Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Girondins de Bordeaux, Klub Bersejarah yang Nyaris Tinggal Nama

pemain Girondins de Bordeaux (instagram.com/girondins)
pemain Girondins de Bordeaux (instagram.com/girondins)
Intinya sih...
  • Girondins de Bordeaux adalah klub bersejarah dengan prestasi gemilang di masa lalu, termasuk mencapai final UEFA Europa League 1995/1996.
  • Krisis keuangan dan pandemi menjadi faktor utama kejatuhan Bordeaux, ditambah dengan kegagalan investor sebelum Gerard Lopez untuk menyelamatkan klub.
  • Bordeaux terdepak dari Ligue 1 dan terancam kehilangan lisensi profesional setelah bangkrut, serta kesulitan mendatangkan pemain muda dan menghadapi krisis finansial yang memburuk.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Beberapa dekade lalu, Girondins de Bordeaux adalah bagian dari sepak bola elite Prancis. Mereka mengoleksi enam gelar juara Prancis dan pernah jadi rumah untuk bintang-bintang Prancis, macam Bixente Lizarazu dan Zinedine Zidane. Kini, disamakan dengan kapal Titanik, nama mereka lama hilang dari daftar kontender Ligue 1 Prancis, terusir dari stadion mereka karena tak mampu membayar biaya perawatan, dan pada Juli 2024 lalu menyatakan kebangkrutan. 

Bagaimana bisa sebuah klub dengan nama besar seperti mereka harus mengalami kejatuhan separah ini? Mari kupas lebih dalam kisah tragis Girondins de Bordeaux, klub bersejarah yang terancam tinggal nama.

1. Bordeaux adalah tim sepak bola profesional yang capai era emasnya pada 1980— 1990-an

Zinedine Zidane saat berseragam Bordeaux. (instagram.com/girondins)
Zinedine Zidane saat berseragam Bordeaux. (instagram.com/girondins)

Girondins de Bordeaux bukan tim baru. Mereka resmi dapat lisensi profesional pada 1937 dan sebelumnya tak pernah mengalami masalah berarti. Medio 1980—1990-an bisa dibilang era emas klub berseragam biru gelap itu. Mereka aktif dalam perebutan juara Ligue 1 dan beberapa kali berpartisipasi dalam putaran final kompetisi Eropa. Prestasi terbaik mereka adalah final UEFA Europa League (UEL) 1995/1996. 

Sepanjang 2000—2010-an, Bordeaux masih jadi sering tampil UEL dan UCL. Namun, sejak terakhir kali mencapai fase grup UEL 2015/2016, mereka tak pernah lagi kembali ke kompetisi bergengsi itu. Ini sejalan dengan prestasi mereka di level domestik yang ikut merosot. Dari yang biasanya menghuni 10 besar, tim itu lebih sering bercokol di papan tengah dan bawah. Puncaknya, mereka terdepak dari Ligue 1 setelah jadi juru kunci klasemen akhir Ligue 1 2021/2022. 

2. Alami kontraksi finansial saat pandemik dan "diselamatkan" Gerard Lopez

Girondin Bordeaux berlaga di stadion dengan kapasitas jauh lebih kecil selama musim 2024/2025. (instagram.com/girondins)
Girondin Bordeaux berlaga di stadion dengan kapasitas jauh lebih kecil selama musim 2024/2025. (instagram.com/girondins)

Salah satu alasan jatuhnya Bordeaux adalah krisis keuangan yang terjadi beberapa tahun sebelum pandemik COVID-19 dan makin parah setelah itu. Selain pandemik, kasus kegagalan Mediapro membayar hak siar Ligue 1 sesuai kontrak juga berdampak besar pada Bordeaux. Tiga investor yang sempat memegang saham Bordeaux, yakni M6, General American Capital Partner, dan King Street gagal menyelamatkan klub itu dari krisis. Seorang tech-bro (pria yang bekerja di industri teknologi) asal Spanyol yang punya kewarganegaraan Luksemburg bernama Gerard Lopez datang ke Bordeaux pada 2021 dan mengakuisisi klub tersebut. 

Lopez ternyata bukan pendatang baru di industri olahraga. Ia sudah pernah memegang kendali di beberapa tim olahraga ternama, seperti Lotus F1, Lille FC, dan Royal Excel Mouscron. Sayangnya, ketiganya bernasib sama, bangkrut atau setidaknya mengalami krisis finansial parah. Seolah tak bisa memutus kutukan yang melekat padanya, Bordeaux yang kini berada di bawah kendalinya bernasib sama dengan tiga tim yang ia besut sebelumnya. 

Setelah terdegradasi dari Ligue 1 Prancis, Bordeaux tak pula menunjukkan perbaikan signifikan. Performa mereka di Ligue 2 pada 2022/2023 sebenarnya tak buruk-buruk amat, tetapi tak cukup untuk mengantar mereka kembali ke liga utama Prancis. Mereka harus puas bertengger di peringkat 12 pada musim kedua mereka di Ligue 2. Tak hanya prestasi di lapangan yang memburuk, situasi finansial mereka tak juga mengalami perbaikan. Dilansir The Athletic, Bordeaux kehilangan hak untuk bermain di stadion megah yang terakhir mereka renovasi pada 2016, Matmut Atlantique. Ini terjadi karena klub tak lagi bisa membayar sewa kepada dewan kota, apalagi membayar biaya perawatannya yang tak murah. 

3. Nyatakan bangkrut setelah calon investor asal AS menarik rencana akuisisi mereka

Pedro Diaz, pemain Girondins Bordeaux yang hijrah ke Rayo Vallecano pada Agustus 2024. (instagram.com/girondins)
Pedro Diaz, pemain Girondins Bordeaux yang hijrah ke Rayo Vallecano pada Agustus 2024. (instagram.com/girondins)

Secercah harapan sempat muncul saat Fenway Sports Group (FSG), investor asal Amerika Serikat yang punya saham di Liverpool dan Boston Red Sox tertarik mengakuisisi Bordeaux dari Lopez. Namun, setelah tahu jumlah hutang dan biaya yang harus mereka keluarkan untuk mengambil alih Matmut Atlantique, FSG memilih mundur. Ini jadi petaka untuk klub dan fans yang sudah mendambakan gebrakan FSG. 

Setelah pernyataan resmi FSG, giliran Lopez yang buka suara. Pada Juli 2024, Lopez menyatakan Girondins de Bordeaux bangkrut dan terancam kehilangan lisensi profesional mereka. Kini, klub itu harus puas bermain di liga kasta terbawah Prancis yang diisi klub-klub amatir. Hanya satu klub tiap musimnya yang berhak naik kasta dan itu bukan tugas mudah dengan status Bordeaux saat ini yang krisis pemain dan sponsor. Beberapa pemain berusia ideal memilih meninggalkan klub dan mayoritas tanpa bea transfer. Hanya Zuriko Davitashvili yang dibeli Saint-Etienne dengan biaya 6 juta euro (Rp102 miliar). 

Bordeaux memang kedatangan beberapa pemain yang berstatus free agent. Salah satu yang paling high profile adalah Andy Caroll yang pernah memperkuat Newcastle United. Namun, Caroll dan mayoritas pemain yang datang ke Bordeaux musim ini sudah berusia relatif senior. Sebaliknya, pemain berusia belasan dan awal 20-an bisa dihitung jari. Ini bukan pertanda baik untuk Bordeaux.

Tak ada yang menyangka sebuah klub bersejarah macam Bordeaux bisa bernasib setragis ini. Nasib mereka sama persis dengan Royal Excel Mouscron di Luksemburg, klub lain yang diakuisisi Gerard Lopez pada 2020 dan akhirnya tinggal nama sejak dinyatakan bangkrut 2 tahun berselang. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us