Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Era Baru Dunia Sepak Bola dengan Sentuhan Teknologi Digital

Pertandingan sepak bola (unsplash.com/Jeffrey F Lin)

Dunia sepak bola kini memasuki fase transformasi besar-besaran seiring dengan hadirnya teknologi digital di berbagai lini permainan. Tidak hanya dalam aspek pertandingan, teknologi juga merambah pada strategi pelatihan, manajemen klub, hingga pengalaman penonton. Sepak bola bukan lagi sekadar permainan 90 menit di atas rumput hijau, melainkan arena data, algoritma, dan inovasi visual yang terus berkembang.

Kehadiran teknologi telah mengubah cara penonton dalam memahami, menikmati, dan memainkan sepak bola. Dari keputusan wasit yang kini dibantu oleh rekaman kamera beresolusi tinggi hingga kecerdasan buatan yang menganalisis performa pemain dalam hitungan detik, semuanya menandai pergeseran menuju era digital. Berbagai penerapan teknologi berikut ini menunjukkan betapa pesatnya digitalisasi dalam olahraga paling populer di dunia.

1. Ref‑Cam membawa pengalaman baru penonton dan wasit

Sejak debutnya di Piala Dunia Antarklub 2025, teknologi Ref‑Cam yang dipasang pada wasit telah mencuri perhatian publik dan memberikan sudut pandang baru yang menakjubkan. Dilansir Reuters, FIFA mengonfirmasi bahwa 117 ofisial pertandingan dari 41 asosiasi anggota akan menggunakan kamera tubuh ini selama turnamen di Amerika Serikat, yang berlangsung 14 Juni–13 Juli 2025. Tujuannya untuk meningkatkan transparansi sekaligus memperkaya pengalaman menonton dengan perspektif wasit di lapangan.

Efeknya tampak nyata kala laga pembuka Inter Miami vs Al Ahly (0–0), saat penonton menyambut positif penggunaan Ref‑Cam yang menyorot momen kartu kuning Tomas Aviles pada menit ke-25. Di media sosial, banyak penggemar yang meminta teknologi ini menjadi fitur permanen dalam siaran resmi. Di sisi lain dalam laga antara Chelsea dan Los Angeles FC, gol indah Pedro Neto direkam dari jarak dekat oleh kamera wasit dan mendapatkan pujian dari penonton.

Ref‑Cam juga menunjukkan manfaat edukatif. Pierluigi Collina, Ketua Komite Wasit FIFA, menyebut teknologi ini akan memberikan wawasan kepada penonton mengenai apa yang wasit lihat secara langsung serta berfungsi sebagai alat pelatihan untuk wasit. Keberhasilan implementasi Ref‑Cam di Piala Dunia Antarklub 2025 tersebut menandai babak baru dalam evolusi siaran pertandingan, yang kini makin menitikberatkan pada transparansi dan keterlibatan penonton.

2. Semi‑Automated Offside Technology (SAOT) mengakselerasi keputusan VAR

Seiring penerapan VAR, keputusan offside kerap memakan waktu lama dan memicu kontroversi di tribun stadion maupun di depan layar. Teknologi semi‑otomatis atau Semi‑Automated Offside Technology (SAOT) menjawab tantangan ini melalui sistem yang menggabungkan kamera-kamera presisi tinggi dengan kecerdasan buatan. Pada Piala Dunia 2022 di Qatar, sistem ini berhasil menurunkan durasi rata-rata pemeriksaan offside dari sekitar 70 detik menjadi 25 detik, dilansir TalkSport. Dengan kamera bawah atap stadion dan pelacakan hingga 10 ribu data poin per pemain serta sensor dalam bola, SAOT memicu alarm di VAR dan membantu wasit membuat keputusan dengan cepat dan akurat.

Implementasi teknologi ini terus meluas pada 2024/2025 dan kini masuk ke berbagai liga top Eropa. Dilansir TalkSport, English Premier League mengenalkan SAOT pada putaran kelima FA Cup awal Maret 2025. Teknologi ini juga mulai digunakan pada awal 2024/2025 di laga-laga Premier League sejak 12 April 2025. Bundesliga juga dijadwalkan menggunakan SAOT secara penuh pada 2025/2026 setelah mendapat lampu hijau dari DFB, atas rekomendasi kepala wasit, Knut Kircher. Sementara di Belgia, asosiasi sepak bola berinvestasi hingga 15 juta euro atau sekitar Rp283 miliar untuk memasang kamera dan mengadopsi SAOT pada 2025/2026.

Penerapan SAOT menjadikan VAR sebagai bagian integral dari sistem digital yang mengedepankan kecepatan dan akurasi. Sistem ini mampu menghasilkan keputusan offside dalam hitungan detik tanpa mengorbankan ketelitian. Visualisasi berupa grafik 3D yang ditampilkan dalam waktu yang singkat turut memperkuat kepercayaan penonton dan mendukung terciptanya fair-play di lapangan.

3. Data dan analytics mampu menyatukan strategi, kesehatan, dan perekrutan pemain

Teknologi data telah mengubah paradigma sepak bola menjadi lebih terukur dan berbasis analisis. Fokus permainan kini mencakup kecermatan membaca statistik serta pengambilan keputusan berbasis data. Skill di lapangan tetap penting yang didukung secara menyeluruh oleh data dari balik layar.

Lebih dari 80 persen klub profesional sudah menggunakan GPS untuk memantau rincian fisik pemain, seperti jarak tempuh, akselerasi, dan deselerasi dalam setiap sesi latihan dan pertandingan. Klub-klub di Belgia seperti K.V. Mechelen dan Club Brugge pun menjalin kemitraan dengan STATSports. Kerja sama ini berupa penggunaan sensor GPS canggih untuk mengumpulkan data real-time yang membantu tim medis dan pelatih mengoptimalkan performa sekaligus mencegah cedera. Selain itu, riset di Aspetar Sports Medicine Journal yang meneliti 41 klub elit menunjukkan bahwa 40 di antaranya (sekitar 98 persen) secara rutin mengumpulkan data detak jantung dan GPS untuk semua pemain dalam setiap sesi latihan.

Teknologi AI untuk scouting dan analisis performa kini juga digunakan secara luas di liga-liga besar Eropa. Di English Premier League, 78 persen klub telah mengadopsinya, sementara di La Liga, pemanfaatan AI turut mendorong peningkatan rata-rata 12 persen dalam metrik performa pemain. Sistem seperti Eyeball sudah memantau lebih dari 180 ribu pemain muda dari 28 negara. Kehadiran sistem ini membantu klub besar di English Premier League dan Eropa lainnya mendapatkan camilan bakat baru berdasarkan pola permainan dan atribut teknis, sebagaimana dilansir The Guardian.

Proses analisis tak hanya berhenti pada performa individu, tetapi masuk ke ranah taktik dan antisipasi cedera lewat predictive modelling. Klub yang memanfaatkan kecerdasan buatan mampu menurunkan risiko cedera hingga 30 persen dan melakukan analisis taktis dalam waktu yang cepat, seperti penggunaan heatmap dan input statistik presisi selama pertandingan. Pendekatan ini membuka jalan bagi sistem sepak bola yang lebih cerdas, di mana keputusan rekrutmen menjadi lebih tepat, latihan berlangsung lebih efisien, dan strategi pertandingan semakin tajam.

4. Augmented Reality dan 5G mengubah stadion menjadi smart venue

Pada tahun 2024 dan awal 2025, sejumlah stadion sepak bola di Eropa dan Amerika mulai menerapkan teknologi augmented reality (AR) dan konektivitas 5G agar suporter dapat merasakan pengalaman interaktif saat menonton langsung. Di Volkswagen Arena, markas VfL Wolfsburg, fans sekarang dapat melihat statistik pemain dan jalannya pertandingan via AR langsung dari layar smartphone mereka. Di Riyadh Air Metropolitano, kolaborasi antara Atlético Madrid dan Telefónica menghadirkan pengalaman 360° VR. Penonton dapat memilih sudut pandang seperti sudut gawang atau koridor pemain dengan latensi kurang dari 500 ms.

Adopsi teknologi ini beresonansi kuat di kalangan penggemar. Survei Deloitte menunjukkan bahwa 58 persen suporter olahraga umum menginginkan akses statistik dan replay langsung saat berada di stadion. Angka ini bahkan meningkat menjadi hampir 70 persen pada generasi Z dan milenial. Investor juga melihat potensi finansial yang luar biasa. Beberapa stadion besar seperti Etihad City turut menyertakan zona AR interaktif, hotel, dan venue hiburan, yang semuanya didukung oleh teknologi digital untuk meningkatkan pendapatan matchday.

Langkah ini menandai transisi dari stadion sebagai sekadar tempat menonton menjadi smart venue penuh konektivitas dan interaksi digital. AR bukan hanya soal statistik. Fenomena ini membuka kemungkinan filter interaktif, minigame, dan toko virtual yang langsung terintegrasi ke lingkungan stadion. Fitur-fitur seperti ini membuat pengalaman menonton semakin personal, hiburan semakin kaya, dan engagement penggemar semakin kuat.

5. Wearable tech canggih yang mencegah cedera dan meningkatkan performa pemain

Teknologi wearable mulai menjadi senjata ampuh dalam mengurangi cedera dan mengoptimalkan performa pemain sepak bola. Menurut riset yang dirilis oleh MoldStud, penggunaan perangkat biometrik dan GPS meningkatkan efisiensi latihan hingga sekitar 15–20 persen, sekaligus mempercepat proses pemulihan hingga sekitar 20–30 persen. Penelitian yang diterbitkan di International Journal of Sports, Exercise and Physical Education juga mencatat peningkatan kapasitas aerobik dan kemampuan pemulihan signifikan pada pemain yang mengikuti program HIIT berbasis wearable tech selama 8 minggu.

Sistem seperti Katapult, Hexoskin, hingga X‑Patch Pro dan X2 Mouthguard memantau beban fisik dan dampak benturan dalam waktu yang singkat. Penelitian berjudul Wearable sensors for monitoring the internal and external workload of the athlete yang berfokus pada sepak bola perguruan tinggi di Amerika Serikat juga mencatat penurunan 50 persen frekuensi cedera setelah menerapkan pemantauan GPS musim panas, sedangkan perangkat patch kepala menurunkan dampak sub‑concussive yang mengarah kepada kerusakan otak jangka panjang hingga 30–70 persen. Sementara di Jerman, klub Bundesliga yang menggunakan predictive modelling berbasis data beban internal dan eksternal mencatat penurunan cedera berulang hingga 40 persen selama tiga musim berturut-turut.

Teknologi wearable kini tak hanya soal angka dan grafik, tetapi juga menjadi sistem peringatan dini. Monitor biometrik dapat mendeteksi kelelahan otot, pola gerak berisiko, serta perubahan detak jantung atau tekanan tubuh. Hasilnya adalah keputusan yang lebih informatif dalam mengatur beban latihan, rotasi pemain, termasuk saat pemulihan, sehingga mendorong pendekatan “play smarter, not harder” dalam manajemen pemain.

Transformasi sepak bola pada era digital menunjukkan bahwa teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari permainan. Inovasi seperti AI, wearable tech, dan AR mengubah cara pemain dilatih, wasit mengambil keputusan, hingga penonton menikmati pertandingan. Kemajuan ini menandai babak baru di mana sains, data, dan strategi bersatu untuk membawa sepak bola ke level yang lebih cerdas dan terhubung.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Atqo
EditorAtqo
Follow Us