7 Pemain yang Pernah Membela Arsenal dan AS Roma

- Ashley Cole sukses memenangkan 2 gelar Premier League, 3 Piala FA, dan 1 Community Shield bersama Arsenal sebelum pindah ke AS Roma.
- Gervinho kembali menemukan performa terbaiknya di AS Roma setelah meninggalkan Arsenal, membantu klub finis di posisi kedua Serie A dan menjadi finalis Coppa Italia.
- Julio Baptista mencatat 76 penampilan dengan 15 gol dan 8 assist di semua ajang selama membela AS Roma dari 2008 hingga 2011 setelah pindah dari Arsenal.
Setiap pemain sepak bola memiliki perjalanan karier yang unik, dan sebagian kecil di antaranya beruntung bisa merasakan atmosfer dua klub besar Eropa sekaligus. Arsenal dan AS Roma merupakan dua tim legendaris dengan sejarah panjang dan basis penggemar yang luar biasa besar. Meskipun berasal dari liga yang berbeda, keduanya memiliki filosofi permainan menyerang serta tradisi melahirkan banyak bintang dunia.
Tidak banyak pemain yang bisa menyesuaikan diri di dua kultur sepak bola yang sangat berbeda: Inggris dengan gaya cepat dan fisikal, serta Italia yang lebih taktis dan defensif. Namun, beberapa nama sukses menorehkan kisah luar biasa dengan mengenakan dua seragam kebanggaan tersebut. Mulai dari pemain senior hingga talenta muda, mereka semua punya cerita menarik di antara London dan Roma.
Dari sosok bek tangguh hingga playmaker kreatif, jejak pemain yang pernah membela Arsenal dan AS Roma mencerminkan keragaman gaya bermain serta dedikasi yang luar biasa di dunia sepak bola modern. Berikut deretan pemain yang pernah menjadi bagian dari dua klub besar Eropa ini, lengkap dengan perjalanan, statistik, dan capaian mereka.
1. Ashley Cole

Ashley Cole dikenal sebagai salah satu bek kiri terbaik yang pernah dimiliki Inggris dan memiliki karier gemilang di level klub maupun tim nasional. Ia memulai karier profesionalnya bersama Arsenal pada tahun 1999 dan berkembang pesat di bawah asuhan Arsène Wenger. Dalam masa baktinya bersama The Gunners, Cole mencatat 228 penampilan di semua kompetisi dan mencetak 9 gol. Ia menjadi bagian penting dari generasi “Invincibles” Arsenal pada musim 2003–2004, ketika klub menjuarai Premier League tanpa kekalahan dalam satu musim.
Selama membela Arsenal, Ashley Cole sukses memenangkan 2 gelar Premier League, 3 Piala FA, dan 1 Community Shield, dengan kontribusi yang luar biasa di sektor kiri pertahanan. Ia dikenal karena kemampuan bertahannya yang solid, kecepatan, dan keberaniannya untuk naik membantu serangan. Gaya bermainnya yang konsisten membuatnya menjadi salah satu bek kiri paling disegani di Eropa saat itu.
Setelah meninggalkan Arsenal pada tahun 2006 untuk bergabung dengan Chelsea, kariernya semakin berkilau. Namun, pada tahun 2014, Cole memutuskan untuk mencoba tantangan baru di Italia dengan bergabung ke AS Roma secara bebas transfer. Meski datang dengan reputasi besar, masa-masanya di Roma tidak berjalan sebaik yang diharapkan. Dalam dua musim membela Giallorossi, ia hanya tampil 11 kali di Serie A sebelum akhirnya kontraknya berakhir pada 2016.
Meskipun kontribusinya di Roma terbilang minim, kehadiran Ashley Cole tetap membawa nilai pengalaman besar di ruang ganti. Ia menjadi salah satu pemain Inggris yang berani menapaki karier di luar negeri pada masa itu, sesuatu yang jarang dilakukan oleh pemain dari negaranya. Setelah meninggalkan Roma, Cole melanjutkan kariernya ke LA Galaxy di Amerika Serikat sebelum akhirnya pensiun pada 2019. Secara keseluruhan, Ashley Cole dikenal sebagai simbol bek kiri modern yang tangguh dan konsisten. Pengalamannya bersama Arsenal menjadikannya legenda klub, sementara perjalanannya ke AS Roma menunjukkan tekad kuatnya untuk terus berkembang meski sudah berada di usia senior.
2. Gervinho

Gervais Yao Kouassi, atau yang lebih dikenal dengan nama Gervinho, merupakan winger asal Pantai Gading yang dikenal berkat kecepatannya, dribel tajam, dan kemampuan menusuk dari sisi sayap. Ia mulai dikenal publik Eropa setelah tampil impresif bersama Lille di Ligue 1, sebelum akhirnya direkrut oleh Arsenal pada musim panas 2011 dengan nilai transfer sekitar Rp168 miliar.
Selama membela Arsenal, Gervinho bermain selama dua musim di bawah asuhan Arsène Wenger. Ia mencatat 63 penampilan di semua kompetisi dengan torehan 11 gol dan 12 assist. Meski awalnya tampil menjanjikan, performanya sering tidak konsisten dan mendapat kritik karena penyelesaian akhir yang kurang maksimal. Namun, kontribusinya tetap penting dalam memperkuat lini serang Arsenal pada masa transisi tim setelah kepergian beberapa pemain bintang seperti Cesc Fàbregas dan Robin van Persie.
Pada tahun 2013, Gervinho memutuskan untuk meninggalkan Inggris dan bergabung dengan AS Roma dengan biaya transfer sekitar Rp140 miliar, di mana ia kembali dipertemukan dengan pelatih Rudi Garcia yang sebelumnya menanganinya di Lille. Perpindahan ini menjadi titik kebangkitan kariernya. Di bawah Garcia, Gervinho kembali menemukan performa terbaiknya dan menjadi salah satu pemain kunci Roma di lini depan.
Selama memperkuat AS Roma antara 2013 hingga 2016, Gervinho mencatat 88 penampilan dengan torehan 26 gol dan 20 assist di semua ajang. Ia dikenal sebagai ancaman utama dari sisi kiri, berkat kecepatan luar biasa dan kemampuan melewati lawan satu lawan satu. Salah satu musim terbaiknya terjadi pada 2013–2014, ketika ia membantu Roma finis di posisi kedua Serie A dan menjadi finalis Coppa Italia.
Selain kontribusinya di lapangan, Gervinho juga dikenal karena profesionalismenya dan semangat juang tinggi. Setelah meninggalkan Roma, ia melanjutkan kariernya ke klub Tiongkok, Hebei China Fortune, sebelum kembali ke Serie A bersama Parma. Secara keseluruhan, Gervinho dikenang sebagai pemain yang memiliki pengaruh besar di AS Roma dan memberikan warna tersendiri selama masa singkatnya di Arsenal. Di Roma, ia mencapai puncak performa kariernya dan menjadi salah satu pemain Afrika paling berprestasi di Serie A pada masanya.
3. Julio Baptista

Julio César Baptista, yang dijuluki “The Beast”, dikenal sebagai pemain serba bisa asal Brasil yang memiliki kekuatan fisik luar biasa dan tendangan keras. Ia menempati berbagai posisi seperti gelandang serang, penyerang tengah, hingga sayap. Sebelum mencicipi sepak bola Inggris dan Italia, Baptista tampil impresif di LaLiga bersama Sevilla dan Real Madrid, yang kemudian mengantarkannya ke karier Eropa yang panjang dan penuh warna.
Pada musim 2006–2007, Arsenal merekrut Julio Baptista dengan status pinjaman dari Real Madrid, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran dengan José Antonio Reyes. Selama semusim membela The Gunners, ia mencatat 35 penampilan dan mencetak 10 gol di semua kompetisi. Salah satu momen paling berkesannya terjadi di Piala Liga Inggris, saat ia mencetak empat gol ke gawang Liverpool dalam kemenangan 6–3 di Anfield — penampilan yang masih diingat oleh para pendukung Arsenal hingga kini.
Meskipun Baptista tidak menjadi pilihan utama di Premier League karena gaya bermainnya yang lebih cocok dengan ritme sepak bola Spanyol, kontribusinya di kompetisi piala sangat signifikan. Ia membantu Arsenal mencapai final Piala Liga 2007, meski akhirnya kalah dari Chelsea. Selama masa pinjamannya, nilai pasarnya berada di kisaran Rp250 miliar, mencerminkan statusnya sebagai pemain bintang di level Eropa.
Setelah masa peminjamannya di Arsenal berakhir, Baptista kembali ke Real Madrid sebelum akhirnya pindah ke AS Roma pada musim panas 2008 dengan biaya transfer sekitar Rp280 miliar. Di Roma, ia menandatangani kontrak selama empat tahun dan diharapkan menjadi pengganti peran ofensif yang ditinggalkan oleh Mancini.
Selama membela AS Roma dari 2008 hingga 2011, Baptista mencatat 76 penampilan dengan 15 gol dan 8 assist di semua ajang. Ia berkontribusi penting di musim pertamanya, terutama di ajang Serie A dan Liga Champions, berkat kekuatan fisiknya dan kemampuan menembak jarak jauh. Salah satu gol paling ikoniknya adalah tendangan salto ke gawang Torino pada musim 2008–2009, yang menegaskan kualitas teknisnya di tengah dominasi fisik.
Namun, cedera dan persaingan di lini depan membuat performanya menurun pada musim-musim berikutnya. Meski begitu, Baptista tetap dikenang sebagai pemain yang membawa energi dan daya juang tinggi ke dalam skuad Roma. Setelah meninggalkan Italia, ia melanjutkan karier ke klub-klub lain seperti Málaga, Cruzeiro, dan Orlando City sebelum pensiun.
Secara keseluruhan, Julio Baptista meninggalkan jejak yang menarik di kedua klub. Di Arsenal, ia dikenal karena performa eksplosifnya di kompetisi piala, sementara di AS Roma ia diingat sebagai pemain kuat yang menambah variasi dalam serangan. Dua periode tersebut menjadi bagian penting dalam perjalanan kariernya sebagai pemain yang berpetualang di berbagai liga top Eropa.
4. Thomas Vermaelen

Thomas Vermaelen adalah bek tengah asal Belgia yang dikenal karena kemampuan membaca permainan, ketenangan dalam bertahan, serta naluri mencetak gol dari lini belakang. Lahir pada 14 November 1985, Vermaelen memulai karier profesionalnya di Ajax Amsterdam sebelum menarik perhatian klub-klub besar Eropa berkat penampilan konsisten dan kepemimpinannya di lini pertahanan.
Pada tahun 2009, Arsenal mendatangkan Vermaelen dari Ajax dengan nilai transfer sekitar Rp180 miliar. Sejak awal, ia langsung menjadi andalan utama di bawah asuhan Arsène Wenger. Dalam musim debutnya, Vermaelen tampil luar biasa dengan mencatat 45 penampilan dan 8 gol di semua kompetisi, angka yang impresif untuk seorang bek tengah. Ia segera mendapat julukan “The Verminator” dari para penggemar karena gaya bertahannya yang agresif dan kemampuan mencetak gol dari situasi bola mati.
Selama lima musim membela Arsenal (2009–2014), Vermaelen mencatat 150 penampilan dan 15 gol di berbagai ajang. Ia sempat menjadi kapten tim pada musim 2012–2013 setelah Robin van Persie hengkang ke Manchester United. Namun, cedera yang berulang membuatnya kehilangan posisi utama di skuad inti, terutama setelah munculnya duet solid antara Per Mertesacker dan Laurent Koscielny. Meskipun begitu, dedikasi dan kepemimpinannya membuatnya tetap dihormati di ruang ganti Arsenal.
Pada tahun 2014, Vermaelen pindah ke Barcelona dengan nilai transfer sekitar Rp290 miliar, namun minim kesempatan bermain karena cedera panjang. Untuk mencari menit bermain, ia kemudian dipinjamkan ke AS Roma pada musim 2016–2017. Sayangnya, masa pinjamannya di Italia juga tidak berjalan mulus karena masalah kebugaran. Ia hanya tampil 12 kali di semua kompetisi bersama Roma dan tidak mencetak gol. Meski begitu, pengalamannya dan profesionalisme di ruang ganti memberi dampak positif bagi tim yang saat itu berjuang di papan atas Serie A.
Secara statistik, kontribusinya di Roma memang tidak besar, tetapi kehadirannya membantu memperkuat kedalaman lini belakang di bawah pelatih Luciano Spalletti. Roma saat itu berhasil finis sebagai runner-up Serie A 2016–2017, meski Vermaelen jarang tampil karena cedera hamstring yang kambuh. Setelah masa pinjamannya berakhir, Vermaelen kembali ke Barcelona dan kemudian melanjutkan karier ke Vissel Kobe di Jepang, di mana ia bermain bersama mantan rekan setimnya, Andrés Iniesta. Ia akhirnya pensiun pada tahun 2022 dan kini bekerja sebagai bagian dari staf pelatih tim nasional Belgia.
Thomas Vermaelen dikenang sebagai sosok bek elegan yang selalu tampil dengan semangat tinggi dan loyalitas besar terhadap timnya. Di Arsenal, ia menjadi salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki klub di era modern, sementara di Roma, ia membawa pengalaman Eropa dan ketenangan di lini pertahanan meski kariernya di Italia tak berlangsung lama.
5. Wojciech Szczesny

Wojciech Szczęsny adalah kiper asal Polandia yang dikenal karena refleks cepat, keberanian menghadapi situasi satu lawan satu, serta kemampuan distribusi bola yang solid. Lahir pada 18 April 1990 di Warsawa, Szczęsny memulai karier profesionalnya di akademi Arsenal pada usia muda dan berkembang menjadi salah satu penjaga gawang paling menjanjikan di Premier League pada awal 2010-an.
Szczęsny menembus skuad utama Arsenal pada musim 2010–2011 setelah sebelumnya sempat dipinjamkan ke Brentford untuk menambah pengalaman. Di bawah asuhan Arsène Wenger, ia menjadi pilihan utama di bawah mistar gawang The Gunners selama beberapa musim. Dalam periode 2009 hingga 2017, Szczęsny mencatat 181 penampilan di semua kompetisi, dengan 72 clean sheet. Ia dikenal karena performa gemilangnya dalam laga-laga besar, terutama ketika Arsenal menghadapi rival seperti Tottenham Hotspur dan Manchester United.
Prestasi terbaik Szczęsny bersama Arsenal adalah saat ia menjadi bagian dari skuad yang memenangkan Piala FA dua kali (musim 2013–2014 dan 2014–2015) serta FA Community Shield 2014. Nilai pasarnya pada masa jayanya di Arsenal mencapai sekitar Rp520 miliar, menjadikannya salah satu kiper muda dengan nilai tertinggi di Premier League kala itu. Namun, setelah musim 2014–2015, ia kehilangan tempat utama karena kedatangan David Ospina dan kemudian Petr Čech, serta masalah disiplin di luar lapangan.
Pada tahun 2015, Szczęsny dipinjamkan ke AS Roma untuk mencari kesempatan bermain reguler. Di Italia, ia menunjukkan peningkatan luar biasa, terutama dalam hal kedewasaan dan konsistensi. Bersama Roma, ia tampil sebagai kiper utama selama dua musim dan menjadi salah satu penjaga gawang terbaik di Serie A. Dalam periode 2015 hingga 2017, Szczęsny mencatat 81 penampilan bersama AS Roma dengan 30 clean sheet di semua ajang. Ia berperan penting dalam membantu Roma bersaing di papan atas Serie A, termasuk finis di posisi kedua pada musim 2016–2017. Penampilannya di bawah mistar gawang dipuji karena kemampuannya membaca arah bola dan ketenangan dalam situasi tekanan tinggi.
Kesuksesan di Roma menjadi titik balik karier Szczęsny. Penampilan impresifnya membuat Juventus tertarik merekrutnya pada tahun 2017 dengan biaya sekitar Rp250 miliar. Di Turin, ia kemudian menjadi penerus Gianluigi Buffon dan melanjutkan tradisi kiper kelas dunia, sekaligus mempersembahkan tiga gelar Serie A, dua Coppa Italia, dan dua Supercoppa Italiana.
Perjalanan Szczęsny dari Arsenal hingga Roma menunjukkan proses transformasi seorang pemain muda berbakat menjadi kiper matang dengan mental juara. Di Arsenal, ia dikenal sebagai simbol regenerasi di bawah Wenger, sementara di Roma, ia berkembang menjadi penjaga gawang elit Eropa. Kini, Szczęsny masih menjadi pilihan utama Juventus dan tim nasional Polandia, membuktikan bahwa masa-masanya di Arsenal dan Roma adalah fondasi penting dalam membentuk karier gemilangnya.
6. Henrikh Mkhitaryan

Henrikh Mkhitaryan adalah gelandang serang asal Armenia yang dikenal karena visi bermain tajam, kemampuan mencetak gol, dan kreativitas tinggi dalam mengatur serangan. Lahir di Yerevan pada 21 Januari 1989, Mkhitaryan menjadi salah satu pemain Asia Timur Tengah paling sukses dalam sejarah sepak bola Eropa. Sebelum bergabung ke Premier League, ia telah mencetak reputasi besar di Borussia Dortmund, di mana performanya membuat banyak klub top Eropa tertarik.
Pada Januari 2018, Arsenal merekrut Mkhitaryan dari Manchester United dalam kesepakatan pertukaran dengan Alexis Sánchez. Di bawah asuhan Arsène Wenger, ia langsung menjadi bagian penting dalam sistem permainan menyerang Arsenal. Dalam debutnya di Premier League, Mkhitaryan mencatat tiga assist dalam kemenangan 5–1 atas Everton — penampilan yang langsung memperlihatkan kualitas kelas dunianya.
Selama membela Arsenal dari 2018 hingga 2020, Mkhitaryan mencatat 59 penampilan di semua kompetisi, dengan 9 gol dan 13 assist. Ia menjadi salah satu pemain yang diandalkan untuk mendukung Pierre-Emerick Aubameyang dan Alexandre Lacazette di lini depan. Mkhitaryan juga tampil impresif di kompetisi Liga Europa, membantu Arsenal mencapai final 2018–2019, meskipun ia tidak bisa bermain di final karena alasan keamanan terkait situasi politik antara Azerbaijan dan Armenia.
Nilai pasarnya di masa itu mencapai sekitar Rp480 miliar, menjadikannya salah satu pemain asal Eropa Timur dengan nilai tertinggi di Premier League. Namun, seiring pergantian pelatih dari Wenger ke Unai Emery, perannya mulai berkurang karena perubahan taktik. Untuk mencari kesempatan bermain reguler, Mkhitaryan dipinjamkan ke AS Roma pada musim panas 2019.
Kepindahan ke AS Roma menjadi titik balik dalam kariernya. Di bawah pelatih Paulo Fonseca, ia menemukan kembali bentuk terbaiknya. Selama masa pinjaman, ia mencatat 9 gol dan 5 assist dalam 22 pertandingan Serie A, performa yang membuat Roma mempermanenkannya pada tahun 2020. Di musim berikutnya, di bawah asuhan José Mourinho, Mkhitaryan menjadi salah satu pemain paling berpengaruh di tim, berkat fleksibilitasnya sebagai gelandang serang atau sayap kiri.
Secara keseluruhan, selama membela AS Roma (2019–2022), Mkhitaryan mencatat 117 penampilan dengan 29 gol dan 28 assist di semua kompetisi. Ia menjadi bagian penting dari sejarah baru klub saat membantu Roma menjuarai UEFA Europa Conference League 2021–2022, gelar Eropa pertama dalam sejarah klub. Trofi tersebut menjadi puncak kontribusinya di Roma dan menambah catatan prestasinya yang sudah berisi gelar Bundesliga serta Piala Jerman bersama Borussia Dortmund.
Setelah tiga musim sukses di ibu kota Italia, Mkhitaryan bergabung dengan Inter Milan pada tahun 2022, di mana ia tetap tampil konsisten di usia 30-an. Namun, masa-masanya di Arsenal dan AS Roma tetap menjadi fase penting dalam kariernya: di Arsenal, ia menunjukkan kecerdasan taktik dan kreativitas tinggi, sementara di Roma, ia mencapai kedewasaan sebagai pemain yang mampu memimpin tim dengan pengalaman dan visi bermain yang matang.
Henrikh Mkhitaryan dikenang oleh penggemar Roma sebagai sosok profesional yang rendah hati dan berpengaruh besar dalam membangun era baru klub. Sedangkan bagi pendukung Arsenal, ia tetap diingat sebagai pemain elegan dengan teknik tinggi dan kontribusi nyata di masa-masa transisi tim.
7. Ainsley Maitland-Niles

Ainsley Maitland-Niles merupakan pemain serba bisa asal Inggris yang dikenal karena fleksibilitasnya bermain di berbagai posisi, mulai dari bek kanan, gelandang bertahan, hingga sayap. Lahir di Goodmayes, London, pada 29 Agustus 1997, ia adalah produk asli akademi Arsenal, di mana ia bergabung sejak usia enam tahun dan berkembang menjadi salah satu lulusan paling berbakat dari akademi Hale End.
Maitland-Niles menembus tim utama Arsenal pada musim 2014–2015 di bawah Arsène Wenger. Ia dikenal karena kecepatan, kemampuan bertahan yang solid, serta ketenangan saat menguasai bola. Dalam kurun waktu antara 2014 hingga 2023, Maitland-Niles mencatat 132 penampilan di semua kompetisi dan mencetak 3 gol serta 7 assist. Ia menjadi bagian dari skuad Arsenal yang menjuarai Piala FA musim 2019–2020, di mana ia tampil luar biasa sebagai wing-back kiri dalam kemenangan 2–1 atas Chelsea di final.
Prestasinya bersama Arsenal tak hanya berhenti di situ. Ia juga membantu klub meraih FA Community Shield 2020, bahkan berhasil mencetak gol dalam adu penalti melawan Liverpool. Penampilannya yang konsisten membuatnya sempat dipanggil ke tim nasional Inggris pada tahun 2020. Nilai pasarnya pada masa itu sempat mencapai sekitar Rp260 miliar, menunjukkan pengakuan atas potensinya di level tertinggi.
Namun, persaingan ketat di skuad Arsenal, terutama di posisi bek kanan dan gelandang, membuatnya sulit mendapat waktu bermain reguler. Untuk mencari pengalaman dan menit bermain, ia sempat dipinjamkan ke West Bromwich Albion dan kemudian ke AS Roma pada Januari 2022. Selama membela AS Roma, Maitland-Niles bermain di bawah asuhan José Mourinho dan berkontribusi sebagai pemain pelapis serba guna. Ia mencatat 12 penampilan di semua ajang, termasuk di Serie A dan UEFA Europa Conference League. Meskipun tidak menjadi pemain inti, perannya cukup penting dalam menjaga kedalaman skuad, terutama saat Roma mengalami krisis cedera di lini belakang dan tengah.
Pada musim tersebut, Roma berhasil menorehkan sejarah dengan menjuarai UEFA Europa Conference League 2021–2022, gelar Eropa pertama dalam sejarah klub. Meski Maitland-Niles tidak tampil di final, ia tetap tercatat sebagai bagian dari skuad juara dan mendapatkan medali kemenangan — sebuah pencapaian besar dalam kariernya. Setelah masa pinjaman di Roma berakhir, ia kembali ke Arsenal sebelum akhirnya hengkang secara permanen pada 2023 untuk mencari peluang baru. Gaya bermainnya yang serba bisa, kemampuan adaptasi tinggi, serta pengalaman di berbagai posisi menjadikannya salah satu pemain yang unik di generasinya.
Secara keseluruhan, Ainsley Maitland-Niles dikenang sebagai pemain didikan Arsenal yang loyal dan berperan penting dalam beberapa momen sukses klub, seperti kemenangan di Piala FA. Di AS Roma, meskipun kontribusinya terbatas, ia tetap menjadi bagian dari sejarah penting klub saat meraih trofi Eropa yang bersejarah.
8. Riccardo Calafiori

Riccardo Calafiori adalah salah satu bek muda Italia yang tengah naik daun berkat kemampuannya bermain dengan ketenangan luar biasa dan kecerdasan taktik tinggi. Lahir di Roma pada 19 Mei 2002, Calafiori merupakan produk akademi AS Roma, di mana ia mulai berlatih sejak usia 9 tahun. Ia tumbuh di sistem pembinaan yang sama dengan banyak talenta besar Italia dan dikenal memiliki gaya bermain yang modern—mampu bertahan dengan baik, namun juga piawai membantu serangan dari sisi kiri pertahanan.
Calafiori memulai debut profesionalnya bersama AS Roma pada tahun 2020 di bawah asuhan Paulo Fonseca. Momen debutnya datang saat melawan CFR Cluj di ajang Liga Europa, dan di laga itu pula ia langsung mencetak gol spektakuler dari luar kotak penalti, menandai potensi besar yang dimilikinya. Selama membela Roma pada periode 2020–2022, Calafiori mencatat 18 penampilan di semua kompetisi, dengan 1 gol dan 2 assist. Meskipun jumlah pertandingannya belum banyak, performanya cukup menjanjikan, terutama dalam hal kecepatan membaca permainan dan akurasi umpan jarak jauh.
Namun, karena persaingan ketat di lini belakang Roma dan kehadiran pemain berpengalaman seperti Leonardo Spinazzola, ia kemudian dipinjamkan ke Genoa dan selanjutnya dilepas ke FC Basel di Swiss pada 2022. Di Basel, Calafiori berkembang pesat dan menjadi bek serba bisa yang mampu bermain sebagai bek kiri maupun bek tengah. Penampilan solidnya di Liga Konferensi Eropa membuat banyak klub Eropa mulai melirik potensinya.
Puncak kariernya sejauh ini datang ketika ia bergabung dengan Bologna pada musim 2023–2024 di bawah asuhan Thiago Motta. Di klub ini, Calafiori tampil luar biasa dengan mencatat 33 penampilan di Serie A, berperan besar dalam membawa Bologna finis di zona Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah modern klub. Nilai pasarnya melonjak drastis hingga menyentuh Rp870 miliar, menjadikannya salah satu bek muda paling mahal asal Italia.
Performa impresif tersebut menarik perhatian Arsenal, yang kemudian resmi merekrutnya pada musim panas 2024 dengan nilai transfer sekitar Rp850 miliar. Bersama The Gunners, Calafiori menjadi bagian penting dalam proyek jangka panjang Mikel Arteta. Ia diproyeksikan sebagai pelapis sekaligus pesaing kuat bagi Oleksandr Zinchenko di posisi bek kiri, dan juga mampu bermain sebagai bek tengah dalam formasi tiga bek. Kemampuannya membangun serangan dari belakang, presisi passing, serta ketenangan dalam tekanan menjadikannya tipe pemain yang sangat cocok dengan filosofi permainan Arsenal.
Selain di level klub, Calafiori juga mulai menembus tim nasional Italia, tampil di ajang Euro 2024 dengan performa solid dan menunjukkan kematangan di usia muda. Banyak pengamat menilai bahwa ia akan menjadi tulang punggung pertahanan Gli Azzurri di masa depan. Dengan rekam jejaknya, Riccardo Calafiori kini menjadi contoh nyata bagaimana pemain muda hasil akademi Roma bisa berkembang hingga menjadi bintang internasional dan melanjutkan karier di klub sebesar Arsenal. Perjalanannya dari Trigoria (markas Roma) menuju Emirates Stadium menunjukkan transformasi luar biasa dari seorang pemain akademi menjadi bek modern kelas dunia.
9. FAQ
1. Siapa pemain paling sukses yang pernah membela Arsenal dan AS Roma?
Wojciech Szczęsny bisa dikatakan paling sukses, karena setelah bermain untuk kedua klub, ia memenangkan beberapa gelar besar bersama Juventus dan menjadi Kiper Terbaik Serie A.
2. Apakah ada pemain dari generasi baru yang menempuh jalur serupa?
Ya, Riccardo Calafiori adalah contoh terbaru. Ia merupakan lulusan akademi Roma yang kini memperkuat Arsenal sejak 2024 dan berpotensi menjadi andalan jangka panjang.
3. Siapa pemain pertama yang pindah dari Arsenal ke AS Roma secara langsung?
Julio Baptista adalah salah satu pemain awal yang mengalami perpindahan langsung dari Arsenal menuju AS Roma pada 2008.
4. Apakah ada pemain yang menjuarai trofi besar di kedua klub?
Henrikh Mkhitaryan menorehkan prestasi penting dengan membawa Roma juara Liga Konferensi Eropa 2022, sementara di Arsenal ia berkontribusi pada sejumlah kemenangan domestik seperti Community Shield.
5. Mengapa banyak pemain Arsenal yang tertarik pindah ke Serie A, khususnya ke Roma?
Filosofi permainan taktis di Italia cocok bagi pemain yang ingin mengasah aspek teknis dan kedisiplinan bertahan. Selain itu, Roma dikenal memberikan peluang besar bagi pemain untuk bermain reguler dan berkembang di level Eropa.