Paris FC, Klub Ibu Kota yang Bisa Jadi Raksasa Baru Prancis

Tidak seperti London, Athena, Moskow, Brussels, dan Madrid yang punya beberapa klub sepak bola besar sekaligus, Paris hanya punya satu klub dominan, yakni Paris Saint-Germain (PSG). Sebuah keganjilan mengingat Paris adalah pusat ekonomi, kultur, dan turisme Prancis yang mendunia. Bayangkan saja, berapa banyak orang yang menonton PSG hanya karena mereka kebetulan berlibur di Paris?
PSG sendiri mampu mewujudkan diri sebagai jenama global sejak diakuisisi Qatar Sports Investments. Sukses meraih gelar juara di Prancis secara beruntun dan mendatangkan pemain bintang, siapa yang sekarang tak kenal mereka? Menariknya, hegemoni PSG sebagai klub ibu kota tampaknya bakal dijegal pesaing baru.
Paris FC, klub liga kasta kedua Prancis yang pernah jadi bagian dari PSG sebelum memisahkan diri, menarik investor-investor ternama beberapa waktu belakangan. Siapa saja mereka dan apa efeknya buat sepak bola Prancis? Gambaran ini mungkin bisa menjelaskan itu.
1. Sejak kehadiran investor asing, Paris FC mengalami peningkatan performa

Salah satu keputusan krusial manajemen Paris FC adalah membuka pintu lebar-lebar untuk investor asing. Entitas pertama yang membuktikan komitmennya adalah Kerajaan Bahrain pada 2020. Diikuti BRI Sports Holdings, yang mewakili pengusaha asal Sri Lanka yang berbasis di Inggris, Allirajah Subaskaran, setahun kemudian. Sejak itu, mereka mengalami peningkatan performa yang signifikan. Dari yang terpuruk di papan bawah Ligue 2 Prancis pada 2019/2020, mereka berhasil naik 12 peringkat pada musim berikutnya.
Sejak itu, mereka tak pernah gagal menembus 5 besar, hanya sekali berada di peringkat 7, yakni pada 2022/2023. Kini, sampai pekan ke-13 pada 2024/2025, Paris FC masih memuncaki klasemen sementara Ligue 2. Bila bertahan sampai akhir musim, mereka bakal promosi ke liga utama tanpa play-off dan jadi rival sekota PSG. Itu akan jadi momen yang ditunggu-tunggu klub ibu kota tersebut setelah puluhan tahun berada di tepian.
2. Red Bull dan LVMH sedang dalam proses negosiasi jadi investor baru Paris FC

Potensi mereka memikat investor lain yang tak kalah tenar terbuka lebar. Ada nama seperti Red Bull yang sudah punya beberapa klub sepak bola di Eropa dan Amerika Selatan. Ada pula LVMH yang membawahi beberapa jenama fesyen dan perhiasan ternama dunia, macam Louis Vuitton, Dior, Tag Heuer, Tiffany & Co, Givenchy, dan Sephora. Kehadiran mereka bakal jadi angin segar buat Paris FC.
Bila terkonfirmasi, akan ada banyak terobosan yang terwujud dengan dukungan finansial dari pemilik modal sebesar itu. Salah satunya kemungkinan Paris FC pindah markas ke Stade Jean Bouin, sebuah stadion multifungsi dengan kapasitas 19.904 penonton, dari Stade Charléty yang berjarak 30 menit dari pusat kota. Kapasitas satu stadion itu sebenarnya hampir sama, tetapi Jean Bouin lebih mudah diakses karena berada di tengah kota. Bahkan, jaraknya hanya beberapa menit berjalan kaki dari markas PSG, Parc des Princes.
3. Paris FC bukti kalau kapitalisme masih jadi penggerak utama industri olahraga

Tidak ideal, tetapi jadi sistem ekonomi paling masuk akal saat ini, kapitalisme membuktikan diri sebagai penggerak utama industri olahraga. Lewat sistem kepemilikan ganda dan investasi ekuitas privat, sepak bola mengalami pergeseran besar dari sesuatu yang bersifat komunal dan berbasis penggemar. Hanya beberapa negara yang masih mempertahankan model kepemilikan penggemar, seperti Jerman, Spanyol, dan Austria.
Salah satu faktor pendorongnya tak lain adalah pandemik COVID-19, yang terbukti membuat beberapa klub mengalami krisis parah. Tak pelak, suntikan dana instan dari pemilik modal besar jadi solusi terbaik kala itu. Masalahnya, sejak itu pula, tak ada kata mundur dan penikmat serta pegiat sepak bola harus menerima kenyataan kalau tren kapitalistik macam ini akan terus berkembang selama beberapa tahun ke depan.
Kemunculan Paris FC mungkin akan jadi warna baru di Ligue 1 musim depan. Setelah bertahun-tahun, kita akan menyaksikan dua klub ibu kota bersaing di Prancis. Namun, kisah kebangkitan mereka sekaligus jadi pengingat kalau aktivitas ekonomi dunia masih berkutat di bawah kontrol tokoh-tokoh tertentu.