Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Marcel Desailly dan Perjuangannya Melawan Rasisme

ilustrasi lapangan sepak bola (pexels.com/Mike)
Intinya sih...
  • Marcel Desailly, legenda sepak bola Prancis, terkenal karena prestasi klub dan timnasnya.
  • Dilahirkan di Ghana dan diadopsi oleh diplomat Prancis, Desailly menghadapi rasisme sepanjang kariernya.
  • Berjuang menolak rasisme, Desailly aktif dalam kampanye anti-rasisme dan mendirikan yayasan pendidikan anak-anak di Ghana.

Marcel Desailly adalah legenda sepak bola yang punya segudang prestasi. Tak hanya di level klub, ia pun gemilang dalam membawa Timnas Prancis bersinar. Namun, tidak hanya itu, ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap rasisme.

Dalam hidupnya, Desailly membangun cerita. Dari akar sederhana di Ghana hingga tumbuh di Prancis yang menjadi rumah barunya. Ia menjalani hidup yang sulit, terutama melawan rasisme yang terus menjadi masalah masyarakat dunia dari masa ke masa.

1. Odenke Abbey yang diadopsi Marcel Desailly Sr

Marcel Desailly lahir di Ghana dengan nama asli Odenke Abbey. Pada usia muda, ia diadopsi oleh diplomat Prancis, bernama Marcel Desailly Sr. Dengan hal tersebut, ia mengubah nama dari Odenke Abbey menjadi Marcel Desailly Jr yang kini dikenal sebagai legenda sepak bola.

Ayah angkatnya membawa ia pindah dari Ghana ke Prancis, tepatnya ke Nantes. Meski telah diadopsi dan menjadi keluarga orang Prancis, identitas Afrika dalam dirinya tak bisa ditutupi. Menurut wawancaranya bersama The Guardian pada 2001, ia menyebut masa kecilnya sebagai periode yang membentuk mentalitasnya dalam hidup.

Di kota tersebut, Desailly juga menemukan sepak bola sebagai pelarian dari tantangan identitas dan diskriminasi. Ia bergabung dengan akademi FC Nantes dan tumbuh sebagai calon bek tangguh. Ia pun sempat bermain di tim senior FC Nantes sebelum akhirnya pindah ke Olympique Marseille pada 1992.

2. Karier sepak bola yang meroket

Setelah setahun bermain di Olympique Marseille, Marcel Desailly pindah ke AC Milan. Bersama klub tersebut, ia meroket dengan meraih sejumlah gelar, termasuk Serie A Italia, Liga Champions, dan Piala Super UEFA. Di klub itulah julukan "The Rock" muncul yang diartikan sebagai pujian untuk kekuatan fisik dan ketenangannya.

Pada 1998, ia hengkang dari AC Milan menuju Chelsea. Ia juga membantu klub asal London tiu memenangkan Piala Super UEFA dan Piala FA. Ia bertahan hingga 2004, sebelum akhirnya pindah ke Qatar Stars League.

Dari perjalanannya di level klub Eropa, Desailly adalah sosok pemain yang disukai. Ia sangat tangguh dalam berduel, kuat secara fisik, dan serbabisa. Faktanya, ia tak hanya hebat menjalani peran sebagai bek tengah. Namun, ia juga piawai menjalankan peran sebagai gelandang tengah dan gelandang bertahan.

3. Piala Dunia 1998 sebagai pembuktian seorang imigran

Puncak kariernya tak hanya terjadi di level klub, tetapi juga di level tim nasional. Desailly membuktikan jika ia bisa berkontribusi untuk rumah barunya, Prancis. Momen pengabdiannya ini terjadi di Piala Dunia 1998 saat Prancis berhasil menjadi juara di rumah sendiri.

Sebagai bagian dari skuad Le Bleus di turnamen tersebut, Desailly menghadirkan permainan yang kokoh dan berdampak. Ia juga menjadi pemain utama untuk tim tersebut. Hasilnya, trofi berhasil didapatkan dengan kemenangan 3-0 atas Brasil pada babak final. Itu merupakan trofi juara Piala Dunia pertama yang didapatkan Prancis.

Kemenangan ini bukan hanya soal trofi dan sepak bola, tetapi juga simbol integrasi di Prancis yang saat itu bergulat dengan isu rasisme. Dengan skuad multietnis dengan campuran keturunan asli Prancis dan para imigran, skuad tersebut berhasil berjaya dalam sebuah kesatuan. Kejayaan itu juga membuktikan jika para imigran tak hanya numpang, tetapi juga berjuang untuk mengharumkan rumah barunya.

4. Selalu konsisten melawan rasisme

Rasisme yang diterim Desailly tidak hanya ia rasakan saat masih kecil. Sepanjang kariernya sebagai pesepak bola, ia pun kerap menghadapi pelecehan rasis dari penonton. Momen tersebut sangat sering terjadi ketika ia menjalani laga tandang bersama AC Milan dan Chelsea.

Dalam wawancaranya dengan France Football pada 2004, Desailly menceritakan bagaimana ia menolak rasisme. Ia tak ingin membiarkan hinaan rasis melemahkannya. Namun, ia justru menggunakannya sebagai motivasi untuk bermain lebih baik.

Ucapannya untuk menolak tindakan rasisme terus ia kampanyekan ke seluruh dunia. Salah satunya dengan ikut aktif dalam mengkampanyekan anti-rasisme dan mendukung program inisiatif, seperti Kick It Out. Perjuangannya ini menginspirasi generasi pemain kulit hitam, seperti Thierry Henry dan Lilian Thuram, untuk bersuara melawan diskriminasi.

5. Aktivitas Desailly yang penuh makna setelah pensiun

Setelah pensiun pada 2006, Desailly tetap aktif di dunia sepak bola. Ia pernah bekerja sebagai pemandu bakat di AC Milan pada 2007--2011 dan menjadi pemimpin Timnas Prancis pada 2011. Namun, ia lebih sering menjadi komentator untuk beIN Sports dan BBC untuk menganalisis taktik dan pertandingan.

Di samping aktivitasnya di dunia sepak bola, Desailly juga masih aktif dalam aktivitas filantropi. Ia diketahui mendirikan yayasan di Ghana untuk mendukung pendidikan anak-anak melalui olahraga. Yayasan ini telah membantu ratusan anak untuk mendapatkan akses ke pelatihan sepak bola dan beasiswa.

Meski telah menjadi warga negara Prancis, Desailly tak lupa dengan Ghana sebagai tanah leluhurnya. Ia menyatakan ingin memberi yang terbaik kepada Ghana, baik dalam hal kemajuan olahraga, keadilan sosial, serta fasilitas publik demi kemajuan negara.

Selain itu, ia sering menjadi duta UEFA dan FIFA untuk kampanye anti-rasisme. Salah satunya di kampanye Say No to Racism yang bertujuan untuk memperkuat pesan keberagaman. Ini menjadi bukti konsistensinya dalam melawan rasisme.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us