Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal "Class of '90", Generasi Emas Kedua Timnas Inggris

Eurosport
Eurosport

Bersamaan dengan lolosnya Inggris ke fase semi final Piala Dunia 2018, ingatan banyak orang kembali pada nostalgia edisi 1990 di Italia. Harry Kane dan kawan-kawan berhasil sejajarkan diri dengan tim asuhan mendiang Sir Bobby Robson tersebut.

Meski pada akhirnya gagal melangkah ke partai puncak usai takluk dari Jerman Barat lewat skema adu penalti (dan kemudian kalah 1-2 dari Italia di play-off tempat ketiga), Terry Butcher beserta kolega kembali memupuk semangat rakyat Inggris mencintai sepak bola.

Pada masa itu, olahraga kulit bundar dianggap sebagai "permainan barbar" akibat bentrok antar suporter klub yang kerap terjadi.

Sepak bola jadi kambing hitam di tempatnya lahir? Ironis memang. Untung Piala Dunia 1990 jadi titik balik dunia bal-balan negeri pimpinan Ratu Elizabeth tersebut. Premier League, kompetisi paling elit sejagat, pun lahir empat tahun berselang.

Meski tak sanggup juara alias mengulang memori juara 1966, apa yang diraih oleh "Class of '90" membuat mereka kerap dilabeli sebagai generasi emas kedua The Three Lions. Berikut ini profil singkat lima pemain pilihan yang berhasil membawa Inggris meraih predikat juara empat.

1. Peter Shilton

The Telegraph

Shilton merupakan salah satu kiper terbaik sepanjang masa yang pernah dimiliki oleh Inggris selain Gordon Banks dari dekade 1970-an. Datang ke Italia sebagai pemain tertua (41 tahun). Agaknya itu imbas dari kesempatan debut bersama timnas yang baru datang sepuluh tahun sebelumnya.

Tak tergeser sebagai benteng terakhir sepanjang kejuaraan, Shilton yang kenyang asam garam pengalaman takluk dalam drama adu penalti di babak semi final kontra Jerman Barat. Setidaknya dia kalah terhormat dibanding empat tahun sebelumnya (ingat "Gol Tangan Tuhan" Maradona?).

Pensiun dari timnas pasca Piala Dunia 1990, kiper yang pernah mengecap juara Liga Champions bersama Nottingham Forest itu baru benar-benar gantung sarung tangan sebagai pemain profesional tujuh tahun kemudian.

2. Terry Butcher

WorldFootball.com

Sosok tak tergantikan di lini belakang Inggris. Ban kapten singgah ke lengannya setelah Brydan Robsen dihantam cedera pada gameweek kedua babak penyisihan grup. Dunia mungkin mengenalnya akibat insiden semasa fase kualifikasi saat Terry tetap nekat bermain meski dahinya sobek dan darah bercucuran deras, membuat jersey yang awalnya putih menjadi merah pekat.

Mendiang Sir Bobby Robson, pelatih Inggris pada PD 1990, menyebut bek legenda Ipswich Town itu harusnya mendapat medali penghargaan dari Ratu Inggris atas "pengorbanan dan darah".

Tampil sebanyak enam kali sepanjang turnamen, Butcher memilih pensiun dari timnas usai kejuaraan setelah mengabdi untuk panji The Three Lions sejak tahun 1980. Kini dirinya sedang mencoba peruntungan di Asia Tenggara sebagai pelatih tim nasional Filipina.

3. John Barnes

Sky Sports
Sky Sports

Berbicara tentang Liverpool dekade 1990-an, tak lengkap jika belum menyebut John Barnes. Sosok kelahiran Jamaika ini adalah andalan untuk pos sayap kiri. Lincah, punya kontrol bola mumpuni, tusukan berbahaya hingga bola-bola crossing yang memanjakan striker.

Sayang, perjalanan Barnes di Italia harus berakhir saat babak 16 besar akibat cedera otot paha. Keputusan Sir Bobby Robson tetap memainkannya dalam laga perempat final kontra Kamerun membuat kondisi malah bertambah parah.

Absen di semi final membuat Inggris kehilangan unsur kejutan dari kiri lapangan. Setidaknya Barnesy tetap akan diingat atas duetnya bersama grup musik elektronik New Order dalam lagu "World in Motion". Rilis tepat sebelum Piala Dunia 1990, single tersebut sukses memuncaki daftar chart radio-radio seluruh Britania.

4. Paul Gascoigne

thefa.com

Menulis Paul Gascoigne sebenarnya tak melulu tentang kelakuan urakannya baik di dalam dan luar lapangan. Gazza adalah salah satu talenta terbaik yang pernah dimiliki timnas Inggris pada lapangan tengah untuk dekade 1990-an.

Media-media Inggris sepakat bahwa sosok yang mencuat bersama Tottenham Hotspur itu punya kemampuan yang komplit. Skill olah bola, fisik-stamina luar biasa, ditambah passing akurat hingga kemampuan membangun serangan. Jangan lupa bahwa kaki kanannya adalah senjata mematikan, baik untuk eksekusi tendangan bebas atau sekadar menembak.

Gazza tak tergantikan sebagai gelandang serang dalam tujuh laga. Selain itu, tangisannya saat menerima kartu kuning di partai semi final kontra Jerman Barat adalah salah satu momen yang paling diingat. Di ajang seperti Piala Dunia sekalipun, si bengal akan bercucuran air mata.

5. Gary Lineker

The Times

Sang tandem sejati Gazza baik di Spurs atau The Three Lions. Menempati pos ujung tombak, Lineker dikenal karena tak pernah menerima hukuman kartu sepanjang kariernya sebagai pemain sepak bola profesional selama 16 tahun.

Instingnya sebagai striker murni jadi keunggulan utama. Unggul dalam duel bola udara serta lihai mencari peluang sekecil apapun, sosok yang sempat mencicipi kerasnya La Liga bersama Barcelona tersebut ibarat serigala dalam kotak penalti. Empat gol berhasil dia lesatkan dalam tujuh laga sepanjang kejuaraan.

Saat kalah dari adu penalti dari Jerman Barat di semi final, sosok yang kini menjadi pandit itu mengucap kata-kata pengakuan atas performa Der Panzer. "Sepak bola adalah permainan yang mudah. 22 orang berlarian mengejar bola selama 90 menit. Dan di akhir, orang-orang Jermanlah pemenangnya."

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Achmad Hidayat Alsair
EditorAchmad Hidayat Alsair
Follow Us