Ilmuwan Coba Hidupkan Harimau Tasmania yang Sudah Punah

- Ilmuwan di Australia merekonstruksi genom harimau Tasmania yang sudah punah, membuka jalan bagi upaya menghidupkan kembali spesies ini.
- Peneliti berhasil menemukan RNA dalam spesimen kepala yang diawetkan, membantu memahami fungsi biologis dan karakteristik sensorik harimau Tasmania.
- Teknologi reproduksi dikembangkan untuk de-extinction memiliki implikasi penting bagi pelestarian spesies marsupial lainnya yang terancam punah.
Harimau sudah punah mau dihidupkan lagi oleh para ilmuwan di Australia. Ini merupakan salah satu dari beberapa kemajuan baru dalam upaya penanggulangan kepunahan harimau Tasmania yang dipelopori oleh perusahaan Colossal Biosciences.
Menggunakan kepala yang diawetkan sejak 110 tahun lalu, para ilmuwan kini memiliki cetak biru DNA lengkap. Ini harapannya dapat membuka jalan bagi upaya menghidupkan kembali spesies ini.
1. Genom lengkap dari spesimen tua

Para ilmuwan mampu merekonstruksi genom Harimau Tasmania yang paling lengkap berkat kepala yang diawetkan dalam etanol selama 110 tahun. Proses pengawetan yang teliti ini memungkinkan DNA tetap utuh meski disimpan begitu lama. Pada akhirnya, ini menjadi fondasi untuk menyusun sebagian besar sekuens genetik yang diperlukan.
Teknologi ini mematahkan pandangan lama yang menganggap mustahil merekonstruksi genom dari spesimen berusia puluhan hingga ratusan tahun. Keberhasilan ini bukan hanya merupakan pencapaian teknis tetapi juga bukti bahwa metode baru dalam bioteknologi mampu mengatasi tantangan pelestarian informasi genetik dari masa lalu.
2. De-extinction dimungkinkan dengan genom utuh
Dengan genom lengkap Harimau Tasmania, para ilmuwan kini memiliki cetak biru genetik yang diperlukan untuk menghidupkan kembali spesies ini, atau de-extinction.
Andrew Pask, ahli genetika yang terlibat dalam penelitian ini, menegaskan bahwa genom yang komprehensif dan berkualitas tinggi adalah kunci untuk memulai upaya tersebut.
Harimau Tasmania, yang dikenal sebagai thylacine, dulunya merupakan predator puncak di ekosistem Tasmania. Mereka memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan ekologi.
Keberadaan thylacine di alam liar dipercaya dapat mengurangi ketidakseimbangan ekosistem akibat hilangnya predator. Ini bisa membuka jalan bagi wacana pengembalian spesies punah ke habitat alaminya.
3. RNA membuka pemahaman biologi harimau Tasmania

Selain DNA, para peneliti juga berhasil menemukan RNA dalam spesimen kepala yang diawetkan tersebut. RNA ini penting karena memberikan wawasan tentang gen yang aktif pada jaringan tubuh harimau Tasmania ketika masih hidup.
RNA ini memungkinkan para ilmuwan memahami lebih rinci mengenai fungsi biologis dan karakteristik sensorik harimau Tasmania. Ini termasuk indra penciuman, pengecapan, dan persepsi lingkungannya.
Mengingat RNA lebih rapuh dan mudah rusak dibandingkan DNA, penemuan ini membuka pintu untuk mengeksplorasi bagaimana proses biologis spesies ini berfungsi. Temuan ini juga membantu memberi gambaran bagaimana hewan ini bertahan dalam lingkungan aslinya.
4. Kemajuan teknologi reproduksi untuk spesies marsupial lain
Colossal Biosciences, perusahaan yang mengelola proyek ini, juga mengembangkan teknologi reproduksi khusus untuk marsupial. Contohnya dunnart berekor gemuk, yang memiliki kekerabatan dekat dengan harimau Tasmania.
Para ilmuwan berhasil menstimulasi ovulasi pada dunnart ini sehingga memungkinkan mereka untuk menghasilkan telur dalam jumlah besar. Nantinya ini akan akan disuntikkan dengan genom thylacine.
Hal ini juga memungkinkan dunnart berekor gemuk menjadi induk pengganti bagi embrio harimau Tasmania, yang membuat upaya de-extinction lebih realistis. Teknologi ini menjadi komponen penting dalam proses pemulihan spesies punah melalui proses-proses biologis yang tetap natural.
5. Pemanfaatan teknologi untuk konservasi spesies yang masih hidup

Teknologi reproduksi yang dikembangkan untuk de-extinction juga memiliki implikasi penting bagi pelestarian spesies-spesies marsupial lainnya yang terancam punah. Dengan teknik ovulasi yang berhasil dikembangkan untuk dunnart, para ilmuwan kini memiliki metode yang bisa mempercepat pelestarian bagi marsupial kecil lainnya.
Ini berarti teknologi yang dikembangkan tidak hanya bermanfaat untuk menghidupkan kembali spesies punah, tetapi juga mendukung pelestarian keanekaragaman hayati secara lebih luas.
Jika diterapkan secara efektif, metode ini berpotensi membantu konservasi populasi marsupial yang menurun dengan cepat.
6. Tantangan dan masa depan de-extinction
Meskipun pencapaian ini membawa harapan besar, ada tantangan yang harus diatasi sebelum thylacine benar-benar dapat dikembalikan ke alam liar. Saat ini, 45 celah dalam sekuens DNA Harimau Tasmania masih belum terisi, yang menjadi kendala dalam upaya menyempurnakan genom.
Meski demikian, tim peneliti tetap optimis untuk menyelesaikan masalah ini dalam beberapa bulan mendatang melalui metode sekuensing tambahan. Selain itu, para ahli juga memperkirakan bahwa proses reintroduksi spesies ini ke ekosistem membutuhkan penelitian tambahan.
Dengan kerja sama antardisiplin, proyek ini memiliki potensi untuk menjadi titik awal bagi kemajuan dalam ilmu de-extinction.
Penyusunan genom Harimau Tasmania ini menjadi pencapaian besar dalam dunia sains yang memberikan harapan baru bagi de-extinction dan konservasi spesies. Meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi, kemajuan ini menunjukkan bahwa teknologi bisa membawa kita mendekati masa depan yang lebih beragam secara biologis.
Referensi
Feigin, Charles Y., Axel H. Newton, Liliya Doronina, et al. “Genome of the Tasmanian Tiger Provides Insights into the Evolution and Demography of an Extinct Marsupial Carnivore.” Nature Ecology & Evolution 2, no. 1 (December 8, 2017).
Feigin, Charles, Stephen Frankenberg, and Andrew Pask. “A Chromosome-Scale Hybrid Genome Assembly of the Extinct Tasmanian Tiger (Thylacinus Cynocephalus).” Genome Biology and Evolution 14, no. 4 (March 25, 2022).
Live Science. Diakses pada November 2024. Most complete Tasmanian tiger genome yet pieced together from 110-year-old pickled head.