Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Riset: Kamu Lebih Bisa Menang Debat Lisan daripada Tulisan

freepik.com/peoplecreations

Keseharian kita gak akan luput dari informasi kontroversial. Sudah wajar jika ada orang yang pro dan kontra dalam setiap topik. Namun bukan berarti mendebat seseorang gak akan bisa membuat kamu dan mereka menjadi satu suara dalam pengertian.

Masalahnya, berdasarkan penelitian yang dipimpin Juliana Schroeder dari University of California di Berkeley, cara mendebat via percakapan langsung lebih baik daripada tulisan. Dipublikasi dalam jurnal penelitian psikologi internasional, berikut ini penjelasan lengkapnya!

1. Penelitian dilakukan menggunakan 3 macam pendekatan: video, rekaman suara dan sebuah artikel

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20171222/d2-e0862674b3f564707e08cbd084cb2f89.jpg

Sebanyak 300 sukarelawan diminta untuk mengevaluasi topik tentang perang, aborsi serta musik (dikhususkan pada musik-musik yang punya makna keras, seperti rap atau rock). Topiknya memang sengaja dipilih yang bisa mengangkat sisi kontroversi, sehingga ada pro dan kontra. Dari sini, ditemukan fakta cukup mengejutkan.

2. Para pemirsa lebih menghargai pendapat yang berlawanan dengan mereka dalam bentuk video atau rekaman suara, daripada bentuk artikel

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20171222/d3-0b44ff9db79db6ee3b15343f5da8a2d4.jpg

Penelitian ini melibatkan sisi kemanusiaan dan kepercayaan masing-masing orang. Ini juga terjadi ketika artikel yang disediakan sudah berusaha senetral mungkin. Ketika pembahasan yang diangkat sesuai dengan sudut pandang mereka, artikel malah cenderung bisa mengubah pemikiran mereka, sementara suara pembicaraan langsung bisa memperkuat pemahaman mereka.

3. Ketika berhubungan dengan hal kontroversi, suara seseorang akan lebih persuasif daripada kalimat tertulis

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20171222/d4-5daaf72f306f5514384901611d52fcfb.jpg

Ini karena pemahaman yang disampaikan melalui suara, tanpa memandang ekspresi si pembicara, dianggap lebih masuk akal, bahkan lebih manusiawi. Fakta ini ditemukan oleh Schroeder, seorang asisten profesor di Berkeley's Haas School of Business. Padahal artikel yang diberikan pada para sukarelawan itu adalah skrip pidato yang sama persis dengan rekaman audio yang mereka dengarkan, namun diberikan ke mereka pada waktu berbeda.

4. Sehingga daripada debat komentar di media sosial yang bisa cenderung jadi debat kusir, lebih mending mengajak orangnya debat secara langsung

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20171222/d5-be9d773c4fe3e4702a99243aca458d80.jpg

Apalagi kalau kamu sudah meyakini bahwa apa yang kamu pahami itulah yang benar. Bukan masalah tatap muka dan ekspresi, melainkan intonasi dan emosi pada suara yang akan mempengaruhi tingkat persuasif pendapatmu.

Ini berlaku pada semua topik, termasuk politik dan hal sehari-hari. Coba untuk melakukan ini, walaupun menurut Schroeder, teknologi makin membuat interaksi mayoritas kita berbasis teks. Karena itu ceramah secara audio masih diperlukan.

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20171222/d6-5d573a17bffddebfe93e614d5ea53576.jpg

Jadi kamu sudah mengerti kan kenapa berdebat di media sosial itu bisa menjadi sangat sengit dan seperti gak ada ujungnya? Kalau memang bisa, kamu perlu menemui pendebatmu itu langsung atau setidaknya menghubunginya via telepon.

Kalau gak bisa, lebih baik kamu prioritaskan share ilmumu kepada orang-orang yang bisa kamu temui langsung, jika memang itu kontroversial. Hindari interaksi yang bisa menyebabkan perpecahan berkelanjutan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bayu D. Wicaksono
EditorBayu D. Wicaksono
Follow Us