Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Jenis Limbah yang Dihasilkan dari Kegiatan Belanja Online, Beragam!

ilustrasi emisi karbon dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Marcin Jozwiak)
ilustrasi emisi karbon dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Marcin Jozwiak)

Belanja online telah menjadi fenomena global yang merubah cara konsumen berbelanja. Dalam beberapa tahun terakhir, platform e-commerce berkembang pesat sehingga memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mendapatkan barang tanpa harus keluar rumah. Fenomena ini juga didorong oleh peningkatan penggunaan teknologi dan akses internet yang semakin luas.

Namun, di balik kenyamanan ini, belanja online juga memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan. Proses pengemasan, pengiriman, dan pengelolaan limbah dari produk yang dibeli secara online dapat menimbulkan berbagai jenis limbah. Penasaran, apa saja limbah yang dihasilkan dari kegiatan belanja online? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!

1.Sampah Kemasan

ilustrasi sampah kemasan dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Wander Fleur)
ilustrasi sampah kemasan dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Wander Fleur)

Salah satu limbah terbesar dari belanja online adalah sampah kemasan. Setiap produk yang dikirim biasanya dibungkus dengan berbagai lapisan pelindung seperti kotak kardus, plastik bubble wrap, dan pita perekat atau solatip. Dilansir laman US Environmental Protection Agency, sekitar 28 persen dari limbah padat kota berasal dari kemasan. Meskipun beberapa kemasan dapat didaur ulang, banyak juga yang berakhir di tempat pembuangan akhir karena kurangnya fasilitas daur ulang yang memadai atau kurangnya kesadaran konsumen.

Penggunaan bahan kemasan berlebih ini tidak hanya meningkatkan volume limbah, tetapi juga membutuhkan energi tambahan untuk produksi dan pengolahannya. Selain itu, bahan plastik yang digunakan dalam kemasan sering kali sulit terurai dan dapat mencemari lingkungan selama bertahun-tahun. Sampah plastik yang terakumulasi selama bertahun-tahun dapat menyumbat saluran air dan mencemari lautan, yang akhirnya merusak ekosistem laut dan membahayakan kehidupan biota laut.

2.Limbah Elektronik

ilustrasi limbah elektronik (wikimedia.org/Jemimus)
ilustrasi limbah elektronik (wikimedia.org/Jemimus)

Belanja online juga mendorong peningkatan limbah elektronik, terutama dari produk-produk teknologi seperti ponsel, laptop, dan perangkat elektronik lainnya. Produk-produk ini sering kali memiliki masa pakai yang singkat karena cepatnya perkembangan teknologi dan dorongan untuk selalu memiliki perangkat terbaru. Dilansir laman Global E-Waste Statistic Partnership, jumlah limbah elektronik global mencapai 53,6 juta ton pada 2019 dan hanya 17,4 persen yang didaur ulang secara resmi.

Limbah elektronik mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan timbal yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ketika limbah elektronik dibuang sembarangan, bahan-bahan beracun ini dapat meresap ke dalam tanah dan air tanah, yang akhirnya merusak ekosistem dan membahayakan kesehatan manusia dengan menyebabkan penyakit seperti kerusakan ginjal hingga gangguan sistem saraf.

3.Emisi Karbon

ilustrasi emisi karbon dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Marcin Jozwiak)
ilustrasi emisi karbon dari kegiatan belanja online (unsplash.com/Marcin Jozwiak)

Proses pengiriman produk belanja online juga berkontribusi pada emisi karbon. Pengiriman cepat atau same-day delivery yang menjadi populer di kalangan konsumen, memerlukan proses logistik yang intensif dan sering kali meningkatkan frekuensi pengiriman dengan muatan yang tidak penuh. Dilansir laman Smart Cities World, emisi dari pengiriman e-commerce diperkirakan akan meningkat sebesar 30 persen di kota-kota besar pada 2030 jika tren ini terus berlanjut.

Selain itu, penggunaan kendaraan bermotor untuk pengiriman juga menambah beban emisi karbon. Emisi ini berkontribusi pada pemanasan global dan polusi udara yang dapat memperburuk masalah kesehatan seperti asma dan penyakit pernapasan lainnya.

4. Limbah Produk Sekali Pakai

ilustrasi limbah produk sekali pakai (unsplash.com/Nick Fewings)
ilustrasi limbah produk sekali pakai (unsplash.com/Nick Fewings)

Banyak produk yang dibeli secara online adalah barang sekali pakai atau barang dengan masa pakai singkat. Produk-produk seperti alat makan plastik, botol air, dan kemasan makanan sering kali hanya digunakan sekali sebelum dibuang.

Dilansir laman Plastic Pollution Coalition, lebih dari 40 persen plastik yang diproduksi digunakan untuk kemasan sekali pakai. Produk sekali pakai ini menambah beban pada tempat pembuangan akhir dan lautan, serta membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Sampah plastik sekali pakai ini dapat menyumbat saluran air dan mencemari ekosistem laut, sehingga berpotensi mengganggu rantai makanan dan membahayakan kehidupan laut seperti ikan dan burung laut.

Hal tersebut menunjukkan perlunya produk yang lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Maka dari itu, beberapa perusahaan sudah mulai beralih ke produk yang dapat digunakan kembali atau kemasan biodegradable untuk mengurangi dampak negatif ini.

5.Pengembalian Produk dan Pembuangan Limbah

ilustrasi limbah pengembalian produk (unsplash.com/boris misevic)
ilustrasi limbah pengembalian produk (unsplash.com/boris misevic)

Pengembalian produk adalah aspek lain dari belanja online yang berkontribusi pada limbah. Banyak konsumen mengembalikan barang karena tidak sesuai dengan ekspektasi atau cacat. Dalam banyak kasus, barang yang dikembalikan tidak dijual kembali melainkan dibuang atau dihancurkan. Dilansir laman BBC Earth, Amerika Serikat sendiri saja menghasilkan sekitar 5 miliar pon limbah dari pengembalian produk yang dihasilkan setiap tahun. Hal ini tentu membuat khawatir terkait banyaknya limbah dari pengembalian produk di seluruh dunia.

Proses ini tidak hanya menghasilkan limbah fisik, tetapi juga emisi karbon tambahan dari pengiriman balik produk. Limbah dari produk yang dikembalikan sering kali mencemari tempat pembuangan akhir dan dapat menyebabkan polusi tanah dan air. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sistem pengembalian yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta meningkatkan kesadaran konsumen akan pentingnya mengurangi pengembalian yang tidak perlu.

Belanja online menawarkan kemudahan dan kenyamanan, tetapi juga membawa tantangan lingkungan yang signifikan. Dari sampah kemasan hingga limbah elektronik, emisi karbon, produk sekali pakai, dan limbah dari pengembalian produk, semua aspek ini berkontribusi pada masalah lingkungan yang kompleks. Untuk mengurangi dampak ini, diperlukan langkah-langkah seperti penggunaan kemasan ramah lingkungan, peningkatan kesadaran konsumen tentang daur ulang, dan kebijakan yang mendorong pengelolaan limbah yang lebih baik. Dengan demikian, kita dapat menikmati manfaat belanja online sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us