5 Para Juara Tiga Piala Dunia yang Mungkin Dilupakan Banyak Orang

Meski kerap dituding sebagai hal yang sia-sia belaka, merugikan hingga harusnya dihapus saja dari agenda, laga perebutan peringkat ketiga Piala Dunia tetap menyimpan cerita sendiri. Amerika Serikat mendapat kehormatan menjadi si perebut "medali perunggu" pada edisi perdana 1930 meski hanya didasarkan pada hitung-hitungan performa tim.
Beberapa tim yang datang tanpa sorotan media alias non unggulan sanggup memberi kejutan dengan merangsek hingga babak semi final. Raihan nan sensasional tersebut tak ubahnya durian runtuh. Kesempatan menggurat nama dalam sejarah terbukan lebar.
Namun sayang, predikat gelar pelipur lara selalu identik. Alhasil banyak yang lekang dari benak penikmat sepak bola sebab sang buah bibir adalah yang mengangkat trofi atau finalis. Oleh karena itu, berikut disajikan profil lima tim juara tiga ajang empat tahunan tersebut, dilansir dari Rsssf.com dan Planetworldcup.com.
1. Austria (Piala Dunia 1954)

Di Piala Dunia 1954, kejutan tak hanya datang dari Jerman Barat. Austria datang ke negeri Alpen sebagai tim non-unggulan, namun berhasil membalikkan prediksi banyak pihak. Swiss menjadi saksi mata bagaimana Das Team tiba-tiba menjelma sebagai raksasa.
Tundukkan Skotlandia dan Cekoslovakia di fase grup, mereka lolos ke babak gugur tanpa sekalipun kebobolan. Di lapangan, skuat asuhan Walter Nausch itu dikenal karena permainan ofensif nonstop. Kombinasi Erich Probst, Ernst Stojaspal, Theodor Wagner, Robert Korner dan Ernst Ocwirk menghasilkan 16 gol dalam 5 pertandingan.
Namun itu terhitung kecil jika dibandingkan Hungaria si runner-up yang sanggup membukukan 27 gol!
Setelah menghajar tuan rumah 7-5 di perempat final, langkah kiper Kurt Schmied dan kawan-kawan terhenti di tangan Jerman Barat dalam laga semi final dengan skor telak 1-6. Gelar hiburan datang setelah kandaskan Uruguay tiga gol berbalas satu.
Juara tiga pun jadi raihan terbaik Austria sebab mereka selanjutnya tak mampu berbicara banyak baik di level dunia dan Eropa.
2. Chili (Piala Dunia 1962)

Menjadi tuan rumah untuk edisi 1962, Chili sanggup melaju jauh hingga semi final. Meski lebih diingat karena peristiwa "Battle of Santiago" di mana mereka terlibat keributan (atau lebih tepatnya adu jotos) dengan Italia pada penyisihan grup, La Roja lolos ke babak gugur dengan status runner-up di bawah Jerman Barat.
Kejutan hadir saat mereka mengandaskan sang raksasa Uni Soviet (Sekaligus juara Piala Eropa 1960) di perempat final dengan skor tipis 2-1. Sayang keajaiban tak berlanjut, Sergio Navarro dan kawan-kawan harus akui keunggulan juara bertahan Brasil. Tim asuhan Fernando Riera itu dibekuk 4-2.
Gelar juara tiga diraih usai menekuk Yugoslavia berkat gol semata wayang gelandang Eladio Rojas tepat di menit akhir. Inilah prestasi paling tinggi Chili sejauh ini. Yang ironis, mereka tak sanggup lolos ke Piala Dunia tahun ini meski berstatus juara Amerika Selatan.
3. Portugal (Piala Dunia 1966)

Portugal waktu itu tak lepas dari citra mendiang Eusebio, sang ahli urusan mencetak gol atau sekadar memberi ancaman. Dunia dan khalayak sepak bola Inggris pertama kali menyaksikan langsung magis sepasang kakinya di tahun 1966. Selecao das Quinas melaju ke babak gugur tanpa menderita kekalahan.
Partai perempat final mempertemukan mereka dengan tim kejutan Korea Utara. Sempat tertinggal 0-3, Eusebio jadi juru selamat dengan memborong empat gol balasan. Portugal pun lolos dari lubang jarum, skor akhirnya adalah 5-3.
Namun, The Three Lions menangkal sihir Eusebio pada semi final. Mereka kalah tipis 1-2. Hadapi Uni Soviet dalam play-off peringkat tiga, Mario Coluna dan kawan-kawan menang dua angka berbalas satu. Ini jadi prestasi tertinggi The Navigators hingga sekarang selain juara empat di edisi 2006.
4. Polandia (Piala Dunia 1974 dan 1982)

Era emas sepak bola Polandia terjadi pada dekade 1970 hingga 1980-an. Tercatat dua gelar juara tiga berhasil mereka raih. Pertama pada 1974, di mana mereka datang ke tanah Jerman berbekal bek Wladyslaw Zmuda Si Benteng Warsawa, gelandang serang Henryk Kasperczak, winger Grzegorz Lato dan striker Andrzej Szarmach.
Lolos ke babak grup kedua dengan status pemuncak klasemen, pasukan Kazimierz Gorski harus akui ketajaman Der Panzer. Brasil jadi korban terakhir Si Putih-Merah pada babak play-off peringkat ketika, gol semata wayang Lato membuat Selecao pulang dengan tangan hampa.
Kedua pada Piala Dunia 1982 di Spanyol. Zmuda mendapat tandem sepadan di lini belakang yakni Pawel Janas. Sementara hilangnya Kasperczak tertutupi berkat kehadiran gelandang serba bisa Zbigniew Boniek yang kala itu membela Juventus.
Tanpa cela pada dua babak grup, mereka harus mengakui keunggulan Italia di semi final. Sepasang gol Paolo Rossi memupus mimpi Elang Putih melaju ke partai puncak untuk kali perdana dalam sejarah.
Babak play-off mempertemukan Polandia dengan Prancis. Tak diperkuat Michel Platini, Les Blues ditekuk dengan skor tipis 2-3. Tak ada cerita manis terulang sebab Polandia tak mampu melaju lebih jauh selama 20 tahun selanjutnya.
5. Swedia (Piala Dunia 1950 dan 1994)

Salah satu tim yang prestasinya sudah hampir lekang dari benak pecinta sepak bola. Swedia meraih kejayaan pertama pada tahun 1950. Di bawah racikan pelatih George Raynor asal Inggris, tim yang hanya dihuni pemain-pemain amatir tersebut tak terkalahkan di babak grup pertama. Italia tumbang dengan skor 3-2, Uruguay ditahan imbang 2-2.
Sayang di babak final yang mempertemukan jawara keempat grup dalam format setengah kompetisi, Blagult tak sanggup mengulang performa moncer. Hanya sekali menang, Erik Nilsson dan kawan-kawan harus puas duduk di peringkat tiga.
Sempat meraih runner up pada 1958 saat menjadi tuan rumah, prestasi Si Kuning-Biru seolah merayap selama 44 tahun lamanya sebelum pulih di edisi 1994. Lolos meyakinkan dari kualifikasi zona Eropa, tim asuhan Tommy Svensson itu sanggup bertahan hingga babak semi final.
Sekali menang dan sepasang imbang membuat mereka keluar dari Grup B sebagai runner-up mendampingi Brasil si pemuncak klasemen. Berturut-turut Jonas Thern beserta kolega menekuk Arab Saudi, kemudian Rumania sebelum ditekuk Selecao yang waktu itu mengandalkan duet Romario - Bebeto dengan skor tipis 0-1. Gelar juara tiga diraih berkat kemenangan empat gol tanpa balas dari Bulgaria.