Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemenangan Beruntun Ducati Terhenti di MotoGP Prancis

ilustrasi balap MotoGP (unsplash.com/Nader Saremi)

Di atas kertas, Ducati punya potensi untuk menyapu bersih kemenangan sepanjang musim. Bagaimana tidak, secara kuantitas dan kualitas, pabrikan Borgo Panigale unggul dari pabrikan lain. Selain pembalapnya terbanyak, mesin motornya pun paling mumpuni.

Namun, bukan MotoGP namanya jika tak ada kejutan. Ducati yang sudah menang 22 kali secara beruntun harus merelakan rekornya terhenti. Punya kans melampaui rekor Honda, kemenangan beruntun Ducati justru terhenti karena Honda.

1. Ducati menang dari seri Spanyol 2024 hingga seri Spanyol 2025

Sejak seri Spanyol 2024 hingga seri akhir musim itu, Ducati selalu merebut kemenangan. Ada 17 trofi kampiun yang diraih 4 pembalap Ducati musim itu. Francesco Bagnaia, Jorge Martin, Enea Bastianini, dan Marc Marquez menang silih berganti.

Kemenangan ini berlanjut di awal musim 2025. Ducati lewat Marc Marquez menang di Thailand dan Argentina. Setelahnya, Bagnaia menang di Amerika. Marquez kembali menang di Qatar. Kemudian giliran Alex Marquez menang di Spanyol. Dengan begitu, Ducati sudah merebut 22 kemenangan beruntun.

2. Johann Zarco di atas Honda memutus rantai kemenangan Ducati

Memasuki seri Prancis, Pembalap Ducati punya kecepatan untuk melibas Sirkuit Le Mans. Marc Marquez, Alex Marquez, dan Fermin Aldeguer start dari barisan depan, hanya Fabio Quartararo dari Yamaha yang ada di depan mereka sebagai polesitter. Kendati begitu, peluang rider Ducati untuk jadi kampiun masih besar.

Namun, kondisi balap yang basah mengubah peta persaingan. Drama terjadi saat start karena banyak pembalap berganti motor. Di tengah kekacauan tersebut, Johann Zarco ternyata mengambil keputusan tepat. Ia menggunakan ban basah sehingga bisa memimpin balapan sejak lap 8. Tak terkejar, pembalap LCR Honda itu menang dengan selisih hampir 20 detik.

3. Ducati gagal melampaui rekor 22 kemenangan Honda

Dengan menang di homerace, Johann Zarco memutus rantai kemenangan Ducati. Marc Marquez hanya finis runner-up. Ia disusul Fermin Aldeguer yang finis podium terakhir.

Sejatinya Ducati butuh kemenangan di Prancis untuk melampaui rekor Honda. Pada 1997 hingga 1998, Honda menang 22 kali berturut-turut. Karena gagal menang di Prancis, Ducati hanya bisa menyamai rekor 22 kemenangan milik Honda tersebut.

Berikut ini daftar 22 kemenangan beruntun Ducati:

  • Seri Spanyol (2024) - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Prancis - Jorge Martin (Prima Pramac Racing);
  • Seri Catalunya - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Italia - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Belanda - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Jerman - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Inggris - Enea Bastianini (Ducati Lenovo);
  • Seri Austria - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Aragon - Marc Marquez (Gresini Racing);
  • Seri San Marino - Marc Marquez (Gresini Racing);
  • Seri Emilia Romagna - Enea Bastianini (Ducati Lenovo);
  • Seri Indonesia - Jorge Martin (Prima Pramac Racing);
  • Seri Jepang - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Australia - Marc Marquez (Gresini Racing);
  • Seri Thailand - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Malaysia - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Barcelona - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Thailand (2025) - Marc Marquez (Ducati Lenovo);
  • Seri Argentina - Marc Marquez (Ducati Lenovo);
  • Seri Amerika - Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo);
  • Seri Qatar - Marc Marquez (Ducati Lenovo); dan
  • Seri Spanyol - Alex Marquez (Gresini Racing).

Kisah kemenangan beruntun Ducati berakhir. Upaya menjadi pabrikan paling dominan pun harus terhenti. Dalam catatan rekor itu, Honda masih belum terkalahkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ryan Budiman
EditorRyan Budiman
Follow Us