak tahun 1920

Dilansir WorldAtlas, penelitian menunjukkan bahwa Gurun Sahara telah meluas sekitar 10% sejak tahun 1920, terutama ke selatan menuju wilayah Sahel. Selain disebabkan oleh aktivitas manusia, perluasan gurun juga disebabkan oleh perubahan iklim global yang mengganggu Sirkulasi Hadley, yaitu pola atmosfer yang membawa udara kering panas dari garis khatulistiwa ke wilayah subtropis, termasuk Sahara. Siklus iklim periodik alami seperti AMO (Atlantic Multidecadal Oscillation) di Samudra Atlantik Utara juga memengaruhi pola curah hujan regional.
Perluasan ini menimbulkan dampak buruk yang signifikan, terutama di wilayah Sahel. Mulai dari masalah lingkungan dan sosial-ekonomi, seperti krisis pangan dan air, migrasi dan konflik, hingga kehilangan keanekaragaman hayati, penyusutan wilayah Sahel, menurunnya kualitas udara, dan terganggunya ekosistem.
Sebagai gurun panas terbesar di dunia, Gurun Sahara lebih dari sekadar hamparan pasir. Dari sabana hijau yang subur hingga menjadi rumah bagi flora dan fauna yang sangat adaptif, Gurun Sahara adalah bukti nyata dari kekuatan adaptasi dan perubahan Bumi.