Jam Kiamat Disetel 89 Detik Menuju Tengah Malam, Bumi Sedang Terancam

- Doomsday Clock ditetapkan pada 89 detik menuju tengah malam, menandakan risiko global yang belum pernah terjadi sebelumnya.
- Para peneliti memperingatkan tentang ketidakmampuan dunia dalam mengatasi krisis iklim dan ancaman nuklir, serta disrupsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).
- Ilmuwan mengkhawatirkan integrasi AI dalam sistem persenjataan modern yang dapat memunculkan pertanyaan etis dan strategis yang belum terselesaikan.
Pada Selasa (28/1/2025), Doomsday Clock—jam simbolis yang mencerminkan ancaman eksistensial terhadap umat manusia—ditetapkan pada 89 detik menuju tengah malam. Jam ini ditetapkan oleh Bulletin of the Atomic Scientists.
Jam Kiamat atau doomsday clock adalah sebuah simbol yang digunakan untuk menunjukkan seberapa dekat peradaban manusia dengan kehancuran global. Simbol ini berupa jam yang menunjukkan waktu tengah malam sebagai kiamat dan menit yang tersisa sebagai perkiraan waktu menuju kehancuran.
Ini merupakan posisi terdekat dalam sejarah jam ini yang sudah berlangsung selama 78 tahun. Ditetapkannya 89 detik menuju tengah malam menandakan bahwa risiko global berada pada tingkat yang belum pernah kita alami sebelumnya.
Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat, China, dan Rusia, ancaman nuklir, krisis iklim, ancaman biologis, serta disrupsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) menjadi faktor utama dalam penyesuaian waktu ini.
Para peneliti di Bulletin of the Atomic Scientists memperingatkan bahwa tanpa langkah segera dan konkret, dunia bisa semakin dekat dengan bencana yang tak terelakkan.
1. Pemimpin dunia gagal disebut mengatasi krisis

Peringatan dari Bulletin of the Atomic Scientists menyoroti tren yang semakin mengkhawatirkan sepanjang tahun 2024. Meskipun berbagai tanda bahaya sudah jelas terlihat, seperti krisis iklim yang memburuk, para pemimpin dunia dan masyarakat global dinilai gagal mengambil langkah yang cukup untuk membalikkan keadaan.
Sebagai akibatnya, Doomsday Clock kini disetel pada 89 detik menuju tengah malam. Keputusan ini bukan sekadar simbol, melainkan peringatan keras bahwa dunia berada dalam kondisi darurat eksistensial.
"Tujuan dari Jam Kiamat adalah untuk memulai diskusi global tentang ancaman eksistensial yang sangat nyata yang membuat para ilmuwan top dunia terjaga di malam hari. Para pemimpin negara harus memulai diskusi tentang risiko global ini sebelum terlambat," ungkap Daniel Holz, PhD, Ketua Science and Security Board (SASB) di Bulletin of the Atomic Scientists, dalam keterangan tertulis (28/1/2025).
2. AI jadi ancaman disrupsi
Sejumlah ilmuwan yang menghadiri acara pengumuman Doomsday Clock 2025 telah menyampaikan berbagai kekhawatiran akan kondisi dunia saat ini. Salah satunya adalah kehadiran AI yang berpotensi menjadi ancaman disrupsi dan bisa memperburuk ketidakstabilan global.
Herb Lin, anggota SASB dan pakar kebijakan siber dari Stanford University, memperingatkan bahwa AI semakin diintegrasikan dalam sistem persenjataan modern. Hal ini memunculkan pertanyaan etis dan strategis yang belum terselesaikan.
Salah satu kekhawatiran utama adalah penggunaan AI dalam pengambilan keputusan militer, termasuk keputusan yang berkaitan dengan senjata nuklir. Meskipun keputusan akhir masih ada di tangan manusia, Lin menyoroti risiko besar dalam pemanfaatan AI untuk mendukung atau bahkan secara mandiri menjalankan operasi militer.
"Usulan untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam senjata perang menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana mesin akan diizinkan untuk membuat atau mendukung keputusan militer—bahkan ketika keputusan tersebut dapat membunuh dalam skala besar," ucap Lin.
3. Krisis iklim memuncak

Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan cuaca ekstrem seperti banjir, siklon tropis, hingga kebakaran hutan. Namun, meskipun dampaknya semakin nyata, emisi gas rumah kaca global terus meningkat tanpa tanda-tanda perlambatan yang signifikan.
Menurut Robert Socolow, anggota Science and Security Board (SASB), investasi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim masih jauh dari cukup. Bahkan, dalam berbagai kampanye politik di Amerika Serikat dan negara lain, isu perubahan iklim justru tidak menjadi prioritas utama.
Menurutnya, ketidakmampuan global dalam mengatasi krisis ini mempercepat laju kehancuran dan membuat waktu yang tersisa untuk bertindak semakin menipis.
Doomsday Clock yang kini menunjukkan 89 detik menuju tengah malam bukan sekadar simbol, tetapi peringatan keras bahwa dunia berada di ambang bencana. Ancaman nuklir hingga krisis iklim yang semakin parah menuntut respons segera dari para pemimpin dunia dan masyarakat global.