Performa Liverpool Mulai Menurun, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

- Lini pertahanan Liverpool tidak stabil, hanya 2 clean sheet dari 10 laga awal.
- Rekrutan baru seperti Wirtz dan Isak belum memberi dampak signifikan.
- Ketergantungan pada gol telat menutupi kesulitan mencetak gol lebih awal dan mengontrol pertandingan.
Penampilan awal Liverpool pada 2025/2026 terlihat tidak meyakinkan. Meski masih memuncaki klasemen sementara English Premier League (EPL) hingga pekan keenam, performa The Reds sebenarnya menyimpan banyak masalah mendasar. Dua kekalahan beruntun dari Crystal Palace dan Galatasaray memperlihatkan kelemahan struktural yang selama ini tertutup oleh kemenangan dramatis pada menit akhir.
Di balik posisi mereka di puncak klasemen liga, performa Liverpool justru menunjukkan gejala ketidakstabilan. Pelatih Arne Slot menghadapi tantangan besar dalam menjaga konsistensi tim setelah serangkaian perubahan besar pada bursa transfer musim panas 2025. Kombinasi rotasi pemain yang agresif, adaptasi rekrutan anyar, dan penurunan efektivitas lini belakang membuat juara bertahan Premier League ini tampak goyah pada momen-momen krusial.
1. Lini pertahanan Liverpool kini menjadi sektor yang paling tidak stabil
Liverpool, yang pada 2024/2025 dikenal kokoh, kini kehilangan kestabilannya. Dari 10 laga awal 2025/2026, mereka hanya mampu mencatat 2 clean sheet. Padahal, pada periode yang sama musim lalu, angka itu mencapai enam. Masalah paling jelas terlihat di lini belakang, terutama pada performa Ibrahima Konate yang inkonsisten. Kritik kemudian muncul usai penampilannya yang begitu payah ketika melawan Crystal Palace. Ia kalah duel, salah passing, hingga membuat keputusan buruk.
Giovanni Leoni yang harus menepi panjang karena anterior cruciate ligament (ACL) makin memperburuk situasi. Liverpool kini bergantung penuh kepada Virgil van Dijk, sementara opsi lain hanya menyisakan Joe Gomez yang juga rawan cedera. Keadaan ini membuat keseimbangan pertahanan mudah goyah dan lawan kerap menemukan celah melalui serangan balik cepat maupun set-piece. Crystal Palace mencetak dua gol dari bola mati, sedangkan Galatasaray memanfaatkan kesalahan Dominik Szoboszlai untuk mendapat penalti yang menjadi penentu kemenangan.
Selain itu, pergantian komposisi bek sayap turut memengaruhi stabilitas. Milos Kerkez yang diproyeksikan sebagai suksesor Andrew Robertson masih kesulitan beradaptasi. Sementara, di sisi kanan, kepergian Trent Alexander-Arnold yang kerap menyuplai umpan kunci mulai terasa bagi serangan tim, terutama terhadap Mohamed Salah. Posisi tersebut kini diisi Conor Bradley dan Jeremie Frimpong, tetapi keduanya belum mampu memberikan rasa aman di bagi pertahanan tim.
Kelemahan di sektor full-back tersebut makin menunjukkan celah besar di lini belakang. Kondisi tersebut membuat pertahanan Liverpool kerap terekspos, terutama saat menghadapi tekanan intens dari lawan. Tidak heran dua kekalahan beruntun menjadi bukti nyata kelemahan ini merupakan masalah utama yang harus segera diselesaikan.
2. Rekrutan baru belum mampu memberikan dampak signifikan bagi tim
Arne Slot menyambut 2025/2026 dengan ambisi membangun identitas baru bagi Liverpool. Ia mencoba melakukan rotasi besar dengan mengandalkan nama-nama anyar, seperti Hugo Ekitike, Jeremie Frimpong, Florian Wirtz, hingga Alexander Isak. Namun, eksperimen ini justru membuat permainan terputus-putus dan kehilangan kohesi yang sebelumnya menjadi ciri khas. Wirtz, misalnya, sudah delapan kali tampil di semua kompetisi tanpa menyumbang gol atau assist. Legenda Liverpool, Jamie Carragher, menilai ia sebaiknya dicadangkan sementara demi kestabilan tim.
Alexander Isak yang diboyong dengan harga 125 juta pound sterling (Rp2,796 triliun) pun belum memberi kontribusi signifikan. Dalam 5 pertandingan awal, ia hanya mencetak 1 gol dan terlihat kesulitan menemukan ritme permainan. Hugo Ekitike sempat menjadi titik terang dengan mobilitasnya, tetapi cederanya membuat opsi lini depan makin terbatas. Alih-alih menambah kualitas serangan, rekrutan baru ini justru menciptakan kebingungan dalam struktur tim.
Rotasi besar-besaran pada laga krusial juga terbukti berisiko. Salah satunya saat Mohammed Salah dicadangkan dalam laga melawan Galatasaray, keputusan yang berujung pada tumpulnya serangan pada babak pertama. Frimpong yang diplot sebagai penyerang kanan memang agresif, tetapi kualitas umpan akhirnya tidak cukup efektif. Eksperimen Slot yang terlalu cepat dan masif membuat tim kehilangan kesinambungan, sehingga sentuhan yang seharusnya menambah daya magis justru merusak keseimbangan yang sebelumnya solid.
3. Liverpool tak bisa terus-menerus mengandalkan momen magis pada menit akhir laga
Walaupun masih berada di papan atas klasemen sementara Premier League, posisi Liverpool bisa dibilang menipu. Data Opta Analyst menunjukkan, mereka sudah mencetak enam gol setelah menit ke-80, terbanyak di liga. Gol-gol telat ini menjadi penentu kemenangan melawan AFC Bournemouth, Newcastle United, Arsenal, Atletico Madrid, Burnley, hingga Southampton. Namun, kebiasaan mengandalkan drama akhir hanya menutupi masalah lebih dalam mengenai sulitnya mencetak gol lebih awal dan mengontrol pertandingan.
Kelemahan ini terekspos jelas ketika keberuntungan tidak berpihak. Crystal Palace mencetak gol kemenangan pada menit 97 lewat Eddie Nketiah, sementara Galatasaray mampu menjaga keunggulan lewat penalti Victor Osimhen meski Liverpool menguasai 67 persen penguasaan bola dan mencatat expected goals (xG) 1,78. Artinya, kendali permainan tidak selalu berujung kepada efektivitas serangan. Tim asuhan Arne Slot justru terlihat kehabisan ide saat harus mengejar skor lebih dini.
Situasi ini berbahaya bagi ambisi mempertahankan gelar juara. Mengandalkan gol telat sebagai pola kemenangan tidak bisa dijadikan strategi jangka panjang. Begitu momentum tersebut hilang, Liverpool langsung tersandung dengan dua kekalahan beruntun. Ketergantungan pada gol menit akhir lebih mencerminkan rapuhnya fondasi permainan daripada mental juara sejati.
Penurunan performa Liverpool musim ini menandai fase transisi sulit bagi Arne Slot. Dengan pertahanan rapuh, eksperimen pemain baru yang belum nyetel, dan ketergantungan kepada gol telat, The Reds harus segera menemukan kembali keseimbangan agar tidak kehilangan arah di tengah jadwal kompetisi yang ketat.